Karena Kita Tidak Bisa Mengalami Semuanya

Di suatu malam di pertengahan minggu saat kami pulang dari bekerja, mengarungi lalu lintas yang tidak macet, teman saya, yang mengantar saya pulang, bertanya:

“Jadi kalau kamu pulang ke rumah, trus ngapain?”

“Kalau udah malem banget kayak gini ya paling tinggal ganti baju, cuci muka gosok gigi, trus tidur. Kalo agak susah tidur ya paling gue Youtube-an sambil tiduran.”

“Kalo pulangnya agak sorean?”

“Kalo masih sore banget, gue olahraga dulu sekitar sejam-an lah. Abis itu pulang, beli makan, makan malam sambil Netflix-ing atau nonton apapun di koleksi film gue, atau baca buku sambil dengerin apapun di Spotify.”

“Wow. Tipikal lajang sekali ya kamyu.”

“Hahahaha. Sialan!”

“Nggak ada siapa gitu yang dateng buat masakin atau makan bareng?”

“Kalau ada, gue gak akan nebeng pulang bareng elo, bukan?”

“Ya siapa tau, sudah ada yang nungguin di rumah.”

“Bantal guling gue?”

“Hahahahaha. Lumayan masih ada yang bisa dipeluk.”

“Amin!”

1

“Emang elo setahun bisa nonton berapa film?”

For leisure apa for work, nih?”

Both.”

“Hmmm. Kalo for work kan ya elo tau sendiri lah ya kira-kira berapa. Ditambah kalo for leisure, mungkin adalah sekitar 400-an in total.”

“Busyet! Dan belum baca buku. Setahun kira-kira berapa?”

“Wah, buku ini yang terus terang susah. Bisa konsen baca buku cuma kalo pas traveling. Atau kalo maksain banget ngeluangin waktu. Let’s say gue cuma bisa nyelesaiin 2-3 buku per bulan. Jadi dalam setahun ya 24-36 buku. Put it 30 aja lah.”

Not bad, not bad. Elo masih punya waktu buat nonton, baca, dengerin musik, that’s good.”

“Namanya juga single. Hahahaha.”

“Ih kamu! Hahahaha. Ya kan bisa juga cari pasangan yang suka apa yang kamu suka lakuin.”

“Tapi kan pasti ada waktu yang terpotong juga. Lagian juga, buku, film, musik, any work of art itu kan bisa bikin kita feel less lonely.”

“Bener sih.”

Loneliness sih tetep, kadang-kadang creeps you in sampe bikin nyesek. Tapi ya udah, sadar dan acknowledge aja rasa itu, sedih sesaat, dengerin lagu, nonton film apapun yang bikin gue escape dari misery, trus jadi baik lagi.”

10

“Jadi itu yang membuat elo selalu mengisi waktu dengan nonton film, baca buku, dengerin musik dan lain-lain?”

That, and other thing.”

What other thing?”

“Gini. Gue menyadari bahwa ada hal-hal dalam hidup yang either by nature or by choice, itu tidak mungkin gue lakukan. Misalnya, by nature tentu saja gue tidak tahu bagaimana rasanya menstruasi pertama kali, gimana rasanya melahirkan lalu menyusui. By choice, mungkin gue akan melewatkan bagaimana rasanya deg-degan mau menikah, mengucap ikrar janji sehidup semati. Definitely by choice, misalnya, gue gak tau rasanya jadi bandar narkoba atau buronan yang hidup dalam pelarian terus. Gue juga gak akan tau rasanya jadi presiden atau pengemis atau pengungsi, karena saat ini, profesi gue bukan seperti itu. Dengan segala keterbatasan itulah, maka gue seek refuge and knowledge di buku, film, lagu, atau foto yang gue liat di pameran. Gue mencoba merasa menjadi mereka lewat buku yang gue baca, film yang gue tonton, lagu yang gue denger. Sesimpel sekarang. Gue single, udah lama banget gak pacaran. But at least, gue bisa mencoba merasakan apa yang dilalui pasangan yang lagi in love to each other banget, lewat novel yang memang gue pilih untuk gue baca, lewat film rom-com yang emang gue pilih untuk gue tonton, just to be able to feel.”

Wow. That is some whole other thing. But what about talking to real person?

“Ya kan terbatas. Emang gue bisa gitu langsung telpon Jokowi apa Barack Obama gitu yang, “Oom, cerita-cerita dooong”, kan ya enggak. Dengerin elo curhat aja ya paling gitu-gitu doang isinya.”

“Sialaaan! Hahahaha!”

“Ya kan? Makanya gue selalu berharap ada something I can get dari setiap buku, film, foto, musik yang gue nikmati.”

“Kalo nggak ada?”

At least gue tidak merasa sendiri saat menikmati setiap karya itu.”

Nice!”

“Eh udah nyampe. Thanks for the ride, thank you for listening whatever nonsense I just said, and safe ride home as well ya! See you!

See you!

output_6YEXiO

3 respons untuk ‘Karena Kita Tidak Bisa Mengalami Semuanya

  1. Ping-balik: Qodar | linimasa

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s