Terima Kasih Corona

, , , ,

Terima kasih Corona!

Dengan adanya kamu, kami bisa tahu mana teman kami yang memiliki sifat selalu menang sendiri, diam-diam pulang kampung, dan tak peduli pada hal lain. Tak apa, kami hingga kini terus berupaya mencoba menjadi mereka. Bisa jadi ini adalah pulang kampung mereka yang terakhir kali. Mungkin juga bagi keluarga besar mereka yang dikunjungi.

Bagi sebagian dari kami, malah kami menyukai suasana ini. Bisa jalankan puasa tanpa perlu pergi dari rumah. Tak perlu dalam keadaan kenyang harus Terawih dan ibadah lainnya. Bahkan kami bisa tak perlu sholat jumat, juga tak perlu habiskan uang dan basa-basi bertemu keluarga besar, yang sebetulnya lebih banyak mengandung racun daripada madunya. Yay! Kami hepi.

Terima kasih Corona!

Dengan kehadiran kamu, kami bisa tahu seberapa hebat pemimpin kami dalam menanggulangi sebuah wabah. Kami bisa paham bagaimana penyelenggara negara memprioritaskan kami sebagai warga negara yang terlindungi. Gemah ripah loh jinawi.

Kami merasa bersyukur atas pajak yang telah kami bayarkan. Kami bisa menggunakan segala fasilitas kesehatan. Kami tak kuatir dan banyak bertanya-tanya dalam hati, apakah kami positif atau sehat-sehat saja. Kami sudah terlalu banyak tes. Tes saat masuk sekolah, keluar sekolah, masuk perguruan tinggi, keluar perguruan tinggi. Tes masuk kerja. Tes bikin SIM, bahkan tes menjadi calon mantu dari calon mertua bangsat kami.

Oleh karenanya kami bosan ikut tes. Kami tak perlu lagi ikut tes apakah kami tertular Corona. Pemerintah kami sadar betul, kami sudah melalui banyak tes sepanjang hidup kami. Tengkyu, Jokowi. Tengkyu Terawan. Lof yu ful.

Kami yakin para pejabat negeri ini tak ambil pusing dengan kehadiran kamu. Ajakan mencuci tangan? Ah, itu hal biasa bagi Bapak-bapak yang terhormat. Usai berbuat, mereka tak perlu diajari caranya cuci tangan. Jika boleh, salah satu cara pencegahan penularan virus Corona ditambah satu lagi: “Buang badan”. Kami yakin, mereka tanpa perlu diajari sudah pandai sendiri.

Lihat saja dengan adanya kamu, Pemilu 2024 akan lebih ramai. Akan ada program kerja calon pemimpin, atau wakil rakyat yang bicara soal bagaimana mencegah pandemi, bagaimana subsidi sektor kesehatan ditambah, dan bagaimana sebaiknya kita berlalu lintas dengan menggunakan kendaraan umum.

Terima kasih Corona!

Kapan lagi kami bisa belajar untuk berdiam diri. Memanfaatkan ruang dapur, ruang keluarga, kamar mandi dengan seintim mungkin. Bahkan kami baru sadar, ternyata selama ini membuat ruang tamu megah tak terlalu penting. Bukan saja karena adanya kamu, namun saat normal pun jarang ada tamu bertandang ke rumah kami.

Terima kasih Corona!

Dengan WFH, kami tak lagi sering bergunjing di sela jam kerja kami. Setidaknya dosa kami berkurang. Walau ada yang terasa hilang, keinginan kami untuk bergunjing semakin memudar.

Terima kasih Corona!

Seorang perempuan lebih sering sujud syukur dengan kehadiranmu, suaminya terpaksa betah di rumah. Biasanya berangkat subuh, pulang larut malam. Tak pernah menyentuh dirinya. Namun sekarang, walau juga tak menyentuhnya, namun hatinya tentram, melihat suaminya tak lari kemana-mana, tak sibuk dengan segala urusan pekerjaan yang entah sampai kapan habis disposisi dari Pak Bos. Juga akal-akalan entah menghabiskan waktu bersama puan jelita.

Terima kasih Corona!

