Salah satu alasan kenapa saya berhenti melakukan salah satu pekerjaan saya beberapa tahun lalu adalah karena saya merasa tidak takut lagi.
Saat itu, saya sudah melakukan pekerjaan tersebut selama beberapa tahun. Setiap tahun ada beberapa projects yang harus kami handled. Kenapa pakai kata “kami”, karena memang saya bekerja dalam sebuah tim.
Selama beberapa saat terakhir sebelum saya berhenti, memang ada keresahan yang melanda dalam diri. Mungkin memang sudah saatnya mengakhiri pekerjaan tersebut. Tetapi setelah dirunut lagi, saya sempat kaget terhadap cara berpikir saya.
Kekagetan ini saya sadari saat menghadapi klien atau calon klien. Setiap mendengar pitch project yang akan di-propose, alih-alih mendengarkan dengan baik, tapi otak saya langsung berputar dan keburu berasumsi seperti, “Oh, dengan budget segini, kita bisa nih, pakai cara seperti ini.” Atau, “Oh, maunya dikerjakan 6 bulan. Paling bisa seperti ini.”
Lama-lama saya merasa pekerjaan yang saya lakukan adalah copy-and-paste template dari apa yang sudah dilakukan. Tinggal mengganti label atau nama yang dicantumkan di proyek tersebut.
Saat itu saya merasa ada kegentingan. Terlebih karena pekerjaan saya menuntut kreatifitas tinggi yang membuat satu project berbeda dengan yang lain. Saat kita merasa template yang kita lakukan sudah pernah sukses, dan yang kita ingin lakukan adalah mengulangnya, maka sebaiknya kita take a pause terlebih dulu.
Lambat laun saya mengingat-ingat lagi, apa yang sempat menjadi pendorong saya melakukan pekerjaan saya. Di masa-masa awal melakukan pekerjaan ini, sempat ada rasa ketakutan tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik, sehingga mati-matian belajar, mencari semua informasi, mencari bala bantuan untuk bisa menyelesaikan project dengan hampir sempurna. Selalu ada anxiety atau rasa deg-degan saat project diluncurkan. Seperti ada butterfly in my stomach melalui proses pengerjaannya.
Saya sempat merindukan sensasi seperti itu, sebelum akhirnya saya sadar bahwa rasa itulah yang saya perlukan untuk terus termotivasi bekerja. Bahwa saya belum tahu banyak, meskipun sudah melakukan banyak. Bahwa masih ada rasa takut yang bisa mendorong saya untuk menutupi ketakutan itu dengan melakukan apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
Akhirnya saya memutuskan berhenti dari pekerjaan itu. Lalu saya kembali ke profesi lama yang pernah saya tekuni, namun karena sudah saya tinggalkan beberapa tahun, landscape atau suasana pekerjaannya berubah. Infrastruktur berubah, orang-orangnya berubah, dan banyak sekali ketertinggalan yang harus saya kejar. Mau tidak mau, saya harus belajar lagi. Bersamaan dengan masa pembelajaran ini, tak dinyana anxiety itu datang lagi, bersamaan dengan excitement menghadapi suasana baru.
Dalam beberapa situasi, ketakutan yang kita hadapi karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, ternyata bisa mendorong kita untuk jadi belajar dan bekerja ekstra keras (dan ekstra cermat). Sometimes, fear is good to drive us forward. Karena kita hanya bisa menaklukkan ketakutan kita saat kita dengan mencari tahu lebih banyak, apa yang sebenarnya membuat kita takut.
Selalu cari tantangan baru di pekerjaan yang kita lakukan. Lebih mudah memang di pekerjaan baru, tapi di pekerjaan lama pun, selalu cari hal baru yang membuat kita excited melakukannya. Not knowing what you’re about to do can be the most exciting thing you’ll ever do.
Selamat tahun baru.
Konon, fear itu bagian dari survival dan progress. Konon lho ya (soalnya saya juga tidak begitu paham sebenarnya) 🙂
SukaSuka