Tangga menuju langit adalah kepalamu, maka letakkanlah kepalamu di bawah telapak kakimu.. [Rumi]
Suatu saat Kebun Binatang Ragunan terlihat dipenuhi sampah berserakan. Maklum muslim liburan? Iya, ini bukan typo. Liburan natal, maka yang hadir di Ragunan patut diduga adalah muslim-muslim yang ndak-tau-harus-ngapain-telah-dianugerahkan-hari-libur-kebanyakan. Untung fokusnya bukan soal ini melainkan soal sampah itu tadi.
Ini tentang Pengelola.
Ada baiknya ketika membeli karcis, pengunjung tidak hanya dipaksa membeli tiket sumbangan PMI, tapi juga setiap rombongan pengunjung diberi satu paperbag (hasil daur ulang kertas koran yang dibuat sedemikian rupa dan) sederhana, yang akan digunakan untuk menampung limbah mereka sendiri saat berada di dalam kawasan kebun binatang. Saat hendak pulang, ada loka khusus yang menampung itu semua. Tadinya mau diusulkan kantong kresek, tapi mulut ceriwis pecinta lingkungan pasti akan protes. Karena protes adalah satu-satunya cara orang-orang yang hobi kontra menyatakan pro. Iya pro….tes.
Juga soal ini.
Setiap saat, jalanan Jakarta jalan yang ndak lebar semakin sempit oleh mobil yang diparkir di tepi jalan permukiman. Ada baiknya saat seseorang mengajukan kredit kendaraan, salah satu izin yang dikeluarkan adalah ketersediaan ruang garasi bagi calon pemiliknya. Dinas tata kota, melimpahkan kewenangan kepada setiap lurah untuk inspeksi warga. Coba dipastikan: garasi sendiri atau sewa. Jika ndak punya keduanya, kendaraan hanya sebatas iklan yang terbayang-bayang.
Sinergi. Menggiatkan kebersamaan dalam wacana, sikap batin, tutur dan kerja. Dinas pariwisata menghormati dinas kebersihan. Dinas pendapatan daerah menghormati dinas tata kota.
Soal parkir mobil, jangan sesekali menjatuhkan kesadaran kepada para suami yang selalu diteror para istri yang senantiasa hati panas melihat tetangga memiliki mobil baru. JANGAN! Bahkan, setiap hari makan indomi, telor, tempe, asalkan mobil kinyis-kinyis nangkring di pinggir jalan persis depan rumah, bahagianya sudah seperti Nassar diwawancarai televisi. Heboh dan lupa diri.
Ini juga penyebab mengapa isu kenaikan BBM selalu sensitif. Saat masih terbebani kredit hape, bayar rumah kontrakan, kredit mobil, uang pulsa, eh ada kesempatan ajukan protes yang dianggap lumrah, maka BBM menjadi obyek penderita. Sejatinya bukan karena BBM-nya, tapi dari dulu mau protes aja, tapi ndak tau apa yang harus diprotes akibat terbebani gaya hidupnya sendiri.
Sinergi itu seperti mata kanan dan kiri. Memiliki fokus yang sama dalam berpenglihatan. Jika suatu ketika ingin lebih fokus, salah satu boleh mengatupkan mata. Untuk sementara saja. Kerja sama dan bukan kerja paksa.
Bagaimana dengan warga? Apakah perlu sinergi? Tentu saja. Tapi lebih penting lagi: sadar diri dan rendah hati.
Rata-rata semua warga pengendara itu pandai membicarakan kebejatan Polisi. Tukang tilang demi uang damai, lapor hilang ayam tapi butuh biaya sebesar harga kambing, bla-bla-bla dan masih banyak bla-bla-bla lainnya. Anehnya, warga yang hapal di luar kepala tentang kelakuan polisi, saat naik motor di jalan perkampungan, bahkan jalan raya, dengan anggunnya berkendara melawan arus. Jarak tempuh dipangkas. Namun tak sadar, para pengguna lainnya menjadi korban waktu tempuh. Entah sejak kapan salmon berhasil melakukan evolusi dengan berenang di jalan raya. Melawan arus dalam rangka pemijahan?
