Pekerjaan saya sekarang menuntut saya untuk menonton banyak film dalam waktu singkat. Sekilas terdengar menyenangkan, ya? Memang menyenangkan … untuk sesaat.
Setelah sadar akan jumlah film yang terus bertambah dalam waktu yang tidak bisa bertambah, maka mau tidak mau ada beberapa film, untuk tidak menyebutnya “banyak” juga, yang tidak selesai ditonton. Apakah saya akan menontonnya lagi? Sebagian besar tidak. Dari yang tidak selesai saya tonton itu, sebagian besar bisa disimpulkan bahwa film-film tersebut tidak akan saya proses lebih lanjut di lini pekerjaan saya. Atau bisa juga film-film tersebut malah akan saya proses lebih lanjut lagi, karena dari beberapa menit yang saya lihat, saya bisa menyimpulkan bahwa film tersebut sesuai dengan apa yang saya perlukan di lini pekerjaan sekarang.
Apakah ini yang dinamakan quick analysis? Entahlah. Saya lebih suka menyebutnya sebagai skim-and-scan.
Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya secara singkat di tulisan ini, saat kita dihadapkan dengan tugas membaca buku yang banyak saat di sekolah atau kuliah untuk kepentingan pembuatan makalah, skripsi atau jenis tugas lain, kita tidak perlu membaca satu buku penuh di setiap daftar pustaka yang kita ambil sebagai referensi. Cukup mengaju pada bab atau halaman tertentu, mengutip apa yang kita perlu kutip, dan menelaah sesuai dengan kemampuan pemikiran kita.
Lain cerita kalau kita membaca untuk leisure activity. Sayang rasanya kalau kita tidak menyelesaikan buku yang kita baca. Demikian juga saat menonton film tanpa perlu berpikir, apakah film ini sesuai dengan pekerjaan saya atau tidak. Saat masuk ke bioskop dan menyelundupkan makanan ringan (jangan bilang siapa-siapa, ya!), atau saat tiduran di sofa sambil menonton layar televisi (dan memegang ponsel), maka saya akan switch off the analytical mind untuk berusaha menikmati apa yang sedang tersaji.
Tentu saja mengambil keputusan yang cepat dan tepat dengan cara skim-and-scan quickly ini perlu waktu. Perlu rutinitas yang terus menerus dilakukan. Rutin membaca dan mungkin memberikan highlight di bagian-bagian yang menarik untuk kita telusuri lagi. Rutin menonton film dan sedikit menganalisa film yang barusan kita tonton. Rutin mengobservasi sekitar kita, sehingga apa yang barusan kita baca dan tonton mungkin bisa kita kaitkan dengan keadaan kita, menambah pengalaman membaca dan menontonnya menjadi lebih memuaskan.
Nyatanya, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan skim-and-scan ini.
Saat ingin teh hijau manis dalam botol namun kita masih dalam program diet, buru-buru kita lihat kadar gula di label botol, dan mencari merek mana yang kadar gulanya paling rendah.
Saat kita mengantri makanan di warteg, kita mengantri sambil melihat sekilas apa saja yang masih ada di sana, dan membuat mental note mau pesan apa.
Saat kita duduk di kencan pertama berhadapan dengan orang yang baru kita kenal, setelah 5 menit pembicaraan kita tahu, apakah kita akan melanjutkan hubungan dengan orang tersebut atau tidak.
Intuisi tidak bisa hadir begitu saja. Intuisi bisa kita tumbuhkan dan kita latih, to make our life slightly better.
How much do you rely on your intuition, on your daily life then?
SukaSuka
A lot! Should’ve reduced to only a little, I guess.
SukaSuka
If your intuition works, why reducing it, tho?
SukaSuka