Sembilan Tahun Melamun

Sembilan tahun yang lalu, situs linimasa ini diluncurkan. Penggagasnya adalah seorang yang memakai nama RoySayur, yang setelah beberapa tahun akhirnya baru saya ketahui identitas aslinya dan bertemu langsung di sebuah acara buka puasa. Dia mengajak saya untuk bergabung di sini, dan ketika saya tanya siapa saja yang diajak, dia menyebutkan beberapa nama yang sudah saya kenal secara langsung, dan ada dua nama yang belum familiar. Tidak masalah, dan saya langsung mengiyakan ajakannya.

Tidak terasa ya, kita sudah hampir satu dekade di sini. 

Dan kita masih sama-sama bisa membaca tulisan ini.

Beberapa minggu lalu, saya bertemu seorang teman lama. Kami sudah kenalan selama 7-8 tahun di dunia maya, tapi baru akhirnya bertemu sekarang. Di antara obrolan-obrolan kami, dia sempat bertanya, “Masih nulis di Linimasa?”

Saya senyum sambil menyeruput kopi, dan tanpa berpikir panjang, langsung menjawab, “Udah lama nggak.”

Dia bertanya lagi, “Oh, kenapa?”

Lagi-lagi saya menjawab langsung, “Well, salah satunya karena pandemi, sih. Entah kenapa, selama pandemi kemarin, banyak sekali hal-hal yang biasanya dikerjakan dengan semangat, tiba-tiba nggak tertarik lagi. Mau tidak mau, jadi menelaah lagi, rethinking lagi, apa-apa saja yang perlu dilakukan. I cut down a lot, on so many other things. Sayangnya, menulis untuk relaksasi juga ikut terpangkas.”

Teman saya mengangguk, lalu kami membicarakan hal-hal lain. Tapi pembicaraan itu tetap saya ingat, sampai di saat saya menulis ini.

Saya tidak mau bertanya-tanya what went wrong, karena nyatanya memang tidak ada anything going wrong. Prioritas hidup kita bergeser dan berganti saat pandemi. Hidup dalam ketidak jelasan yang terus-terusan selama pandemi, ditambah dengan kepergian beberapa teman dekat, ternyata meninggalkan bekas atau jejak yang masih terasa.

Saat ini saya sedang menyelesaikan membaca novel The Great Believers karya Rebecca Makkai. Novelnya berkisah tentang persahabatan beberapa teman di Chicago yang porak poranda karena krisis AIDS di tahun 1980-an, dan kisah paralel beberapa survivor krisis tersebut di tahun 2015. Membaca novel ini seperti diingatkan lagi, bahwa semua orang lanjut usia yang masih hidup dan bisa kita temui sekarang adalah penyintas atau survivor begitu banyak tragedi kemanusiaan, baik yang besar maupun yang kecil.

Termasuk kita semua, penyintas pandemi Covid-19, dan krisis polusi yang sekarang kita hadapi.

Semoga kita, the future survivors, masih bisa bertemu dan membaca tulisan-tulisan hasil melamun yang sudah kami lakukan sembilan tahun terakhir. Meskipun kami jarang hadir, paling tidak tulisan-tulisan yang kami buat di tahun-tahun lampau masih bisa dibaca. Walaupun dari saya pribadi, rasanya akan susah menulis dengan konten atau gaya yang sama seperti yang dulu-dulu.

Mungkin saatnya kita melamun lagi.

2 tanggapan untuk “Sembilan Tahun Melamun”

  1. setelah sekian tahun absen mengetik “linimasa” di kolom google, ini kali pertama saya melakukannya lagi,
    pada awal munculnya blog ini, rutinitas yang saya lakukan setiap pagi, setelah duduk di kursi kerja, menyalakan komputer, menyisip kopi adalah mengetik “linimasa” di kolom google,

    melihat bahwa blog ini masih eksis, entah kenapa ada kelegaan tersendiri,

    semoga setiap penulis blog ini diberi kesehatan, dan inspirasi agar tetap dapat mengisi blog ini

    amin

    Suka

  2. Hampir 10 tahun banget, yaaa … 🥲

    Suka

Tinggalkan komentar

About Me

I’m Jane, the creator and author behind this blog. I’m a minimalist and simple living enthusiast who has dedicated her life to living with less and finding joy in the simple things.