Semakin ke sini, semakin sering kita mendengar yang ingin menjadi freelancer. Alasannya bisa macam-macam. Kejenuhan kerja di kantor. Ingin meluangkan waktu lebih banyak bersama keluarga. Gak kuat lagi menghadapi macetnya Jakarta. Malas kerja. Atau sesederhana, ingin bisa bekerja dari cafe. Apa pun alasannya, percayalah, freelancer bukanlah soal pilihan profesi, tapi pilihan hidup.
Apa sih sebenarnya Freelancer itu?
Freelancer atau bahasa Indonesianya disebut tenaga lepasan. Pekerja lepas yang tidak terikat pada perusahaan atau institusi apa pun. Dia bekerja sendiri. Bukan pekerja paruh waktu, atau sampingan yang biasa disebut side job. Makanya, ada sebutan guyonan Full-Time Freelancer karena belakangan ada lagi yang menjadikan Freelancer sebagai sampingan, yang disebut Part-Time Freelancer. Pusing pala barbie.
Freelancer mengerjakan proyek berdasarkan dua kategori besar. Project Based dan Time Based. Project Based adalah pekerjaan yang didedikasikan berdasarkan proyek. Kadang bekerja sendiri dan sering juga bekerja bersama perusahaan atau sekumpulan orang. Misalnya, Freelancer Make Up Artist untuk sebuah produksi film. Maka dia akan bekerja mulai dari awal produksi sampai scene terakhir dari film selesai dishoot.
Kalau Time Based didasarkan oleh waktu. Selesai tidak selesai proyeknya, kalau waktu di kontrak dinyatakan selesai, maka selesai pula tugas Freelancer. Atau proyek konsultasi sementara waktu. Atau menggantikan posisi pekerja kantoran yang sedang cuti hamil. Atau sebagai tambal bedug saat sebuah posisi kosong.
Dalam mengerjakan tugasnya, ada Freelancer yang bekerja seorang diri, ada pula yang bekerja secara tim. Baik itu tim yang berisikan Freelancer semua atau bekerja sama dengan tim dari Perusahaan yang memperkerjakannya.
Apakah syarat menjadi Freelancer itu?
Yang terpenting tentunya memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh banyak orang atau karyawan. Tak jarang kemampuannya itu di atas rata-rata. Kenapa? Kalau kemampuannya sama saja dengan orang kebanyakan, akan sulit bagi Freelancer untuk mencari pekerjaan atau diperkejakan. Biasanya kemampuan khusus itu dibutuhkan untuk kasus tertentu. Misalnya, Freelancer Water Color Ilustrator. Tidak setiap saat perusahaan membutuhkannya makanya tidak diperkerjakan secara full-time. Atau Freelancer Cameraman. Di mana rumah produksi hanya memerlukan jasanya saat ada proyek. Beda dengan profesi seperti Resepsionis atau Keuangan. Ada atau tidak ada proyek, mereka selalu diperlukan.
Kemampuan khusus ini ada yang bersifat bakat atau karena pengalaman. Bakat tentunya menjadi daya jual yang sangat tinggi karena tidak dimiliki oleh semua orang. Pengalaman dimiliki karena waktu atau prestasi yang sudah dibuktikannya.
Benarkah Freelancer itu Free?
Banyak yang mengira menjadi Freelancer memberikan banyak waktu luang karena tidak ada Boss. Bisa mengatur waktu sendiri. Anggapan ini bisa salah bisa benar. Salah, karena Boss tetap ada. Wujudnya saja yang dalam bentuk Klien. Atau pihak yang membayar Freelancer tersebut. Benar, karena Freelancer memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak sebuah pekerjaan saat ditawarkan padanya.
Banyak Freelancer yang diharapkan bekerja dengan waktu yang tak ubahnya seperti karyawan. Biasanya karena proyeknya menuntut untuk bekerja sama dengan karyawan lain. Dan lebih banyak Freelancer yang bekerja dengan waktu yang lebih panjang dari jam kerja kantoran. Bisa karena deadline yang super mepet atau sifat pekerjaannya itu sendiri. Yang pasti, KPI dan deadline harus terpenuhi.
Hampir tidak ada proyek yang mudah dengan deadline yang wajar diberikan kepada Freelancer. Balik lagi karena kebutuhannya yang bersifat khusus. Lagian, kalau pekerjaan mudah dan deadline masuk akal, buat apa perusahaan mengeluarkan uang lebih untuk membayar Freelancer? Gunakan saja karyawan yang sudah ada.
Freelancer bisa bekerja di mana saja?
