Terima Kasih, Sandra Bullock!

Tadinya saya ingin mengakhiri rangkaian tulisan di Linimasa tahun ini dengan tulisan tentang film-film pilihan 2018 yang sudah terbit beberapa hari lalu. Terus terang, mindset saya kalau sudah bulan Desember ini, inginnya menulis seputar daftar buku/musik/film/apapun yang menarik sepanjang 365 hari terakhir. Selain itu, memang tidak ada ide lain.

Sampai Sandra Bullock menyelamatkan saya.

Memang Sandra Bullock sedang di Jakarta?

Tentu tidak. Mungkin dia sedang berada di rumahnya, bersama anak-anaknya. Kalau pun dia sedang di Jakarta, tentu dia tidak mau tinggal di rumah saya. Kenal saja tidak.

Hubungan kami tentu saja adalah one-sided relationship, yang berarti saya penggemarnya, sementara dia sadar kalau dia punya penggemar milyaran orang di dunia ini, tanpa perlu tahu satu per satu siapa mereka. Sebagai penggemar, meskipun bukan kelas berat, saya memutuskan untuk memulai pagi tadi dengan menelusuri beberapa video wawancaranya akhir-akhir ini di Youtube, terkait dengan promosi film terbarunya di Netflix yang berjudul Bird Box.

Sebagian besar wawancara membuat saya tersenyum. Sampai saya melihat video wawancaranya dengan Stephen Colbert di bawah ini:

Dari judulnya saja cukup jelas, bahwa Sandra Bullock, sebagai mantan waitress atau pramusaji, merasa bahwa anak-anak muda, atau orang-orang secara umum, perlu merasakan pengalaman menjadi pramusaji sebelum memasuki lapangan kerja yang mereka inginkan. Stephen Colbert pun menambahkan, bahwa kita perlu punya pengalaman kerja blue collar, terutama dalam bidang pelayanan jasa, untuk bisa merasakan dan berempati terhadap mereka yang bekerja di bidang tersebut. Pekerjaan penyedia jasa ini sangat, sangat berat. Long hours, small payment, and nothing but hard work all around the clock. Sebagai mantan waiter sendiri, saya mengangguk setuju.

Lalu seperti saat menonton kebanyakan video di Youtube lainnya, saya melihat beberapa komentar. Di bagian ini, saya tertohok. Beberapa komentar menyuarakan kesetujuan mereka terhadap video tersebut. Beberapa komentar itu, sepertinya, ditulis oleh waiters dan waitresses, di mana mereka kompak mengatakan, bahwa intinya jangan sekali-kali berbuat kasar terhadap pramusaji atau staf di tempat makan. If you are rude, you will get bad treatment.
Sebagai mantan waiter, saya menghela nafas.

1445357291311

Helaan nafas ini karena ada sedikit rasa bersalah.
Beberapa hari lalu, di sebuah mal yang sedang ramai, saya pesan makan di sebuah restoran. Makanan datang dalam waktu yang tidak terlalu lama, tapi juga tidak terlalu cepat. Justru minuman saya yang tidak kunjung datang sampai makanan habis. Berkali-kali saya meminta perhatian, tidak digubris. Saat akhirnya ada staf yang datang, lalu saya bilang untuk membatalkan pesanan kalau minuman tidak datang juga, akhirnya barulah minuman itu datang beberapa menit kemudian.

Dalam suasana ramai, baik di restoran atau di mal, terus terang pengalaman makan tersebut jadi tidak terasa menyenangkan. Ditambah dengan pelayanan yang kurang memuaskan, saya jadi tidak terlalu apresiatif saat para staf meminta maaf atas kejadian tersebut dan berterima kasih atas kunjungan saya. Saat itu mood saya sudah terlanjur tidak karuan, jadi saya buru-buru menyelesaikan transaksi.

I was fine, until I saw the video. Now I am not.

Saya jadi bertanya-tanya sendiri, where did it go? Where the understanding has gone? Apa karena sudah terlalu lama tidak menjadi waiter lagi, jadinya sekarang kurang apresiatif terhadap mereka?

Saya akui, bahwa sampai beberapa tahun setelah tidak lagi menjadi waiter, saya (sempat) menjadi ekstra attentive pada servis staf tempat makan yang saya kunjungi. Tanpa terkecuali.
Lalu seiring berjalannya waktu, dan pindah tempat tinggal, perhatian yang diberikan cenderung semakin biasa-biasa saja. Kalau servis yang diberikan baik, saya akan memuji. Kalau servis yang diberikan kurang baik, saya akan menegur. Apa berarti semakin bertambah umur, kita juga semakin gampang hilang kesabaran terhadap hal-hal kecil?

6a00e54ee3905b883301a511f5263f970

Beberapa waktu lalu, di Linimasa ini, pernah ada yang menanyakan, kenapa orang-orang yang dulu pernah menempuh pendidikan tinggi, ternyata sekarang melakukan atau mendukung hal-hal yang tidak mencerminkan kualitas pendidikannya. Saya jawab singkat, bahwa life happens. Seiring dengan berjalannya waktu, prioritas hidup berubah. Perubahan prioritas hidup membawa perubahan dalam pandangan hidup. Perubahan pandangan hidup membawa perubahan pada bagaimana kita memperlakukan orang lain, mau tidak mau.

Jadi saya ingin mengakhiri tahun 2018 ini dengan sedikit berjanji ke diri sendiri, supaya bisa tap into the inner self lagi. Kalau dulu bisa menghargai orang lain dengan lebih baik, mungkin sekarang bisa dicoba lagi. Meskipun kita sedang dalam suasana yang tidak nyaman, but hey, that shouldn’t stop us from being nice.
Karena dengan tersenyum dan bilang ‘terima kasih’, kita bisa membuat hari kita dan orang lain sedikit lebih baik.

Sandra Bullock, terima kasih sudah memberikan saya resolusi tahun 2019 nanti.

Happy New Year, everyone!

gettyimages-81386861

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s