PERASAAN atau suasana batin yang satu ini memang tidak ternilai harganya. Kita tahu, tetapi tidak benar-benar tahu, hingga akhirnya sadar dan menjadi tahu. Terlampau misterius untuk dikenali, tetapi terasa amat sederhana untuk terlampau disakralkan.
Ada yang merasakan kenyamanan hati setelah berbuat baik kepada orang lain; berusaha membahagiakan, membantu mereka yang membutuhkan, dan bersikap welas asih bagi sesama.
Ada yang merasakan kenyamanan hati setelah meluapkan emosi dan segala kemarahan yang ada. Tidak menyimpan dan memendam, menumpahkan segala beban pikiran, menyampaikan keluhan.
Ada yang merasakan kenyamanan hati setelah menunaikan dan menyelesaikan semua tanggung jawab yang diemban, memiliki dan memenuhi tujuan hidup.
Ada yang merasakan kenyamanan hati dengan diam saja. Bersikap tidak acuh, tidak mencampuri urusan orang lain dan segala hiruk pikuk yang terjadi di luar sana. Berusaha menghindari apa pun kebisingan, terutama yang tidak berhubungan langsung dengan diri sendiri.
Ada pula yang merasakan kenyamanan hati justru dengan membagikan informasi kepada banyak orang. Menyerukan pesan yang dianggap berdampak penting bagi kehidupan kita semua. Termasuk dengan mengkoreksi orang lain.
Ada yang merasakan kenyamanan hati dengan terus menyibukkan diri dengan ambisi-ambisi, berupaya mengejar semuanya, serta meraih sebanyak-banyaknya keberhasilan dan pencapaian atas ambisi-ambisi tersebut.
Ada yang baru merasakan kenyamanan hati dengan kepemilikan. Harta benda dan status sosial, kedudukan dan kekuasaan, pangkat dan jabatan, penghormatan dan sanjung puji, sampai perkara memiliki pasangan hidup dan anak-anak yang dianggap pantas dibanggakan di depan orang lain.
Selain itu, mungkin ada yang bisa merasakan kenyamanan hati dengan merendahkan orang lain, dan menganggap diri sendiri lebih tinggi dari siapa pun. Lewat menghina, menyalahkan, membenci, egois dan mau menang sendiri, bahkan sampai berupaya melukai atau menyakiti orang lain, kendati hal tersebut dapat merugikan dirinya sendiri.
Situasi-situasi di atas menggambarkan apa yang terjadi di sekitar kita, atau mungkin yang kita alami sendiri, dan semuanya sama-sama dirasakan mampu memunculkan kenyamanan hati. Sehingga banyak orang yang berusaha memenuhinya secara terus-menerus. Namun, kenyamanan hati adalah sesuatu yang misterius. Kita bisa terkecoh. Apa yang awalnya terasa seperti sebuah kenyamanan hati, ternyata sekadar kenikmatan rendahan. Sesuatu yang biasa, lekas berlalu, menimbulkan kecanduan tanpa disadari, dan malah memunculkan kerisauan lebih besar setelahnya. Terutama risau takut kehilangan, dan risau untuk bagaimana agar bisa mendapatkannya kembali.
Kenyamanan hati pada dasarnya adalah bentuk paling personal dari rasa tenteram, yang dipengaruhi oleh situasi di sekeliling kita. Kenyamanan hati bersifat lebih intim, sentuhan pada batin kita yang tidak bergantung pada pemicu terpisah. Kenyamanan hati terjadi, dan tetap akan bertahan walau penyebabnya telah berlalu. Itu sebabnya, silakan kembali mengacu pada beberapa contoh di atas, untuk meraba-raba mana kenyamanan hati yang sesungguhnya dan yang bukan.
Kenapa baru meraba-raba? Karena kita harus merasakan dan menyadarinya sendiri terlebih dahulu, baru bisa benar-benar mengetahui mana yang bagaimana, yang seringkali tak payah dijelaskan secara panjang lebar lantaran keterbatasan kata-kata.
Kita tahu, manakala kita tahu.
[]