Jumlah serial televisi yang saya tonton sepanjang tahun ini berkurang sedikit, menjadi 60-an. Namun setelah saya pikir-pikir lagi, “hanya” 60-an serial ini setara dengan 200 film panjang.
Saya menghitung dengan perhitungan sederhana, yaitu 60 seri dikali 10 episode (secara rata-rata per seri) dikali 40 menit (rata-rata durasi per episode). Sudah ada 24.000 menit. Kalau misalnya film panjang rata-rata durasinya adalah 120 menit, maka jumlah ini setara dengan 200 film panjang. That’s a lot!
Dan kekagetan ini baru saya rasakan saat saya menyusun daftar tahunan ini. Investasi waktu yang harus kita sediakan untuk menonton serial memang jauh lebih besar dan lebih banyak dibanding menonton film panjang, apalagi film pendek. Namun kekuatan model bercerita serial masa kini, yang membuat kita bisa merasa dekat dengan karakter-karakter yang ada di layar, akhirnya bisa membujuk kita untuk menghabiskan waktu lebih banyak lagi. Kalau di layar televisi atau komputer atau ponsel kita sudah ada tulisan “Continue watching”, kita akan langsung klik tulisan itu ‘kan?
Dan inilah 15 serial yang saya terus tonton dari awal sampai habis musim penayangannya tahun ini.
15. The Beatles: Get Back (Disney+ Hotstar)

This one’s strictly for the fans. Kalau tidak, menghabiskan waktu 8 jam nongkrong bareng The Beatles di studio rekaman mungkin akan terasa membosankan. Sementara untuk penggemarnya, seperti saya, sudah pasti merasa gemas melihat proses pembuatan lagu-lagu di album “Let It Be”, yang berujung pada penampilan bersama-sama terakhir mereka untuk publik, di atap studio rekaman mereka pada 30 Januari 1969.
14. The White Lotus (HBO)

Miniseri ini membuat saya penasaran setiap minggunya. Isu kesenjangan sosial yang diangkat dalam gaya komedi satir ini menjadi semakin efektif saat plot whodunit thriller masuk ke dalam cerita dan menjadi benang merah serial ini. Sudah saatnya juga kita mulai memberikan penghargaan kepada Jennifer Coolidge. It’s been long overdue.
13. Girls5Eva – Season 1 (Peacock)

Spirit serial “30 Rock” dan “Unbreakable Kimmy Schmidt” sangat terasa di musim pertama serial terbaru karya Tina Fey ini. Premise serial ini memang sudah menggelitik, yaitu sebuah girlband berusaha bangkit kembali, making a comeback, setelah hampir 20 tahun. Isu seputar ageism ditampilkan dengan cerdas lewat bantering of wits khas Fey, dan Renee Ellis Goldberry harusnya dinominasikan untuk Emmy Awards atas performanya yang selalu mencuri perhatian.
12. Only Murders in the Building (Disney+ Hotstar)

Ah, the joy of some old-fashioned fun. Cerita misteri pembunuhan selalu menarik untuk diikuti, dan serial ini berhasil mengangkatnya dalam penceritaan yang klasik, namun masih memberikan ruang untuk bermain-main dengan tren masa kini, seperti podcast. Tidak ada satu episode di mana saya tidak having fun menonton serial ini, dan duet Steve Martin dan Martin Short selalu membuat kita tersenyum, sekonyol apapun.
11. It’s a Sin (HBO Max or Channel 4)

Terus terang tidak banyak film atau serial yang mengangkat cerita soal AIDS di era 1980-an di luar Amerika Serikat. Makanya saya tertarik mengikuti serial ini, yang mengangkat gay life and AIDS scare di London sepanjang dekade 80-an, and boy! I was in for a treat. Tidak ada adegan terbuang sia-sia, dan saya salut bahwa semua bagian penting perjalanan sejarah tragedi ini tertuang dengan pas sepanjang 3 episode.
Dan inilah 10 serial televisi favorit saya di tahun 2021.
10. Call My Agent – Season 4 (Netflix)

What a lovely final season. Semua karakter mendapatkan closure masing-masing. Meskipun ada kabar bahwa ternyata serial ini masih dilanjutkan satu musim lagi, tapi saya masih merasa kalau season ke-4 serial ini merupakan penutup yang pas. Ditambah lagi kehadiran Sigourney Weaver yang menjadi highlight musim ini, yang bisa dibilang musim paling tajam dalam mengulas kehidupan selebritis dan perfilman Perancis sejauh ini.
9. For All Mankind – Season 2 (Apple TV+)

Salah satu jenis cerita favorit saya adalah alternative history, atau reka imajinasi sejarah. Misalnya, apa yang terjadi kalau Indonesia belum pernah merdeka sampai sekarang. Dalam hal ini, apa yang terjadi seandainya space race atau adu jelajah luar angkasa antara Amerika dan Rusia tidak pernah berakhir. Masih slow burn seperti musim pertama, namun cakupan jelajah emosi antar karakter di season ini semakin dalam, membuat serial ini semakin menarik untuk diikuti. Performa Joel Kinnaman semakin matang, sayangnya sampai sekarang masih overlooked di ajang penghargaan mana pun.
8. Succession – Season 3 (HBO)

