Undangan itu berwarna hijau daun dengan emboss monogram AA. Andi dan Aulia, keduanya adalah kawan sekelas adik sepupuku. Andi berumur 18. Aulia, 20. Mereka baru saja sukses melewati masa pubertas dengan cemerlang. Dan yang terpenting, mereka berani memutuskan untuk menikah!
Aku maksa ikut dalam jajaran tamu ndak diundang. Sejujurnya banyak sekali pertanyaan yang ingin aku muntahkan untuk mereka jawab, tapi urung dilakukan karena waktu bersalaman ndak cukup untuk mengajukan tanya jawab lisan di pelaminan. Akhirnya terjebak dalam permainan tebak-tebakan. Tebakan paling logis dengan akurasi tinggi adalah: Hamil diluar nikah. Kenyataanya, salah! Kedua mempelai memutuskan untuk menikah karena cinta, seiman, merasa siap mengemban tanggung jawab sebagai suami-istri, dan positif direstui orangtua. Keterangan ini aku dapatkan dari kasak-kusuk para tamu di seputar meja makan. Dalam tiap resepsi pernikahan, meja makan bisa jadi biografi ringkas kedua mempelai–percayalah. Bagaimana bisa kedua jiwa muda ini memutuskan perkara yang begitu tua?
Jangankan membuat daftar alasan pernikahan, niat aja susah diwujudkan. Lebih dari 90% kawan lajangku mengatakan belum siap menikah, sisanya gay dan lesbian. Metode kemudian diubah dengan mengajukan satu pertanyaan pada kawan yang sudah menikah-dengan mengabaikan faktor umur, ras, dan tingkat ekonomi. Pertanyaannya: apa yang membuat kalian yakin dialah orang yang tepat? Aku ndak berani pastikan data berikut adalah valid, namun mereka sepakat menjawab:
I don’t know, that was just a click!
Gitu aja. Titik. Begitu bermaknanya click tadi bagi seseorang hingga mengorbankan status lajangnya dengan menikah. Click ini sama sekali bukan cinta. Tapi indikator khas seseorang yang membangkitkan intuisi secara sadar dalam mengambil keputusan. Karena kekhasannya itulah, maka click pada masing-masing individu berbeda. Dan masih tetap menjadi misteri sebelum kita mengalaminya sendiri. Click bisa saja timbul dari hal yang masuk akal seperti: umur, harta, dan orangtua; juga hal diluar nalar seperti: mimpi, lemparan bola, ikan koki, dan Saddam Hussein. Salah seorang kawan mengatakan kalau dia mendapatkan click dari mimpi indah bulan Ramadhan yang dialaminya. Kawan yang lain yakin click-nya adalah waktu melihat pasanganya terjatuh di tangga kampus. Sekarang aku khawatir kalau-kalau click-ku datang waktu melihat pasanganku disamber metromini.
Kembali ke Andi-Aulia. Mereka mendapatkan click di usia belasan? Bahkan mereka sama sekali ndak kenal Saddam Hussein atau memelihara ikan koki. A very thin line between responsibility and naive. Bagi pasangan muda ini dibutuhkan lebih dari sekedar click untuk memutar kemudi sebagai pasangan menikah. Setidaknya ada empat perkara yang berhasil mereka akurkan sebelum menikah. Adalah cinta, iman, harta, dan restu kedua orangtua. Prestasi membanggakan bagi keduanya. Empat hal tadi merupakan racun-racun alami yang wajib diobati dengan bijak. Banyak diantara kita yang gagal menikah karena satu dari empat hal itu ndak terpenuhi.
Cinta sendiri punya berjuta-juta rupa. Kamus apapun ndak mampu mendeskripsikan kata cinta yang kemudian disepakati bersama. Jauh lebih tua dari agama, cinta menjelma sebagai keindahan juga kesakitan yang diimani segenap manusia. Ia datang berbekal kejutan dan kebetulan. Walaupun kita ndak mampu mengupas artinya, tapi kita punya keahlian untuk meramalkan musimnya. Usia belasan adalah waktunya serangan cinta terbesar. Spring time for love. Umur kepala dua mencerminkan tingkat mencintai yang lebih tegang dan penuh gejolak. Akhor duapuluhan kita akan lebih tenang dalam jatuh cinta. Menjelang tigapuluhan, mencintai adalah waspada. It is re-youth at 40. Jatuh cinta di umur separuh baya adalah mukjizat. Jatuh cinta di umur 70 adalah guyonan. Ndak heran kalau pasangan Andi-Aulia berkata mereka saling mencintai, toh kenyataannya mereka dalam siklus yang tepat untuk ini.
Iman. Hingga kini di Indonesia, agama adalah unsur dasar membina satu keluarga. Mau ndak mau, kesamaan iman merupakan syarat menikah yang dianut sebagian besar peraturan agama kita. Kita ndak sedang mengorek apa dan kenapa agama jadi begitu penting dalam menyatukan dua jiwa yang saling mencintai. Andi-Aulia dengan sangat beruntung memiliki kesamaan iman.