Tergantung proyeknya. Ada yang menuntutnya bekerja di kantor ada pula yang membebaskannya. Yang pasti tempat paling ideal untuk Freelancer bekerja adalah di rumah. Di tempat tinggalnya. Prinsip utama Freelancer adalah jadikan tempat tinggalmu sebagai tempat kerja terbaikmu.
Banyak yang berguguran menjadi Freelancer dan balik menjadi karyawan. Bekerja di cafe menjadi bayangannya sebelum menjadi Freelancer. Ya boleh saja, asal hitung-hitungan perduitannya benar. Jangan sampai, harga kopi, parkir, bensin, makan, transport dan lain-lain yang dikeluarkannya, melebihi untung yang akan diterimanya. Bo cuan!
Berinvestasilah pada perangkat kerja yang baik, jaringan internet yang memadai, suasana yang mendukung, dan kalau bisa, keperluan makan minum yang kalau di kantor disediakan oleh Office Boy. Jangan lupa, Freelancer itu juga merangkap sebagai OB, Finance, Kurir, dan berbagai profesi lain.
Freelancer hanya untuk para lajang?
Benar, karena pendapatan Freelancer sejatinya tidak sama setiap bulannya. Salah, karena kalau pintar mengatur keuangan, sehingga bisa menggaji diri sendiri dengan nominal yang sama setiap bulannya. Seorang Freelancer pernah ketakutan karena membaca ramalan kondisi keuangan negara yang sepertinya akan memburuk. Seorang Pengusaha Senior menjawabnya “di tengah keadaan yang tidak menentu, penghasilan Freelancer yang tidak menentu memiliki peluang untuk mendapatkan lebih banyak. Yang tidak dimiliki oleh yang berpenghasilan statis.”
Kemampuan mengolah keuangan ini memerlukan disiplin ala militer. Harus bisa jahat pada diri sendiri. Seperti yang disebutkan di atas, Freelancer adalah juga merangkap sebagai Head of Finance. Mana ada sih, Finance yang disukai di Perusahaan ? Kalau ada, bisa dipastikan Finance tersebut tidak melakukan pekerjaannya dengan benar. Finance harus pelit dan teliti. Demikian pula Freelancer.
Ngapain pas waktu luang?
Ada saatnya Freelancer kelimpungan karena pekerjaan. Ada saatnya Freelancer kosong melompong tidak ada pekerjaan. Banyak yang menggunakan waktu luang untuk menghibur dirinya. Berlibur, berbelanja, mengerjakan hobbynya, dan berbagai kegiatan yang sifatnya menyenangkan. Tak jarang, mengeluarkan uang. Tentu wajib. Namanya juga refreshing.
Tapi jangan lupa, Freelancer tidak mendapatkan training yang dikirim oleh perusahaan. Karenanya, harus bisa mentraining dirinya sendiri. Mulai dari mencari ilmu dari Google Institute, mengambil kursus singkat, belajar dari yang lebih ahlinya, dan sebagainya. Dengan tujuan, terus menambah daya jualnya. Kemampuan yang di atas rata-rata karyawan. Agar selalu ada alasan untuk Perusahaan menggunakan jasanya.
Bagaimana Freelancer menentukan harga jualnya?
Di belahan dunia yang lebih maju, Freelancer bisa menghitung berdasarkan waktu kerja. Dengan sebelumnya mencari tahu, berapa biaya pokok kehidupannya setiap bulan. Ditambah keuntungan yang hendak diraihnya. Untuk jelasnya, silakan cari sendiri di Google Institute.
Ada juga yang sudah memiliki tarif yang fix. Standar harga yang sama dengan perusahaan. Penawaran tidak sesuai standard, tawaran ditolak. Tentunya ini sebuah keistimewaan yang hanya dimiliki oleh Freelancer yang percaya diri pada kelebihannya.
Ada juga yang memasang tarif sesuai penawaran saja. Sesuai budget yang tersedia. Biasanya, tawar menawar ada pada waktu pekerjaan. Misalnya, proyek sejuta rupiah yang jauh di bawah standard, kalau bisa dikerjakan dalam 5 jam saja, tentu sangat menguntungkan. Ketimbang proyek puluhan bahkan ratusan juta, tapi dibayarnya tar-sok.
Apa pun pilihannya, Cashflow is The King! Membayar tagihan bulanan harus dengan tunai.
—
Pasti masih banyak pertanyaan seputar Freelancer. Yang pasti, pilihan menjadi Freelancer memang bukan untuk semua. Sama seperti menikah dan menjadi orang tua.
Tinggalkan komentar