Bergegas Menggagas

Ada banyak yang pandai melukis dan menggambar, tapi mengapa hanya beberapa yang namanya naik dan terus dipuja dan dikenang sepanjang masa? Ada jutaan orang pandai bernyanyi tapi mengapa hanya beberapa yang bersinar sampai akhir. Tak terhingga yang pandai menulis, tapi tak banyak yang menggugah. Setiap hari jutaan manusia di bumi ini mencoba berkarya sayangnya hanya sedikit yang berhasil diperhitungkan.

Kapan terakhir kali kita mendengar kata “gagasan”. Kata yang terkubur lama oleh kata-kata semacam cita-cita dan passion. Kata yang sepertinya tak pernah ada di bangku sekolah. Yang kalau menurut KBBI dipersempit maknanya menjadi “ide”. Padahal gagasan adalah soal sudut pandang. Yang menjadi awal dari segala kehidupan dan kreasi sesudahnya. Bahkan yang melandasi ide. Lebih dekat maknanya ke alasan, tapi rasanya kurang pas. “Ah banyak alasan lo?!” Berkonotasi negatif dan cenderung pasif.

“Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati meninggalkan nama.” Ini yang mengakar dalam kebudayaan kita. Padahal apalah artinya nama tanpa gagasan. Soekarno tidak menjadi Soekarno karena namanya. Tapi karena gagasannya. Demikian pula Nina Simone, Coco Chanel, dan Saridjah Niung a.k.a Ibu Sud. Mereka bukan sekedar nama, tapi gagasan. Gagasan besar yang masih hidup dan relevan sampai sekarang.

Setiap kali melihat logo CHANEL di mall eksklusif, di benak pasti muncul itu label orang kaya raya. Sangat kaya raya. Padahal, kita tak perlu mampu membeli karyanya selama kita mampu memahami gagasannya. Itu jauh lebih berguna bagi hidup kita dan sekitar ketimbang mengenakan jaket Chanel yang  legendaris.

Di Youtube ada banyak lagi interview dengan orang-orang besar yang namanya sering kita lihat, quotenya sering kita tweet, karyanya sering kita kagumi. Dari menonton interview itu kita bisa mengenali gagasannya. Sehingga kita tak lagi menjadi bangsa yang gemar mencontek hasil akhir karya mereka.

Tulisan ini berawal dari sebuah diskusi santai dengan teman-teman generasi millennials. Secara mengejutkan, di usia yang masih kepala dua menjelang tiga, mereka memiliki satu kesamaan “merasa hidup tak berarti”. Secara garis besar, mereka merasa apa gunanya hidup kalau toh kita akan mati juga.

Sebagai generasi yang melintas antara Gen X dan Millennials, bisa dibilang tantangan mereka lebih besar dalam urusan distraksi. Hampir setiap waktu yang dimiliki punya gangguan. Dulu sebelum tidur Gen X punya waktu untuk diam dan kemudian mulai berpikir apa saja, sendiri. Sekarang? Baca timeline media sosial. Belum lagi tekanan-tekanan untuk senantiasa menampilkan kehidupan yang keren di media sosial. (((SENANTIASA))). Menjadi distraksi untuk tidak lagi melihat ke dalam. Apa gagasan hidupnya? Jangankan yang muda, yang dewasa saja sulit setengah mati.

Gagasan tidak sama dengan tujuan. Gagasan adalah awal yang menjadi dasar dari sebuah tujuan. Sebelum kapal berlayar ke tujuan mana pun, gagasan yang memberikan alasan mengapa kapal harus ke tujuan tersebut. Karena memang sudah takdir? Karena kewajiban membawa penumpang yang sudah beli tiket? Atau karena ingin melancarkan perekonomian bangsa? Mendekatkan silaturahmi Lebaran? Atau karena ingin menjadi jembatan sehinga laut adalah pemersatu dan bukan pemisah antar pulau?

Ini menjadi begitu penting karena inilah nyawa dari kapal dan perjalanannya. Sehingga saat masalah datang, solusi apa yang akan diambil. Sehingga kapal tak merasa hampa karena rutinitas semata. Sehingga kapal merasa bangga akan perannya di masyarkat. Sehingga kapal tak lagi dilihat sebagai alat benda mati hasil rakitan manusia. Sehingga kapal menemukan siapa dirinya yang sebenarnya. Sehingga kapal bisa terus berfungsi sampai waktunya usai.

Ada seorang pemikir ulung di negara ini, cerdas cendekiawan, terkenal, dan ucapannya sering menjadi panutan dalam mengambil keputusan negara. Setiap kali ada orang baru yang ingin bertemu dengannya, pertanyaannya bukan apa posisinya atau di mana dia bekerja apalagi apa bintangnya? Tapi apa gagasan dia? Tanpa gagasan, bisa dipastikan orang tersebut tak akan ditemuinya. Sombong? Sah aja lah… daripada buang-buang waktu. Hare geneee…

Ini bukan pula soal gagasan besar dan kecil. Karena gagasan kecil bisa menjadi besar. Tapi tanpa gagasan, apa yang mau dibahas? Kehidupan jadi kosong seperti keluhan millennials di atas. Tak perlu jauh-jauh memikirkan cita-cita, apalagi passion, tentukan dulu apa gagasanmu.

Sebelum kamu ingin jatuh cinta, tentukan dulu apa gagasanmu. Apa pandanganmu tentang cinta, relasi, dan pernikahan. Demikian pula sebelum bekerja. Sebelum memulai hari, tanyakan apa gagasan hari ini? Terlebih sebelum kita ingin dihargai atau dipuja, tanyakan dulu apakah gagasanmu sudah pantas untuk dihargai dan dipuja?

“Gue pengen sih bikin apa gitu tapi gak tau apa dan mulainya gimana” pasti sering kita dengar. Sebelum tergesa-gesa mengikuti seminar dan kursus sana sini, atau berbincang dengan berbagai manusia di setiap sudut cafe di kota ini, ada baiknya pertanyakan dan tentukan dulu apa gagasanmu?

Sudah terlalu membosankan untuk dengar “let it flow ajalah…. mengalir”. Seorang teman dekat berkata “tai di sungai juga mengalir…”. Hidup tanpa gagasan itu tai. Tentukan sekarang. Sebentar lagi mati.


8 respons untuk ‘Bergegas Menggagas

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s