Dengan hormat,
Sejak media sosial berkembang, terutama Twitter, sebagai penonton film kami senang sekali karena sekarang kami bisa berinteraksi dengan para pembuat film Indonesia. Mulai dari sutradara, bintang film sampai pencipta musik idola kami. Tak hanya bisa bertanya, kami pun bisa memberikan pujian. Jika dan hanya jika, karyanya berkenan di hati kami. Mendapat satu tweet saja jawaban dari orang yang kami kagumi, rasanya dunia sesaat berhenti berputar.
Kami juga memahami, banyak atau lebih banyak film Indonesia yang gagal di pasaran. Jumlah penonton yang sedikit menyebabkan pendeknya masa tayang. Kadang, sebagai penonton kami bahkan belum sempat berkunjung ke bioskop. Maklum, kami masih mesti bekerja mencari nafkah. Kami tak bisa menonton film setiap hari. Seminggu sekali pun sudah bagus.
Dan saat kami bisa ke bioskop, kami pun harus memilih. Kalau jomblo tentunya lebih mudah. Tapi kalau sudah berkeluarga, ada kompromi yang harus kami lakukan. Anak-anak kami lebih suka menonton film-film yang akrab di pergaulan mereka. Dan memang kebanyakan bukan film Indonesia. Anak kami yang sudah remaja, bisa menonton sendiri bersama teman-temannya. Kadang mereka nonton film Indonesia, kadang film dari luar. Tergantung film mana yang sedang menjadi perbincangan diantara mereka. Sementara buat para orang tua, bisa meluangkan waktu sejam setengah sampai dua jam duduk diam menonton, itu sudah merupakan kemewahan di akhir pekan.
Melalui media sosial pula kami sering membaca, bahwa film Indonesia tidak berkembang karena kami sebagai penonton, kurang atau bahkan tidak menghargai film “karya anak bangsa”. Bahkan banyak yang menuduh selera kami buruk. Tidak mengerti mana film yang baik. Tidak memahami teknik dan bahasa film. Dan kami dianggap sebagai “penonton sinetron” saja. Kami diam saja mendengar tuduhan ini. Walau dalam hati kami bertanya “apa salah kami?”
Salahkah kami jika kami hanya memilih film yang ingin kami tonton? Sejujurnya kami tak peduli apakah itu film Indonesia atau film dari luar. Selama kami bisa menikmati dan merasa terhibur, kami pun bisa keluar dari bioskop dengan bahagia. Kami masih di tahap hanya bisa memilih satu film setiap pekan. Itu pun tak selalu bisa. Kadang kami tetap harus bekerja di akhir pekan.
Bukan tak pernah kami menonton film Indonesia. Bahkan lumayan sering. Terutamanya film-film yang bisa membuat kami senang setelah menontonnya. Kami tak terlalu suka diajak untuk berpikir terlalu dalam. Di kantor dan di rumah tangga sudah banyak yang harus kami pikirkan. Menonton film adalah kegiatan untuk menyegarkan kami.
Membawa kami sekejap keluar dari rutinitas. Melanglang buana melepas beban hidup sehari-hari. Berkhayal untuk menjadi yang kami tak mampu dapatkan di kehidupan nyata. Tak jarang, mencari inspirasi dan jawaban akan pertanyaan dan misteri kehidupan yang kami hadapi sehari-hari. Seperti, kapan kami bisa punya mobil sendiri sehingga tak perlu bergelayutan lagi di bis yang sesak dan panas. Bagaimana caranya kami bisa mendapatkan kekayaan lebih dengan kerja lebih sedikit. Cinta pertama yang harus kandas karena beda agama. Jawaban akan dilema bekerja sesuai gaji atau sesuai passion. Yang terakhir ya soal bagaimana kami bisa tetap merayakan Lebaran dengan sedikit kemewahan. Filosofis sekali bukan?
Lebih seringnya kami menemukan film-film Indonesia yang kurang menghibur. Seperti sulitnya membuat Rendang. Yang bagi kami, tinggal beli saja di Restoran Padang yang tersebar di seluruh penjuru kota. Atau film Indonesia yang membuat kami jadi merasa lebih miskin sesudah menontonnya. Karena kopi sachetan yang selama ini kamiย sukai, ternyata menurut film itu bukan kopi yang sesungguhnya. Atauย saat menonton film silat Indonesia, kami merasa kurang banyak melihat adegan silatnya. Kami berharap lebih banyak menonton adegan pertarungan yang seru yang membuat jantung kami berdebar. Ketimbang melihat keindahan pemandangan.
Pssst… ada juga diantara kami yang tau kalau film mengenai perjalanan Ayah dan Anak laki-lakinya yang sedang tayang sekarang mirip dengan film Le Grand Voyage yang terkenal itu. Kami mungkin suka menontonnya, tapi bukan berarti kami menghargainya.
Percayalah, kami tetap ingin menonton film Indonesia. Tapi tentunya film Indonesia yang memang dibikin untuk membahagiakan dan memuaskan kami. Bukan hanya karena film Anda adalah film Indonesia (dan kalau kami tidak menontonnya kami langsung dicap tidak menghargai karya anak bangsa). Mungkin kami belum sepandai pembuat filmnya. Tapi uang dan waktu yang diluangkan untuk menonton film Anda, adalah uang dan waktu milik kami. Karenanya, jangan dikte apalagi menghakimi pilihan kami.
Kami paham betapa sulitnya membuat sebuah film. Tapi di saat yang bersamaan, kami juga tidak bisa peduli mengenai hal itu. Mencari uang dan meluangkan waktu untuk menonton film Indonesia jugaย tak kalah sulitnya. Bahkan mungkin lebih sulit.
Surat ini kami sampaikan, bukan sekedar melontarkan uneg-uneg, tapi anggaplah sebagai tali silaturahim yang hendak kami jalin. Antara kami sebagai penonton film dan Anda sebagai pembuat film. Sama-sama ngerti’in, sama-sama nau’in. Kami akan menghargai kreasi Anda sebesar penghargaan Anda akan keinginan kami. Sebesar rasa ingin tahu Anda akan kehidupan kami. Berbicaralah dengan bahasa yang kami pahami. Hadirkan kami saat Anda sedang berkreasi. Perlakukan kami sebagai teman Anda. Teman yang saling menghargai. Teman yang saling memahami. Sekalinya kami merasa dihargai, maka kesetiaan kami pasti jadi milik Anda.
Semoga ke depannya, kami dan selera kami tak lagi disalahkan kalau kami memutuskan untuk tidak menonton film Anda. Bisa jadi karena tidak sempat, bisa jadi karena ada film lain tayang yang lebih menarik atau bisa jadi karena memang film Anda kurang sesuai dengan selera kami.
Dalam suasana Lebaran ini, kami pun ingin meminta maaf. Kalau selama ini kami sering melontarkan tweet-tweet yang bernada marah dan kesal setelah menonton film Anda. Sebenarnya lebih karena kami tidak paham, bagaimana cara yang kondusif dan konstruktif (ca’elaaaahโฆ) untuk menyampaikannya.
Akhir kata, selamat berkarya.
Salam Kreatif! sambil mengepalkan tangan membentuk huruf K
Tinggalkan komentar