Mau tidak mau, kami tahu seberapa besar kemampuan anak-anak kami di sekolah. Kami jadi memahami betapa sabarnya menjadi seorang guru. Kami hanya bisa membayar sejumlah uang, tanpa kami sadari, bahwa soal lain tak kami miliki: kedewasaan emosi dan kemampuan kami memahami pelajaran anak-anak sekolah kini.

Akan tetapi,

Kami masih peduli dengan keberadaan beberapa profesi yang terancam akan kehadiran kamu. Sala seorang teman kami batal menikah di awal tahun ini. Harusnya dia sudah happy di Australia bersama sang bini. Apa daya, bahkan gedung pernikahan menjadi sepi. Rina Gunawan dan awak pengelola pernikahan apa kabarnya? Juru foto, perusahaan katering, Abang-abang cetak undangan bagaimana nasibnya?

Juga sopir taksi, para pelayan restoran fancy, porter di bandara dan stasiun kereta api, dokter gigi yang meliburkan diri, mbak-mbak kapster salon yang biasanya tidak hanya memenuhi hasrat ingin potong rambut, namun juga melayani birahi sejenak dua jenak.

Ada banyak profesi dari kami yang tak lagi menjadi profesi, namun hanya kisah memori.

Apa-kabar mbak rambut cepol yang senantiasa menjaga pintu bioskop, atau perempuan kenes yang biasa disapa dan digoda oleh kami, dan biasanya saat kami goda tak disukai pilot-pilot gagah berani.

Adik-adik kami yang biasanya sibuk menyiapkan diri masuk universitas negeri menjadi banyak bertanya-tanya, apakah nanti kuliahnya akan sama saat masih SMA. Dengan soal-soal yang dibagikan melalui email, google classroom, whatsapp, atau perkuliahan dengan alat bantu aplikasi teknologi.

Bisa jadi biaya kuliah dipangkas habis. Tak perlu lagi ada alasan dosen mengejar proyek. Ada baiknya dosen rajin memberi materi, daripada diminta istri atau suaminya mengurus dapur, setrika baju atau mengepel lantai. Universitas Zoom Indonesia. Universitas Teknologi Zoom bandung. Universitas Zoom Islam Negeri.

Baiklah. Bisa jadi dengan adanya kamu, inilah masa depan kehidupan yang harus kami hadapi. Bahwa percakapan langsung dengan sentuhan sedemikian berharga. Bahwa kami dipaksa untuk terus kenakan topeng. Dahulu kami tanpa masker, namun hati kami palsu, senyum kami palsu, tawa kami tak sejati. Kami terpaksa saat ini harus terus menggunakan pelindung diri. Masker, Topi, Kaus tangan, dan harus jaga jarak seperti kami senantiasa berkendara di belakang truk gandeng pengangkut sapi.

Terima kasih Corona!

Dengan kehadiran kamu, rumah ibadah menjadi sepi. Tuhan diajak untuk bisa bersabar dengan kami. Tak ada lagi suara berisik dari TOA yang seringkali diam-diam dalam hati kami memisuh diri. Agama sekarang menemukan saat-saat privasi. Tuhan dan kami, sekarang berhadapan sendiri-sendiri. Kami tak perlu lagi berpura-pura hadir di rumahMu, agar kami bisa sekaligus menyapa bos-bos kami yang kecanduan hal-hal berbau reliji.

Corona, maukah kamu terus ada untuk kami?

Agar kami bisa merasa hepi, dengan cara dan kondisi saat ini.

Salam anget,

Roy19

 

 

2 tanggapan untuk “Terima Kasih Corona”

  1. […] titik ini, meminjam narasi Mas Roy dari tulisan teranyarnya di Linimasa: “Terima kasih Corona” kami bisa memiliki pengalaman dan excitement menjelang pernikahan agak berbeda dibanding […]

    Suka

  2. […] titik ini, meminjam narasi Mas Roy dari tulisannya yang teranyar: “Terima kasih Corona” kami bisa memiliki pengalaman dan excitement menjelang pernikahan agak berbeda dibanding […]

    Suka

Tinggalkan komentar

About Me

I’m Jane, the creator and author behind this blog. I’m a minimalist and simple living enthusiast who has dedicated her life to living with less and finding joy in the simple things.