Apa yang membuatmu takut?
Kegelapan selamanya yang katanya akan dialami ketika mati? Atau bayangan bahwa semesta begitu luasnya dan manusia begitu tidak signifikannya, lebih kecil dari debu, sampai memikirkannya membuat napas sesak? Mungkin ada ketakutan yang lain, yang membuat film horor yang paling mengerikan sekalipun (untuk saya; Hereditary dan Ringu) jadi seperti kisah fabel untuk anak sebelum tidur?
Seperti bayi baru yang sudah terbiasa dengan ruang terbatas di rahim ibu, ketika merasa ada di ruang terlalu terbuka seringnya merasa kurang aman, karena itu tak jarang mereka dibungkus dalam selimut atau dibedong sehingga bisa tidur dengan ayem.
Begitu juga manusia dewasa yang mungkin ketakutannya adalah jagat yang demikian luas, membuat bumi hanyalah salah satu planet dari entah berapa juta atau milyar makhluk surgawi yang ada. Dengan premis seperti itu sepertinya sulit mempertahankan pemikiran kalau kita makhluk yang paling sempurna dan segalanya diciptakan untuk kita. Apa ya, bedongnya kira kira jika ketakutannya itu? Mungkin mencari ideologi dan teori lama geosentris, kemudian menambah dengan apa yang dikira dibaca di kitab suci, dan jadilah kepercayaan bahwa bumi datar. Bahwa langit tidak bolong sampai lapisan ke tujuh, di jagat, jagat kedua, multi jagat dan lebih luas lagi, tapi ada lapisan firmamen yang melindungi kita. Lalu matahari dan bulan diciptakan hanya untuk kebutuhan manusia di bumi.
Sepertinya semua manusia, paling tidak satu waktu dalam hidupnya terpikir soal kematian dan takut karenanya. Memang lebih nyaman untuk berpikir bahwa kita akan bangun lagi di alam yang berbeda dan abadi, dan apa yang kita kerjakan di dunia berpengaruh dengan apa yang akan kita alami di alam tersebut. Kegelapan abadi tentu tak membuat nyaman. Tetapi mengingatkan diri dengan teori kekekalan energi, sehingga ruh manusia adalah energi yang tidak bisa dihilangkan hanya berubah bentuk, tentu lebih membuat nyaman menghadapi kematian.
Apa yang kita rela korbankan demi rasa nyaman? (Sementara nyaman adalah musuh dari … kemajuan? Sukses?)
Mungkin juga rasa takut tidak terlalu buruk, bukan untuk diubah jadi nyaman, tapi diterima saja. Lebih baik kalau jadi cinta. Karena dalam hidup kita hanya dua pilihan; untuk menjalaninya mengikuti rasa takut, atau rasa cinta.