Belajar Bersimpati

SEBAGAI bukan pemegang KTP DKI Jakarta, selama ini saya merasa tidak sepantasnya ikut berkomentar tinggi atau memberikan respons sejenis tentang Pilkada di ibu kota, termasuk pada sub topik-sub topik yang mengekorinya. Saya hanya membaca aneka unek-unek, tanggapan atas status tersebut, dan artikel-artikel terkait yang berseliweran di media sosial dari siapa saja (warga Jakarta maupun bukan) untuk ikut tertawa atau malah rolling eyes sesudahnya.

Layaknya urusan rumah tangga orang lain, sebagai individu tidak berhak dan tidak bertanggung jawab untuk harus ikut nimbrung. Entah segaduh apa pun yang terdengar dari balik tembok rumah tetangga, segala yang terjadi adalah perkara privat. Toh apabila sudah sangat terganggu, yang dapat dilakukan hanyalah sebatas menegur sampai melaporkannya kepada yang berwenang agar ditangani lebih lanjut.

Sedangkan sebagai warga negara dengan kapasitas politik tertentu, “jatah” saya bukan di DKI Jakarta melainkan Pilkada Kota Samarinda dan Kaltim di tingkat provinsi, yang tampaknya masih berkutat pada pengulangan-pengulangan kepentingan tanpa ada bukti kemajuan pembangunan signifikan.

Anggapan tersebut masih saya pegang hingga Selasa kemarin siang, ketika sidang menjatuhkan vonis hukuman kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Rasanya, cukup sulit untuk tetap bersikap tak acuh dan tetap beranggapan bahwa hal ini adalah miliknya warga DKI Jakarta saja. Sampai akhirnya memutuskan ikut bergabung dalam aksi di depan LP Cipinang, semalam. Aktivitas tersebut menjadi pengalaman pertama saya berpartisipasi dalam sebuah unjuk rasa, jika boleh dikatakan demikian.

Apakah terasa menyenangkan? Oh tentu tidak! Bagaimana mungkin kita bisa merasakan kesenangan ketika hati sedang resah? Setidaknya dengan ikut berdiri di tengah jalan, terserah mau mengepalkan dan mengangkat tangan kanan atau kiri, serta bernyanyi bersama peserta lain dari berbagai kalangan usia, saat itulah saya belajar untuk lebih bersimpati. Ahok pun bukan lagi seorang calon gubernur, sehingga segala bentuk dukungan yang diberikan kepadanya tak semata-mata ihwal politik transaksional.

Di “sesi perdana” belajar bersimpati semalam, spontanitas dan kesukarelaan sangat kuat terasa. Terlihat dari beragamnya peserta, terlebih mereka yang baru bergabung menjelang pukul 8 malam. Selain saya, bahkan ada dua penulis Linimasa ikut bergabung… meskipun salah satunya pulang lebih awal. Kita semua berada di lokasi dan rentang waktu yang relatif sama, namun larut dalam aksi di posisi masing-masing. Saya baru tahu saat sudah ada di bus Transjakarta dalam perjalanan pulang.

Kami bertiga sepakat, jika bisa dibilang begitu, bahwa aksi dukungan moral untuk Ahok malam tadi merupakan tantangan atas militansi para pesertanya. Seberapa besar konsistensi para anggota Kelas Menengah Ngehe (KMN), singkatan dari salah satu penulis Linimasa, dalam mengekspresikan keresahannya atas vonis Ahok yang dinilai sebagai wujud dari mobocrazy. Iya, mobocrazy.

Kalo di kita. Baru dibilang ahokers aja pulang hahaha

Ndak mungkin mengalahkan 212 kalo hobinya masih antri Pablo.

Yang akar rumput itu demi imannya masih mau mengorbankan pekerjaan, keluarga dan kenyamanan. Yang KMN banyak syaratnya untuk bergerak. Apalagi kalo ndak ada untungnya.

…dan masih banyak contoh-contoh lainnya dalam bentuk mentions dan replies di Twitter.

Tidak semua jargon dan seruan yang disampaikan dalam orasi semalam saya amini begitu saja. Ada seruan yang bisa langsung saya sambut teriakan dukungan tanpa berpikir panjang, tapi ada juga yang malah bikin saya mengernyitkan dahi lantaran diselimuti pesan kebencian serupa dengan kelompok berseberangan.

Dari pengalaman semalam tadi, sepertinya bakal ada “sesi kedua” belajar bersimpati bagi saya.

[]

3 respons untuk ‘Belajar Bersimpati

  1. pada bagian :
    apabila sudah sangat terganggu, yang dapat dilakukan hanyalah sebatas menegur sampai melaporkannya kepada yang berwenang agar ditangani lebih lanjut

    ada ide, kemana harus melapor?

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s