Terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika sedang mengobrol dengan rekan saya yang seorang PhD ilmu sosiologi, kami sedang membicarakan kalau, apakah benar ada segolongan orang yang derajatnya lebih tinggi dari orang lain hanya karena lahir dengan nama keluarga tertentu? Rekan saya mengiyakan tanpa ragu. Tentunya salah satu alasannya karena dia pun menjadi salah satu anggota dari golongan yang sedang kami bicarakan. Tanpa berpikir panjang saya membuat celetukan bahwa, pikiran itu seperti feodalisme buat saya. Tanpa disangka rekan saya menukas, “lei, kamu pakai istilah yang benar dong, jangan mengikuti kebanyakan orang yang menggunakannya dengan salah.” Kesombongan saya tercuil rasanya, tetapi saya berpura-pura tertawa sambil menampik dengan meminta maaf kalau saya salah semantik.
Setelah berpisah dari rekan saya itu saya langsung mencari tahu apa sebenarnya arti kata feodalisme dan ternyata di wikipedia bahkan turut dijelaskan penggunaan yang salah, yaitu seperti yang saya lakukan di depan teman saya. Malunya.
Berlalu lah hari hari di mana saya dengan bebas menggunakan kata yang saya hanya tahu lewat percakapan tanpa memeriksa dulu dengan detail apa artinya dan bagaimana menggunakannya di dalam percakapan.
Apakah saya mau meneruskan berbicara tentang semantik? Tidak juga. Hanya ingin membagi kejadian memalukan saja. Satu lagi yang ingin saya bagi. Suatu hari saya mendapat email resmi dari sekretaris salah satu petinggi perusahaan. Surel ini dibuka dengan “D.H.” yang membuat saya sejenak tertegun dan berpikir. Dan ternyata “D.H.” itu kepanjangan dari “Dengan Hormat”. Astaga sekali bukan?
Saya tidak terlalu cerewet soal menyingkat kata di percakapan teks lewat ponsel, karena saya sendiri seringkali bergulat dengan keypad yang terlalu kecil untuk jempol yang terlalu besar. Tetapi pada korespondensi resmi yang saya tahu diketik dengan keyboard ukuran besar dan komputer, dan yang dipilih pun kata pembuka yang tidak segitu panjangnya juga.
Satu cerita lagi. Waktu itu saya menanyakan sesuatu ke seorang eksekutif humas sebuah merk kecantikan. Kemudian dia membalas pesan pendek saya dengan kata ganti orang “kamu”. Patut dicatat kalau beliau sangat paham identitas saya ya. Dan saya tidak gila hormat. Gila yang lain, ya, tapi bukan yang itu.
Jadi apa inti tulisan saya kali ini? Nantikan di post minggu depan ya!
5 tanggapan untuk “Komunikasi”
[…] yang kurang memahaminya. Terutama korespondensi resmi dalam konteks bisnis dan pekerjaan. Melihat post saya minggu lalu, mungkin paham dengan sekretaris salah satu petinggi di kantor yang suka menyingkat kata yang tidak […]
SukaSuka
Tulisan edisi kali ini ada cliffhanger-nya. 😅
SukaSuka
seperti ending episode LOST boom
SukaSuka
baik Ibu Leisafira, saya nantikan..
grammar Nazi
SukaSuka
😀
SukaSuka