Perbincangan ini terjadi kurang lebih hampir satu dekade yang lalu. Saat itu teman saya baru menyelesaikan studi tingkat pasca sarjana di luar negeri. Lalu dia kembali untuk mencari kerja. Di sela-sela rangkaian beberapa wawancara kerja, kami menyempatkan bertemu untuk makan siang. Sambil setengah berkeluh kesah, dia berkata sambil bercanda, “Gile, saingan gue mbak-mbak yang dateng interview pake belahan dada rendah! Gue sampe bilang ke bapak gue pas pulang ke rumah, “Tau gitu instead of bantu biaya hidup pas kuliah kemarin, uangnya buat boob jobs aja!””
Kami tertawa sampai tersedak. Mind you, teman ini saya cerdasnya luar biasa. Kuliah pasca sarjananya pun relatif gratis, karena dia mendapat beasiswa. Toh dia mendapat tamparan halus saat realita hidup berbicara: bahwa yang namanya penampilan fisik acap kali mendapat perhatian lebih.
Tulisan Dragono soal kejamnya dunia terhadap orang jelek masih menjadi salah satu tulisan yang paling sering dibaca di Linimasa ini. (Padahal yang baca Linimasa konon terus menurun. Hihihi.) Tentu saja tulisan ini selalu relevan, karena begitu mudahnya kita terbuai rasa insecurity kita soal hal tampilan fisik ini. We are never good looking enough. We are never pretty enough. We are never ugly enough. We are never enough.
Banyak yang mengatakan bahwa ketika seseorang mempunyai wajah yang rupawan, maka paling tidak sepertiga atau separuh persoalan hidupnya teratasi. Mungkin saja. Tapi yang kita tidak pernah tahu adalah dua pertiga atau separuh lain dari persoalan hidupnya yang lain bisa jadi sangat besar buat dia, sehingga dia tidak bisa melihat sisi lain dari kehidupan yang dia jalani. Bisa saja ‘kan?
Tak bisa dipungkiri, wajah rupawan adalah sebuah privilege, terutama yang memang sudah diberkahi dengan kualitas ini dari lahir. Sementara yang lain berusaha mati-matian meraih ini. Kalau nggak, produk perawatan muka dan kosmetik tidak akan laku, dong?
Meskipun begitu, ada satu hal selain tampilan yang menawan ini yang membuat kita terus diingat. Apalagi kalau bukan reputasi.
Reputasi ini bisa juga dibilang sebagai kemampuan kita yang membuat kita jadi pilihan utama saat dicari orang.
Misalnya begini. Waktu dulu di bangku SMA, saat ulangan atau tes bahasa Inggris, sontak teman-teman berebut duduk di bangku sebelah saya. Kenapa? Supaya bisa mencontek. Sementara saat ulangan atau tes pelajaran Biologi, giliran saya yang berebut supaya bisa duduk di sebelah teman saya yang memang jago pelajaran ini. Hehehe …
Ternyata kebiasaan ini pun terus bergulir sampai kita beranjak dewasa. Kalau tiba-tiba kita ditanya, “Eh punya rekomendasi atau kenalan teman yang jago desain gak?”, maka mau tidak mau pikiran dan pilihan kita akan melayang ke beberapa orang yang pernah kerja bersama kita. Kita puas akan hasil yang mereka kerjakan. Maka kita pun tak segan-segan merekomendasikan mereka ke orang-orang lain yang membutuhkan.
Demikian juga kalau saya perlu tanya, “Punya rekomendasi tukang kayu buat bikin dipan, nggak?” ke teman-teman saya, maka mereka pasti akan merekomendasikan tukang kayu yang pernah mereka pakai jasanya, dan hasilnya memuaskan.
Dan tentu saja, tidak ada satu pun dari rekomendasi-rekomendasi tersebut yang dimulai dengan pertanyaan, “Eh tampang orangnya gimana?” Kalau tampilan fisik menarik, itu hanya kebetulan semata. Namanya juga kebetulan, berarti tidak pernah jadi faktor utama dalam hal merekomendasikan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan. Malah faktor fisik ini bisa jadi bumerang, kalau hasilnya tidak bagus, maka akan tercuat pernyataan, “Cakep-cakep tapi gak bisa kerja.”
Tentu saja butuh waktu lama untuk menjadi top of the mind dalam hal yang kita kerjakan sekarang. Kuncinya ada di konsistensi. Selama kita konsisten melakukan pekerjaan kita, dan mengasah kemampuan diri, sambil terus mengembangkan jaringan, pelan-pelan rekomendasi akan mampir ke kita juga. It takes time, but we may as well take the bloody time.
Kenapa?
Beauty fades, but knowledge and skill do not.
kalau ada kepanitiaan, gw pilihan pertama dijadikan seksi perlengkapan. hahhaha
SukaSuka
Hahahahaa. Berarti udah dipercaya bisa pegang semua equipment acara kalo gitu. Udah sering ya?
SukaSuka
sering, pakai banget. hahaha
SukaSuka