Karena Kita Perlu Rumah

Kalau memang kita menganggap pasangan kita sebagai rumah, a home, maka:

• kita perlu waktu untuk mencari tempat calon rumah tersebut. Tidak bisa memilih sembarang lokasi. Demikian pula dengan calon pasangan sebagai rumah kita. Kadang ada yang bisa mendapatkannya secara cepat dalam sekejap, didorong oleh intuisi, kadang ada yang perlu waktu lama. Dan yang penting: saling cocok. Sama-sama available, and willing.

• Begitu dapat lokasi, maka kita perlu waktu lagi untuk membangun fisik bangunan rumah tersebut. Ada yang berbentuk rumah sederhana, rumah mewah, apartemen tipe studio, dan beragam jenis bangunan lainnya. Demikian pula dengan hubungan inter personal kita. Saat memutuskan untuk menjalin hubungan, maka di situlah pondasi awal mulai dibangun. Kalau masih terasa kosong, mari kita isi dengan usaha mengenali satu sama lain. Kalau masih terbuai di awang-awang, ibarat sejuta rencana dan ide tentang rumah yang belum jadi, maka kita mau tak mau terjungkal ke tanah saat melihat budget dan progress pengerjaan rumah.

keyhole-tomas-castelazo

• Sambil menunggu bangunan rumah selesai, kita masih mencicil pembayaran, dan mengurus semua keperluan administrasi rumah. Proses yang sepertinya tak pernah berhenti, dan mungkin tak akan pernah terhenti. Demikian juga mengenali keluarganya, teman-teman dekatnya, yang selalu berubah dan berevolusi, baik dari tingkah laku, pemikiran, dan untuk urusan teman, mungkin juga pergantian teman, seiring dengan berjalannya waktu.

• Saat rumah selesai, maka kini perlu mengisinya. Tak perlu buru-buru, yang penting sudah direncanakan dengan matang. Tak perlu buru-buru membombardir isi hati dan pikirannya dengan hal-hal yang kita sukai dan kita benci. Pelan-pelan saja. Let the other party start picking up. Lalu menemukan hal-hal lain yang disuka dan dibenci bersama.

• Saat rumah sudah terisi, kita tetap harus merawatnya dengan baik. Membersihkan secara rutin, merenovasi secara berkala. Merawat diri dan pikiran kita agar kita betah sama diri kita dulu sebelum pasangan kita juga betah. Mengganti barang yang sudah usang. Mengganti hobi dan kesukaan yang sudah lama tidak dilakukan, sambil mencari hal baru yang bisa dilakukan bersama.

• Kadang kita bosan dengan rumah kita sendiri. Saatnya pergi sejenak. Kadang kita perlu waktu sendiri, agar saat kita kembali, kita bisa lebih menghargai kebersamaan yang ada. Maka kita pun pergi untuk kembali.

• Mungkin kita perlu waktu lebih lama untuk kembali. Bisa jadi sangat lama. Mungkin rumah sudah terlalu rusak untuk diperbaiki. Biayanya sudah tidak masuk akal lagi. Sometimes the cost of fixing a relationship is too great to bear.

• Ada kalanya rumah kita jauh lebih baik saat ditempati dan dirawat oleh orang lain. Maka pelan-pelan kita belajar untuk melepaskannya.

• Kita pun mencari rumah baru, yang berbeda dengan rumah yang lama. Tak perlu disamakan, dan tak perlu berharap akan menjalani kehidupan yang sama. Toh umur kita sudah tidak sama lagi. Kalau kita tidak bisa menjadi lebih dewasa, paling tidak pengalaman hidup kita sudah bertambah, sehingga bisa jadi pegangan.

Sometimes, it takes a lifetime to build a home.

10-18-2-19-0-36-25m
(Source: artpal.com)

6 respons untuk ‘Karena Kita Perlu Rumah

  1. Seseorang pernah bilang saya rumah buat dia. Belakangan ternyata saya tau, saya cuma “rumah kontrakan” buat dia. 💔

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s