Mari Ngeteh

โ€”

SEORANG kenalan di Samarinda mendadak tenar. Bukan karena kasus hukum maupun peristiwa fenomenal lainnya, melainkan karena ayam goreng yang baru-baru saja dijualnya kebanjiran penggemar.

โ€œBumbu dan rasanya enak.โ€ Ini yang bisa disimpulkan dari customer experience selama beberapa bulan belakangan. Meskipun tampilannya cenderung tidak berbeda, layaknya kudapan berbahan daging ayam yang banyak dijual di mal-mal.

Sampai suatu waktu, ada yang ingin tahu. Bertanya soal bumbu dan printil-printilan lainnya. Akhirnya dijawab…

โ€œYa sudah, kalau mau kamu ke rumah, nanti diajari cara bikinnya.โ€

Hampir semua yang mendengar jawaban itu kaget. Sebab lazimnya, resep ibarat ruh dari sebuah hidangan. Apalagi yang diperjualbelikan. Saat resep diketahui orang lain, tentu bakal memunculkan persaingan yang kurang mengenakkan. Belum lagi potensi berkurangnya pendapatan. Kendati pada akhirnya, urusan rasa kembali ke selera masing-masing penyantapnya.

Menanggapi kekagetan tersebut, si kenalan cuma menjawab ringanโ€ฆ

โ€œKan tangannya beda. Lagian, ilmu juga enggak dibawa mati kok.โ€

Semua pun terdiam.

Kalau dipikir-pikir, memang ada betulnya soal beda tangan beda rasa. Lagipula, seperti dalam obrolan di grup WhatsApp Linimasmas beberapa bulan lalu, terlontar pernyataan jika generasi muda saat ini cenderung malas masak sendiri. Maunya yang gampang: beli. Terlepas dari urusan harga. Lalu, pasti ada saatnya ketika makanan kesukaan tidak bisa lagi dinikmati setelah si pemasaknya pergi. Memboyong semua ilmu, resep, dan trik-trik memasak yang barangkali tak pernah dibagi sebelumnya.

Mereka seolah-olah meninggalkan dunia sembari meledek: โ€œsekarang, siap-siap aja kangen masakan gue ye…โ€

Dan mereka serta hasil olahannya selalu terkenang ketika lidah mengalami kerinduan: โ€œdulu, nenekmu bikin rawon enak banget. Sampai sekarang enggak ada tandingannya.โ€

Ini baru soal lidah, rasa yang dicecapnya, serta bumbu dan bahan yang dimasak demi menghasilkan rasa tersebut. Baru satu indra.

Bayangkan kita masih punya lima indra lainnya: mata, hidung, telinga, kulit, dan pikiran. Semuanya bermuara pada perasaan.

Dari mata, bisa merindukan pemandangan yang indah dan menyenangkan.

Dari hidung, bisa merindukan bebauan yang wangi dan menyegarkan.

Dari telinga, bisa merindukan suara yang merdu dan menghanyutkan.

Dari kulit, bisa merindukan sentuhan yang lembut dan menenteramkan.

Dengan pikiran, semuanya teramplifikasi. Keinginan untuk kembali merasakan hal-hal yang menyenangkan meningkat berkali lipat.

Apabila kembali ke hakikatnya, semua adalah kumpulan ingatan dengan kesan dan rasa. Hidup ini ternyata hanya sekumpulan momen yang muncul dan berlalu meninggalkan residu. Seperti ampas teh tubruk angkringan, yang tersasar masuk mulut dan tersangkut di ceruk gigi berlubang, untuk kemudian tak sengaja kembali ditemukan dan menghadirkan rasa yang sebelumnya pernah ada.

Sumber: trulyjogja.com

โ€ฆ

Kita belum benar-benar kaya, sebelum mampu memberi dan membagi.

Kita belum benar-benar pandai, sebelum mampu mengajari dan membantu memahami.

Kita belum benar-benar bahagia, sebelum mampu menikmati jadi diri sendiri.

Bukan perkara apa dan seberapa banyak yang dimiliki, melainkan kemampuan memanfaatkannya. Terserahย bagaimanapun caranya. Bahkan lebih dari itu, ialah kesediaan untuk menjadi mampu.

Adalah wajar bagi kita, untuk melekat pada hal-hal menyenangkan yang kita miliki. Melekat, karena menikmati efek maupun kesan yang dihasilkan dari hal-hal tersebut. Semenyenangkan ketika kita mereguk minuman favorit, atau mengecap hidangan kesukaan. Melekat, karena menganggap bahwa hal-hal yang menyenangkan itu begitu susah didapat. Sehingga akan terasa sangat disayangkan apabila berpindah tangan, hilang, maupun habis dilumat masa berlaku. Enggan dilepas, tak mau direlakan.

Selamat Rabu malam.

Maaf telat.

[]

11 tanggapan untuk โ€œMari Ngetehโ€

  1. (((rasa yang dulu pernah ada)))

    Suka

  2. kalau kata orang surabaya ini tulisannya wuuuuaaaapik buuuuuanget hihi ๐Ÿ˜€

    Suka

    1. Wuogh!!! Temenan tah? Hahaha… Suwun yooo… ๐Ÿ˜€

      Suka

  3. Keren mas naga tulisannya. “We’re just catching and releasing, what builds up throughout the day.”

    Suka

    1. Terima kasih yaaa… ๐Ÿ™‚

      Suka

  4. I love this writing, Gono.

    Suka

    1. Thank You, Mas. So very much. ๐Ÿ™‚

      Suka

  5. keren, tulisannya, bukan kejebak banjirnya.. koh gono kapan nyanyi dan diupload lagi?

    Suka

    1. Terima kasih kamu, yg bikin para penulis Linimasa kagum. ๐Ÿ™‚

      Soal rekaman suara… Ehm, takut nanti mengganggu keamanan dan ketertiban bersama. Hahaha!

      Suka

      1. to the linimasmas ๐Ÿ˜› makasih linimasa, yang pakai hati dan bikin belajar banyak. Nulis terus ya koh ^^

        Suka

Tinggalkan komentar

โ— About Me

Iโ€™m Jane, the creator and author behind this blog. Iโ€™m a minimalist and simple living enthusiast who has dedicated her life to living with less and finding joy in the simple things.