Sampai episode 7, saya masih berpikir bahwa season 3 cerita keluarga the Roys ini belum bisa menyamai dua musim pertamanya. Lalu tiba-tiba di dua episode terakhir, kita dikejutkan dengan belokan plot yang rasanya mustahil. Tapi kalau kita pikir lagi, the whole thing makes sense. Soalnya, plot ini akan mengungkap perubahan karakter tiga anak the Roys, yang di musim ini semakin terlihat unlikeable. Toh kita akan masih menontonnya, dan semoga musim penayangan depan adalah musim terakhir. Lebih panjang lagi dari empat musim penayangan, ceritanya akan menjadi soap opera.
7. Hacks – Season 1 (HBO)

Serial komedi ini nyaris bertumpu sepenuhnya pada performa Jean Smart sebagai stand-up comedian paruh baya, and she delivers. Yang membuat serial ini menarik untuk diikuti, selain fokus cerita pada stand-up comedian perempuan yang jarang menjadi fokus sebuah film atau serial, adalah the unexpected, unintentional mother-daughter relationship yang terbentuk antara karakter Jean Smart (Deborah) dan karakter Hannah Einbinder yang berperan sebagai Ava, penulis jokes untuk Deborah. Salah satu serial yang paling saya tunggu musim penayangan selanjutnya.
6. Mare of Easttown (HBO)

Mungkin setiap kali Kate Winslet membintangi sebuah miniseri, maka semua aktor yang terlibat di dalamnya akan mengeluarkan performa terbaik mereka. Setelah “Mildred Pierce” dengan ensembel yang kuat, miniseri ini seakan menjadi showcase kemampuan akting seluruh pendukunya. Mulai dari Kate Winslet dengan aksennya yang luar biasa believable, lalu Evan Peters, Guy Pearce yang kehadirannya mencuri perhatian, Julianne Nicholson dengan award-worthy scene di akhir cerita, dan lagi-lagi Jean Smart. Probably my choice for the best ensemble of the year.
5. WandaVision (Disney+ Hotstar)

Terus terang yang membuat saya tertarik menonton miniseri ini adalah tampilan promonya. Bagaimana bisa memadukan sitkom tahun 1950-an ke dalam cerita superhero? Pertanyaan ini terjawab di bagian akhir miniseri. Namun saya sangat menikmati perjalanan visual penggabungan sitcom series dari berbagai dekade, dengan action scenes khas Marvel. Dan sejauh ini, miniseri ini masih jadi the freshest, most visually appealing Marvel series yet.
4. Ted Lasso – Season 2 (Apple TV+)

Saya sempat skeptis, apakah mungkin serial yang mengandalkan good-hearted storytelling and characters bisa mempertahankan kharismanya? Musim kedua serial ini menjawab keraguan itu, bahkan memberi kita insight yang mengagetkan dan menyentuh, kenapa Ted Lasso bertingkah laku seperti itu. Dan akhirnya ini membuat karakter Ted Lasso menjadi sangat humanis, sehingga tidak diragukan lagi, serial ini masih menjadi the most feel-good series of the year.
3. Squid Game (Netflix)

Cukup lama saya memutuskan untuk menonton serial ini, sampai hype yang ditimbulkan sedikit mereda. Setelah usai menonton, saya cuma bisa membatin, “The hype is justified.” Magnet serial ini luar biasa, masuk ke percakapan kita sehari-hari, dan menjadi bagian pop culture tahun ini. The eye-popping production value yang luar biasa menyatu dengan rekaan cerita yang diolah sangat baik. Serial ini juga membuka diskusi yang luas, mulai dari kesenjangan sosial, sampai apa yang terjadi dengan minoritas di Korea Selatan. This is the most talked about series of the year, and it deserves such.
2. Schmigadoon! – Season 1 (Apple TV+)

Situasi tahun 2021 yang masih belum menentu membuat kita mencari tontonan yang bersifat escapism. Dan saya menemukannya di serial ini. Obviously, it’s goofy, it’s silly, it’s nonsensical, but that’s the whole point. Serial ini mengobrak-abrik konsep musikal a la Rodgers & Hammerstein (“The Sound of Music”, “Oklahoma!”, dan lain-lain), dan mencampur aduk elemen-elemen di musikal-musikal tersebut menjadi jalinan cerita fantasi yang mau tidak mau membuat kita tersenyum lebar di setiap episodenya. Sungguh sebuah escapism yang rasanya tidak keberatan kalau kita ulangi menontonnya dari awal lagi.
Dan inilah serial favorit saya tahun ini:
1. We are Lady Parts – Season 1 (Peacock or Channel 4)

The most unexpected series of the year. Sekumpulan remaja putri Muslim di Inggris merasa gerah dengan batasan-batasan tradisi yang diterapkan keluarga dan lingkungan mereka. Penyaluran amarah mereka cuma satu, yaitu memainkan musik metal. Tak pelak lagi, clashes ensue, dan ajaibnya, serial ini tidak kendor gaya penceritaannya dari satu episode ke episode berikutnya. Setiap karakter mempunyai latar belakang dan karakterisasi yang kuat dan jelas, sehingga kita bisa root for each and everyone of them. Kita puas mengikuti cerita mereka, sambil berharap, ada konflik segar lain yang bisa dieksplor di musim penayangan berikutnya.
Serial apa saja yang jadi favorit teman-teman tahun ini?