Kembalinya Makna

Model baru Kaia Gerber, putri dari mantan supermodel Cindy Crawford, menjadi salah satu icon dari peragaan busana dunia. Kaia menjadi model pembuka atau penutup yang merupakan posisi prestise yang selama ini salah satunya dipegang oleh model Instagram dan reality show Kendall Jenner. Uniknya Kaia memiliki gaya berjalan yang mengingatkan pecinta fashion pada cara berjalan para supermodel era 80’an. Era belum ada media sosial sehingga menjadi supermodel merupakan perjalanan terjal dan berliku. Tak bisa hanya bermodal wajah dan tubuh rupawan.

Alexander Wang RTW Spring 2018

Yang menjadikannya lebih menarik, adalah membaca kolom komentar di Youtube. Banyak yang memuji Kaia seraya mengungkapkan kerinduannya pada peragawati “beneran”. Mereka beranggapan Kendall bisa meraih posisi sebagai model papan atas tak lebih hanya karena popularitas di media sosial walau mereka tak bisa berjalan di catwalk dengan baik. Hanya modal tampang dan popularitas.

Hal ini pula yang ditangisi oleh banyak profesional di berbagai bidang. Fotografer misalnya. Merasa sulit untuk bertanding dengan para selebriti Instagram yang populer dadakan walau tanpa pemahaman fotografi yang sesuai rumus dan ilmu. Atau para penulis buku, yang kehilangan pegangan saat profesinya seperti dirampas oleh penulis buku yang laris karena kepopulerannya di media sosial. Traveller, yang sudah sekian tahun bersusah payah menjelajahi berbagai tempat di dunia, dipaksa bersanding dengan traveller baru yang lebih beken karena banyaknya followers di media sosial.

“Dilihat-lihat, bosen juga ya sama foto-foto travelling ini. Pemandangan cakep-cakep, kasih caption puitis, udah. Semuanya sekarang begitu” keluhan ini keluar dari traveller “baru” yang sedang ramai kerjaan untuk keliling Indonesia. Atau seorang pria berbadan indah dan kerap memposting foto telanjang dadanya, menemukan kesulitan untuk meraup followers. “Susah banget mau naikin followers, padahal segala jurus udah gue kerahkan bentar lagi bugil nih!” katanya sambil tertawa perih.

Tentu ini bukan tanpa alasan. Setelah mata disodorkan pada keindahan-keindahan visual yang melenakan, sekarang tiba lah era keseragaman. Semua tampak sama. Semua indah, semua keren. Manusia #kekinian pun beranjak mencari yang baru. Mungkinkah yang baru ini adalah kedalaman makna? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Di aplikasi-aplikasi kencan untuk berbagai orientasi seksual pun belakangan mulai banyak status-status yang terang-terangan bilang “not for fun”. Setelah seks mudah didapatkan, cinta semakin sulit ditemukan. Begitu ungkapan salah satu profil. Mulai bermunculan status-status yang merindukan keintiman seperti “cuddling”, LTR Only dan tak lagi melulu mencari penetrasi. Manusia mungkin mulai merindukan kehangatan sesama manusia daripada sekedar ejakulasi.

“Good Body, Bad Sex” sebuah tuduhan yang lumayan keji untuk manusia kekinian. Semakin banyak yang memperhatikan keindahan tubuhnya dengan berolahraga dan diet. Tentunya selain urusan kepercayaan diri, juga untuk tampilan di media sosial yang lebih mumpuni. Di saat yang bersamaan, keinginan eksplorasi dan hasrat bersenggama semakin menurun. Ada banyak perkiraan penyebabnya, salah satunya karena terlalu sibuk mencari uang yang terasa semakin sulit didapat. Kemudian faktor agama yang semakin menguat. Mungkin juga karena berhubungan seks tidak instagrammable. Penyakit kelamin yang mengancam. Atau sekedar karena sudah terlalu lelah mencari eksistensi. Seperti apa sebenarnya, mari kita nantikan hasil penelitian di Universitas Google.

Mungkinkah Kaia menjadi simbol kembalinya era “beneran” yang selama ini dirindukan atau sekedar keanomalian? Kalau benar yang pertama, maka kita bisa berharap kembalinya buku-buku yang ditulis dengan baik kembali diminati daripada yang ditulis pesohor media sosial. Kita akan kembali menemukan foto-foto yang bercerita daripada sekedar indah dilihat. Lagu yang memiliki makna dalam dengan lirik yang enak dihayati daripada sekedar enak didengar. Dan profesi-profesi lain yang selama ini harus menepi untuk memberi jalan kepada yang mendapat pengakuan “instan”.

