Aku berjanji takkan pernah lagi pulang pagi
Seminggu bapak slalu tunggu kami sampai pagi
Ku…berjanjiPadamu…selalu
Tak akan…terulang
Kembali…janjiku
Lain hari…
Bapak yang baik hati jangan pergi malam iniSiapa lagi yang slalu tunggu kami sampai pagi
Bukan maksud hati kami yang ingin pulang pagiMaafkan kami karna cuma bisa bikin janji
– Klarinet
Salah satu sumbangan yang cukup berharga dari bank yang ada di negeri ini adalah bukan saja soal sumbangsihnya mengongkosi banyak pelaku usaha, kredit rumah, atau pinjeman konsumtip lainnya, melainkan melahirkan profesi lama yang menjadi baru. Apakah itu?
Satpam.
Lewat Bank, Satpam dijinakkan menjadi garda terdepan pelayanan bagi bank. Coba saja kamu perhatikan. Saat memasuki ruangan yang namanya bank, maka pria atau perempuan berseragam yang identik disebut satpam, menyambut kita dengan sumringah. Kita akan diberikan arahan untuk ambil tiket sesuai keperluan. Kita diberi tahu dimana kita antre. Kemana kita harus menuju. Formulir mana yang perlu kita isi. Satpam atau Satuan Pengamanan berubah fungsi menjadi Satuan Pelayanan.
Kudunya Asosiasi satpam protes. Gajinya minta dobel. Selain mengendus dan membaca karakter setiap pengunjung, ia juga kudu jaga senyum untuk melayani.
Lewat Bank, profesi ini menjalar kemana-mana.
Sekarang di setiap fasilitas publik ada satpamnya. Perumahan elit sampai perumahan biasa. Dulunya hansip dengan seragam ijo, sekarang? Hitam putih. Apartemen elit ndak mesti ada resepsionis. Tapi mesti ada satpamnya. Di Mal, semua tas yang diperiksa pakai satpam. Bahkan sekolahan anak SD, apalagi jika mau dinobatkan sebagai sekolah bergengsi, maka Pakebon, Tukang kebun berganti menjadi Satpam.
Negeri kita selain negeri maritim ternyata menjelma juga menjadi Negeri Satpam.
Menjadi satpam ndak lagi musti pakai kumis tebal. Pasang wajah menakutkan. Pentungan besar. Cara bertanya pun bukan bentuk pertanyaan yang mencurigakan. Bentuk komunikasinya menjadi melayani. Ndak perlu bawa brik-brikan. Satpam bisa dikoordinasikan via whatsapp grup. Satpam sekarang betah cukup dekat colokan. Jika lagi sepi dia rajin unggah video di tik-tok, atau main mobile legend.
Perubahan yang tanpa disadari ini membuat saya bertanya-tanya apakah ada sekolahnya, ketika semua sudut kota, segala pojok fasilitas publik banyak berjejer satpam?
Ternyata profesi Satpam belum ada sekolahnya. SMK Kejuruan Satpam belum pernah ada yang buka. Sekolah Tinggi Ilmu Satpam juga belum pernah saya dengar.
Menjadi satpam adalah profesi otodidak. Heterogen sekali sekolahannya. Asal berbadan sehat, kelakuan baik, komunikasi lumayan, kuat bawa pentungan, punya otot betis lumayan, dan sanggup berdiri terus menerus, maka kamu layak menjadi satpam. Apalagi jika punya nilai plus: Ganteng atau cakep. Lolos!
Satpam juga dianggap sebagai sebuah peluang yang menggiurkan bagi pelaku usaha. Dalam peta dunia kerja, satpam boleh pakai alih daya atau outsource karena dianggap bukan jabatan utama yang kudu diangkat sebagai pegawe tetep. Maka ongkos biaya satpam relatif murah. Apalagi jika satpam itu bisa juga ngerangkep jadi juru parkir, resepsionis dan angkut-angkut barang. Komplit!
Makanya di bulan puasa, Satpam di apartemen atau komplek perumahan bakalan gembira. Ada saja kiriman tajil buat berbuka, atau salam tempel sekadar beli pulsa dari penghuni. Syukur-syukur dapat bingkisan berupa sarung, uang THR, dan kue lebaran bertoples-toples.
Satpam terkadang lebih paham isu yang terjadi di dunia pergunjingan. Korek saja. Kilikitik dikit, semuanya tumpah ruah. “Bapak ini pelit. Nah, kalau Om ini royal nih Pak. Sekali bantuin markirin mobilnya, ane dikasih ceban!”. “Tante ini suka gonta ganti gandengan, Pak!” Oleh karenanya, perlakukanlah satpam sebaik-baiknya. Pencitraan kita terkadang terletak di balik pentungannya.
Buktikan saja sendiri. kalau sudah CS sama mas Satpam, tamu-tamu di komplek rumah kita terkadang ndak perlu nitip KTP. “Oh tamunya Bapak Roy. Silakan Pak.” Bahkan kita bisa menjadikan dia seperti locker sementara. Ada barang titipan belanjaan onlen atau go-send, bisa diterima olehnya. Asal ya itu tadi. Biaya pertemanan harus dijaga baik. Uang kopi beres. Uang pulsa ada.
Saya ndak yakin dinas tenaga kerja punya data seberapa banyak profesi satpam. Sama halnya saya ndak yakin apakah dinas tenaga kerja punya data seberapa banyak profesi sopir pribadi di negeri ini. Atau pekerja rumah tangga.
Putaran nafkah di sekitar mereka cukup lumayan. Banyak perut yang bertumpu padanya. Sayang-seribu sayang, keterwakilan satpam belum ada di Senayan sana. Saya pastikan, mantan satpam belum ada yang naik ikut pilkada maupun pemilu untuk jadi wakil rakyat. Jika saja mereka kompak, hal ini ndak mustahil bisa kesampaian.
Padahal kita butuh pola pikir mereka untuk menjadi wakil rakyat. Murah senyum, melayani, rendah hati dan yang paling utama: Ndak bakalan tidur saat bekerja.
Wahai Satpam-Satpam Indonesia, Bersatulah!
Salam anget,
RoySatpam