Perempuan lajang di sekitarku ternyata lebih banyak dari laki-laki yang pernah aku tiduri. Ditambah dengan janda yang aku kenal, jumlahnya sama dengan penduduk Pulau Seribu. Fenomena apa ini? Ya bukan apa-apa, kerena memang begitu adanya. Apa anehnya melajang hingga umur 35? Apa anehnya ndak menikah di umur 38 tahun? Apa anehnya menjanda? Condoleeza Rice, Suti Karno, Kylie Minogue, Megawati… Hail Mary!
Status ini, bagi diri mereka sendiri sudah cukup menegangkan, terlebih jika dicampuri oleh pihak-pihak lain yang mendadak jadi ‘penuntut’ ketimbang pemberi solusi. Orang menilai umur 30-an adalah masa kritis bagi perempuan. Pilihan mereka tersisa di tiga kategori: Duda, dildo atau suami orang. Mereka sedang ‘lincah-lincahnya’ sebagai perempuan matang, dewasa, dan punya penghasilan sendiri–kriteria yang sering dilupakan laki-laki.
Mencari jodoh akhirnya masuk dalam agenda harian mereka. Padahal jodoh akan datang sendiri tanpa disangka-sangka, tanpa diundang, apalagi dicari-cari. Bukan karena mengejar karir atau memutuskan untuk ndak menikah, tapi keberuntungan seringkali memihak orang lain. Aku paham apa yang mereka rasakan. Setidaknya berusaha untuk mengerti. Status lajang itu kebanyakan dilatari serangkaian peristiwa. Alasannya tidak pernah tunggal.
Dari mereka pula aku banyak belajar. Hidup itu tentang strategi dan kompromi. Semoga berikut ini bisa jadi solusi.
APA YANG HARUS DILAKUKAN
Camkan! Jangan terlalu sering menghadiri pesta pernikahan orang lain. Terlalu banyak keluarga baik-baik di sana. Mulut-mulut usil. Kakak mempelai perempuan dan MC nya saling meniduri. Lupakan. Lagipula harus diet sekian bulan untuk memasukkan lemak pinggang itu dalam kebaya yang “manglingi.” Sleepless in Seattle? That was a myth honey. Your virginity is automatically negligible, so go on… It’s ok! Berlakulah ramah pada siapapun. Julukan ‘Perawan Tua’ jauh lebih buruk dari ‘Telat Manten’. Oprah lebih manusiawi ketimbang Martha Stewart. Sekali anak hadir, maka laki-laki tiba-tiba jadi langka. Bersahabatlah dengan kosmetik. Pastikan dalam tas tersedia pensil alis, blush-on, lip balm dan kondom!
TANYA-JAWAB
Kalau terpaksa mesti datang ke pesta pernikahan. Pasang tameng selain Spanx dan Guerlain.
“Aduh kapan menikah?”, atau “Kapan nyusul Dewi? Nanti terlambat lho”. Silakan jawab dengan lugas dan tegas: Besok hari sabtu habis lebaran. Dan tinggalkan arena. Jangan lupa tersenyum.
“Kamu umur berapa sekarang?” Jangan dijawab. Kedipkan kedua mata sebagai pertanda cukup ranum untuk dipetik.
“Anak kamu mana? Kok ndak diajak?”. Pertanyaan ini pancingan untuk memunculkan pertanyaan pertama (diatas). Maka, langsung jawab: Besok hari sabtu habis lebaran.
Kuncinya: Jawaban harus kurang dari 10 kata. Kalau terlalu panjang akan berbuntut pertanyaan berantai yang melelahkan.
BERKELOMPOK
Berkumpul bersama dengan kawan yang sama-sama dizolimi oleh nasib akan sangat menguntungkan. Ingat, anda ndak sendiri. Bukankah tadi aku bilang setara populasi Pulau seribu? Berkumpul mendirikan partai bisa menghindari tekanan yang datang dari dalam diri sendiri. Di lain pihak, jika salah satu anggota partai akhirnya menikah, jangan kemudian dipecat. Dari merekalah kita bisa menimba sesuatu. Jangan lupa partai lajang semacam ini juga dilakukan oleh lajang laki-laki. Gender yang satu ini bahkan begitu dramatis. Mereka jadi liar waktu gerombolan lajang perempuan melenggang.
KENALI MUSUHMU
Ketika berperang, kita harus betul-betul memerhatikan medan dan musuh. Medan anda tentunya: Laki-laki. Musuh, sayangnya, lumayan banyak dan kuat. Aku urutkan dari yang paling lemah: Gadis-gadis “muda”, ayam-ayam tobat (mereka akan mencari cinta dengan sangat agresif), laki-laki lain (lebih baik anda segera menyerah), dan diri anda sendiri. Yang terakhir adalah yang paling berat karena penyakit-penyakit pesimistis, choosy, dan mudah bosan itu sangat menghabiskan energi.
UMPAN BALIK!
Anda akan menghadapi aneka perjodohan yang diprakarsai oleh banyak pihak. Orangtua, tante, kakak-adik, kawan kantor, kawan orangtua, atau orang yang ndak terduga sebelumnya–mantan pacar. Kebanyakan dari mereka hanya sepintas lalu menawarkan perkenalan dengan seseorang, kemudian diingkari begitu saja. Tanpa sadar mereka berjanji. Yang namanya janji tentu harus ditepati. Anda punya hak untuk menagih janji itu. Umpan balik adalah pedang bermata dua. Pertama, sebagai sarana silaturahmi yang baik. Kedua, sebagai sumbat mulut-mulut usil.
Kalau ditawari hal demikian:
“Nanti tante kenalin sama anak temen tante, cakep deh”. Jangan lupa melakukan aksi umpan balik, seminggu atau sebulan setelah janji itu terucap.
“Halo, Tante Nanik. Ini Rina, mana anak temen tante yang mau dikenalin itu?”

Tinggalkan Balasan ke fadompas Batalkan balasan