Sekolah menjahit yang tadinya mulai ditinggalkan karena lebih banyak yang ingin menjadi desainer pakaian saja, mulai ramai peminat. Para desainer mulai menemukan keterbatasan saat mendesain karena tidak memahami pola dan mesin jahit.

Seorang desainer muda yang baru-baru ini kembali mempelajari pola dan teknik menjahit, menemukan desain-desain barunya yang lebih baik dan dapat diterima pasar. “Kan tadinya main asal disain aja gitu, sekarang gue lebih ngerti biar baju gue lebih enak pas dipake mesti gimana gituuu” katanya sambil tersenyum bahagia. “Gue juga berubah sih kalo liat baju. Tadinya kan yang penting keren, lucu, udah. Sekarang gue mulai ngeliatin jaitannya, pilihan bahannya, jatuhnya di badan, gitu-gitu… Kalo liat ke belakang suka tengsin sendiri sih sama desain gue dulu” lanjutnya sambil tertawa lebar.

Kalau bandul sudah mulai bergerak ke arah ini, tak ada lain yang bisa kita kerjakan selain kembali ke meja kerja masing-masing. Kembali mencari ilmu untuk mendapatkan kedalaman. Yang selama ini menghabiskan waktu demi nampang di media sosial, harus mulai menyisihkan waktu untuk belajar sesuai dengan bidang yang diminati. Daripada sibuk memikirkan cuitan demi mengundang retweet, mungkin bisa mulai belajar menulis. Daripada mementingkan jumlah lope-lope di Instagram, mungkin bisa belajar jadi fotografer beneran. Kalau perlu belajar mencuci foto sendiri secara manual sehingga bisa paham sepenuhnya makna depth of field.

Atau kembali ke dapur dan mulai menghasilkan makanan-makanan yang mengguggah rasa. Tak melulu manis, gurih dan pedas. “Gila ya bo, minuman yang ngetrend sekarang pada manis-manis gilak!” kata seorang teman setelah mencicipi Mango Bomb setelah sebelumnya gandung Es Kopi Susu. “Tadinya yang pedes-pedes sampe gak berasa apa-apa selain pedes” lanjutnya mereferensikan saat di mana ramen pedas dan mie instant super pedas digandrungi.

Silakan hitung sendiri ada berapa kata mungkin di tulisan ini. Tulisan ini bukan kepastian atau rumus baku. Bukan pula cara penulisnya melindungi diri. Lebih tepat merupakan ajakan untuk sejenak melihat dari jauh dan meraba ke mana arah pergerakan. Gunanya untuk apa? Ya selain untuk bertahan juga supaya tetap eksis lah 🙂

 

19 respons untuk ‘Kembalinya Makna

  1. Tapi kalau dibilang “beneran”, sekadar cara jalan tidak bisa dibilang “beneran”. Bagaimanapun juga, Kaia anak dari Cindy Crawford, or Lily-Rose anaknya Johnny Depp dan Vanessa Paradis. Dia memulai dari titik yang berbeda dari kisah para “classic supermodels” macam Schiffer, Campbell, Evangelista. We can argue of what constitutes “beneran” or “supermodels”, but totally agree on “keintiman”. Or maybe, “companionship”. Dan oh, depth of field (DOF).

    Suka

  2. ada 7 kata mungkin di artikelnya, omGlenn :p

    agrees very much, especially banyak influencers2 baru yg gayanya ngikut2in yang uda ada. bosaaaan

    eniwei, aku into cuddling loh #eh #nff

    Suka

  3. Dulu di Snapchat atau Vine kalo gak salah pernah ada trend video lagi ML, video muka parner ML lagi tidur, dan pagi setelahnya koq.

    Melihat fenomena balik ke dalamnya makna, mungkin bener ungkapan yang beredar, “Authenticity never goes out of style.”

    Happy Monday, Pak.

    Suka

  4. jadi ingat komentar Pak Bondan Winarno saat salah satu pengikutnya merekomendasikan sebuah tempat makan yang menyajikan makanan superpedas, Pak Bondan menjawab “saya tidak butuh yang seperti itu.”

    Btw maap ni, ko Glenn, kalau kata KBBI “desain”, bukan “disain”.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s