Secara biologis, tentunya pasangan Andi-Aulia sudah sangat bertanggung jawab atas kemampuan materi diri mereka sendiri. Walaupun muda dan belum mengecap pengalaman kerja, orangtua mereka adalah pondasi utama berkenaan dengan masalah kesiapan finansial. Dan antusiasme mata mereka mencerminakan kesiapan segenap jiwa raga untuk berkata: I do!
Restu besar kemungkinan diatas segala-galanya. Momok yang satu ini berada diatas agama dan cinta. Memastikan restu kedua orangtua adalah hal yang wajib dilakukan semua anak sebelum menikah. Prosesnya ndak jarang sangat melelahkan dan penuh konflik. Bagi sebagian orang, menikah tanpa restu akan menuai kutuk di kemudian hari. Biasanya, pendekatan terhadap orangtua inilah yang dilakukan di awal-awal sebuah hubungan. Orangtua punya hak otonom atas nasib anak mereka dengan asumsi: demi kebaikan; namun demikian manusia dianugerahi hak asasi dalam menentukan nasibnya sendiri menjadi lebih baik. Jalan utama yang bisa ditempuh adalah kompromi. Pasangan muda Andi-Aulia resmi mendapatkan restu tulus kedua orangtua mereka, mungkin dengan mudah atau dengan jalan kompromi yang panjang.
Cinta, iman, harta, restu orangtua, dan click merupakan modal besar menjalankan pernikahan. Hebatnya, kedua pasangan muda itu jauh melampaui orang dewasa dalam memutuskan. Secara gambalang kita dihadapkan pada kenyataan bahwa kedewasaan hampir ndak bersentuhan dengan umur, bukan pula hubungan yang berbanding lurus. Seperti menunda pernikahan hingga usia lanjut; mempercepat pernikahan di usia muda juga merupakan rangkaian keputusan yang cukup berat. Keduanya ndak adil jika dibenturkan dengan salah dan benar.
Menikah di usia kurang dari 25 mengandung keberanian yang luar biasa. Risiko yang akan dihadapi kemungkinan sama besar dengan pernikahan diusia 25 keatas. Keuntungan dan kekurangan keduanya terletak pada sektor-sektor yang berbeda dalam perkawinan. Satu-satunya ukuran yang bisa dijadikan bahan acuan adalah–ironisnya–konsekuensi pasca pernikahan. Artinya keputusan tadi benar atau tidaknya dilihat dari apakah pasangan itu mampu mempertahankan pernikahanya hingga batas janji yang mereka ucapkan? Dengan demikian, kebenaran akan terungkap setelah pernikahan dilaksanakan. Berarti pula click bisa jadi suatu kesalahan? Ya!
Perhatikan sebagian kecil yang membuntuti kita setelah menikah. Rumah tinggal, anak, keuangan, dan beragam tantangan lain. Apakah Andi paham bahwa harga apartemen di lantai 17 jauh lebih mahal dibandingkan yang berada di lantai 3 dengan spesifikasi yang sama? Apakah Aulia paham bahwa bayi yang diare tiap kali disusui artinya lactose intolerant? Apakah keduanya paham bahwa asuransi menuntut risiko yang lebih tinggi dibandingkan deposito? Dan pemahaman-pemahaman lain yang membutuhkan kesiapan ndak hanya mental tapi juga jasmani dan materi. Mungkin mereka akan menjawab: gimana bisa paham kalau ndak dijalani?
Bagaimanapun, menikah adalah momen kebanggaan anak manusia. Perayaannya melibatkan segenap kerja keras, sepasang cinta dan korban harta benda. Tak mengenal umur, kebahagiaan selalu terkait keputusan yang kita ambil setiap hari. Penyesalan ndak mesti menyedihkan kalau kita mampu belajar darinya. Ingatlah, Click mungkin saja terjadi sesaat setelah kita berkata: no way!
8 tanggapan untuk “CLICK!”
[…] sebuah artikel dari Linimasa yang ngebahas tentang alasan kenapa seseorang akhirnya bisa memutuskan untuk menikah, untuk […]
SukaSuka
Reblogged this on #tintakopi.
SukaSuka
[…] CLICK!. […]
SukaSuka
[…] bukan merupakan prioritas utama. Terlalu banyak yang harus dipertimbangkan. Konon setidaknya aspek cinta, iman, harta dan restu orang tua harus terpenuhi. Sementara dengan dutch wives ini anda hanya butuh uang dan fantasi terliar anda. […]
SukaSuka
Justru ketika saya menemukan “click”, meskipun dengan perasaan yang sama, komitmennya malah dilunturkan begitu saja. Perasaan kami sama. Tapi komitmennya nggak dijalani. Click yang aneh.
SukaDisukai oleh 2 orang
Don. Kalau nanti aku tetal melajang sampai tua & menyukai homo. Kamu adalah tersangka utamanya.
SukaSuka
Loh…
SukaSuka
Bahahaha… BRB mau cari homo
SukaSuka