Jika Pablo Cikaso Bermain Musik

 

Scrap-Paper-Dinosaur-Collage-Art.png

Ketika sifat Jamaliyah menetes dalam nurani kita, maka turunannya yang timbul adalah seni. Batu cadas yang dipahat bisa menjadi “sebuah bentuk”. Deretan tinta menjadi kaligrafi. Potongan kertas yang ditempel bisa menjadi “sesuatu”.

Juga sisi kelembutan bunyi. Secarik suara, sepenggal denting, alunan yang disusun dengan selera, bisa membuat mimpi basah yang berawal dari gendang telinga.

Suara di tangan Pablo Cikaso, sebut saja begitu, menjadi sebuah scrapbook berisi remah-remah warna yang disusun secara abstrak, namun ternyata fraktal. Bagai secarik kertas ditempeli potongan berita koran, juga ditempel wajah SBY, lalu di sebelahnya ada potongan obituari, dan di atasnya sebuah tanda rambu lalu lintas tertera.

Pernahkah kamu bayangkan sebuah poster grup musik Tame Impala, ditimpa wajah Raam Punjabi, dan cuplikan foto trailer sinetron Tuyul dan Mbak Yul? Pernah? Sanggup? Oleh Pablo Cikaso bayangan yang baru saja saya sebutkan ini diwujudkan dalam bentuk sebingkis lagu. Pablo menyebutnya “If Kevin was Punjabi”.

 

Bagaimana? Keren bukan?

Itulah asiknya Raka Suryakusumah, nama asli Pablo Cikaso. Olah tempel suara yang dihasilkan sedikit mencengangkan. Sedikit nakal tapi banyak binal. Suara TOA yang biasanya diperdengarkan dari atas masjid dan membahana, tak luput dari keisengannya.

Terkadang Raka memilih jalur karir Barista sekaligus Bartender. Meramu tequila dengan dua gelas kecil espresso. Kok bisa? Kenapa ndak. Lagu Sepohon Kayu yang bernuansa relijius dikocok olehnya dengan semangat Daft Punk. Maka jadilah lagu “If Daft Punk think about the purpose of life”.

“Kenapa Pablo Cikaso?” Suatu ketika saya bertanya padanya.

“Pablo? Saya menyukai pelukis abstrak itu. Terkadang dia ekspresionis, juga surealis namun kita lebih mengenalnya dengan aliran kubisme. Cikaso? Karena saya dulu ngekos disana. Hahaha.”

Beberapa lagu Indonesia lawas juga ia garap. Dengan sentuhan Lo-Fi. Semacam trend bermusik dimana frekuensi lagu sedemikian rendah seolah-olah pita kaset sedang diperdendangkan. Bahkan terkesan mendem, yang pada gilirannya membuat hati tentram, jiwa tenang. Cocok dengan saya, anggota barisan Om-Om Tenang. Lagu “Andaikan kau datang kembali midnight talks remix”, misalnya.

 

“Oh, iya. Pertanyaan penting nih. Kamu anak twitter atau anak IG, Blo?”

“Wah pertanyaan yang susah dijawab. Saya dulu anak basket. Tapi sejak SMP sudah main twitter. Lagu saya juga diunggah ke youtube. Jika banyak kanal bisa disambangi, kenapa harus membatasi diri?” (catatan: akun twitter Raka adalah @_raksur dan channel youtube Pablo Cikaso )

“Oh ya? Sejak SMP?”

“Iya, jaman saya masih seneng nonton Crayon Sinchan.” 

“Oh filem kartun yang mengocok perut itu kan?”

Nope!”, dia menggeleng. “Filem Sinchan itu semacam musik Isao Tomita.”

“Maksudnya?”, tanya saya penasaran.

“Bagi saya, Crayon Sinchan film yang begitu tenang dan menenangkan”

Gimana-gimana?“, saya makin penasaran kenapa filem kartun yang terkadang kurang ajar itu malah tenang.

Biar ndak bingung, mas cekidot aja lagu saya ini. Nanti juga paham.”, ujarnya sembari menyalakan sebatang kemenyan rokok.

 

salam anget,

Roy

+ bonus lagu Crayon Sinchan versi mp3 ala Raka Suryakusumah. (supaya bisa didengar lewat hape walau aplikasi lain dibuka)

Tinggalkan komentar

About Me

I’m Jane, the creator and author behind this blog. I’m a minimalist and simple living enthusiast who has dedicated her life to living with less and finding joy in the simple things.