Ini hal lainnya, masih tentang warga.
Tanggal 20 Januari tahun ini, air laut pada puncak arus pasang. Curah hujan tinggi. Kita malas bekerja bakti. Juga akumulasi buang sampah sembarangan. Juga tak paham apa itu biopori. Maka siap-siap saja kita dengarkan reportase dengan kalimat “sedengkul orang dewasa”, atau “sepinggang anak kecil” dan atau “sekepala kaum hobbits” banyak bermunculan di layar kaca.
Bukan saja pengusaha hitam membawa parcel kiriman kepada pejabat korup. Tapi juga awan membawa parcel kiriman berupa air melimpah menuju daratan. Padahal dari dulu teorinya tak pernah berubah dan sudah sama-sama kita ketahui: “air mengalir dari yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah”. Jika ada sumbatan dirinya akan menggenang. Jika dirinya tak bermuara, ia akan hadir bersama warga. Banjir. Mari kita rayakan awal tahun di barak pengungsian. Media sosial akan riuh dengan #Hashtag #Peduli #Bantuan dan #Posko.
Kita dipaksa bersinergi dalam kecemasan. Juga keterpaksaan. Eh, tunggu dulu! Bukankah selfie di arena waterboom butuh biaya tinggi. Jadi, nikmati sajalah. Atau kapanlagi kamu pergi ke Venezia. Jangan tanggung-tanggung, Venezia-nya yang dihadirkan di Jakarta. Soal ini ndak perlu minta tolong Ismaya.
Sinergi. Apakah berasal dari asal kata Sin dan Energy. Kekuatan para pendosa. Bukan! Juga tidak disebut Cosnergi. Apalagi Tangenergi. Ini bukan perkara matematik. Sinergi itu karena kita merasa, jika sendiri kita itu nothing. Terlihat hebat dan besar padahal suwung. Kosong. Sendiri sebetulnya bisa-bisa saja. Tapi tak mumpuni. Kurang optimal. Bisa jadi malah percuma. Tanpa sinergi dan berdaya upaya bersama, kita bagai gelembung buih balon sabun yang dimainkan anak kecil di taman kota. Banyak tapi sementara. Indah tanpa guna. Sebatas permainan enak dipandang mata.
Sinergi butuh kesadaran diri bahwa sendiri itu lebih sedikit dari bersama-sama. Baik jumlah maupun hikmahnya. Dengan bersinergi, satu tambah satu pasti hasilnya tiga. Ndak percaya? Coba tanya pengantin baru.
Sinergi juga butuh menomorduakan ego. Demi hidup yang lebih bahagia.
Kamulyaning urip kuwi dumunung ono ing tentreming ati
Kebahagiaan hidup berpangkal dari hati yang tenteram. Tak ada beban karena hidupnya ikhlas. Dalam dirinya hanya ada satu hasrat, yaitu hasrat untuk menanam kebaikan di antara sesama. Tidak perlu rupawan untuk berbuat baik. Banyak benalu yang wujudnya indah rupawan. Juga cendawan yang sedap dipandang, tumbuh sehat dari sesuatu yang busuk. Cantik namun mematikan!
Sejatinya apa yang menjadi lebih baik, dimulai dari kerendahan hati. Kepada Tuhan juga kepada manusia. Juga kepada alam. Bersinergi dengan apapun.
Bersinergi dengan alam. Dengan hujan. Dengan keadaan. Dengan Suasana. Dengan cuaca. Seperti yang disampaikan Iru Chan, teman saya:
“Jikalau suatu rencana berstatus hampir gagal akibat cuaca yang tak bersahabat
maka
BERSAHABATLAH DENGAN CUACA.
BECAUSE
LIFE
IS
FULL
OF
TARAKDUNGCES-NESS
2 tanggapan untuk “BECAUSE LIFE IS FULL OF TARAKDUNGCES-NESS”
penulis yang lagi gemes-gemesnya
SukaSuka
GMZ! 😜
SukaSuka