Kemarin siang, di Pengadilan Negeri Surabaya, salah satu pengacara lokal, Sudiman Sidabukke, bertanya apakah ada bedanya antara “perbuatan melawan hukum” dengan “perbuatan melanggar hukum“.
Ahli, yang saya lupa namanya, menjawab pertanyaan itu dengan sigap.
“Sepanjang yang Bapak maksud adalah Onrechtmatige daad, maka keduanya sama.” Kemudian ia menjelaskan lebih lanjut,
“Bedanya kalau Bapak baca terjemahan Wiryono (Wiryono Prodjodikoro) maka akan menggunakan istilah “melanggar”, sedangkan Subekti akan dimaknai sebagai “melawan hukum”.
Jawaban yang sederhana. Ahli yang mengembalikan perbedaan tafsir kepada kata asal. Soal hukum Indonesia adalah soal warisan Belanda. Maka ketika ada beda makna, ia mengembalikannya pada sang muasal: Bahasa Belanda. It’s so simple.
Jika saja kita membiasakan diri kepada yang asal, maka percabangan makna – bahkan awam menganggapnya sebuah pertentangan- dapat dihindari.
Sama halnya dengan feeling, perasaan senang. Kita menyebutnya bahagia. Apakah bahagia juga sejatinya adalah hal sederhana jika kita mengetahui asal-muasal darimana bahagia dalam diri itu muncul.
Ada yang bilang bahagia itu setelah kita banyak duit. Mau beli apa-apa mudah. Hidup mudah, ndak susah. Ada yang bilang materi ndak penting, tapi soal menyusukuri nikmat. Ada yang beranggapan selama sehat, fisik prima, rohani dan mental baja, maka hidup akan baik-baik saja dan gemah ripah loh jinawi.
Ketika itu ditanyakan dalam Quora, seseorang menjawab dengan mengembalikan asal muasalnya.
I am rich, fit, and I have mastered almost everything I wanted to master. Why am I still not happy and still not satisfied?
Human happiness (as we know it) is caused by 4 basic chemicals:
- Dopamine
- Endorphins
- Serotonin
- Oxytocin
On your journey to become fit, your body released endorphins to cope with the pain of physical exercise.
You probably began to enjoy exercise as you got more into it, and the endorphins made you happy – temporarily.
On your journey to become rich, you probably completed many tasks and goals.
You probably bought all the things you’ve ever wanted. Nice cars, beautiful clothes, and a perfect home.
This released dopamine in your brain when you achieved your goals and bought these things, which once again contributed to your happiness – temporarily.
So what about the other two chemicals?
It turns out that human happiness is incomplete without all 4 chemicals constantly being released in the brain.
So now you need to work on releasing serotonin and oxytocin.
“How do I do that, Karim?”
Serotonin is released when we act in a way that benefits others. When we give to causes beyond ourselves and our own benefit. When we connect with people on a deep, human level.
Writing this Quora answer is releasing serotonin in my brain right now because I’m using my precious time on the weekend to give back to others for free.
Hopefully I’m providing useful information that can help other people, like yourself.
That’s why you often see billionaires turning to charity when they have already bought everything they wanted to, and experienced everything they wanted to in life.
They’ve had enough dopamine from material pleasures, now they need the serotonin.
Oxytocin, on the other hand, is released when we become close to another human being.
When we hug a friend, make love to our partner, or shake someone’s hand, oxytocin is released in varying amounts.
Oxytocin is easy to release. It’s all about becoming more social!
Share your wealth with your friends and family to create amazing experiences.
Laugh, love, cooperate, and play with others.
That’s it my friend!
I think it all comes down to the likelihood that you are missing two things: contribution and social connection.
Itulah bahagia secara ilmiah. Mengembalikan asal muasal kesenangan secara kimiawi dari dalam tubuh kita. Hal yang patut diperhatikan adalah jawaban Karim dengan mengulang satu kata: “Temporarily“.
Dari penjelasan dia, saya menyadari bahwa “perasaan anget” dalam dada, bukanlah soal “hati”, tapi reaksi kimiawi otak yang mengakibatkan reaksi tubuh menghangat sekitar dada. Perubahan detak jantung, keluarnya zat tertentu dalam otak, laju darah yang berubah, menimbulkan sebuah efek yang “menyenangkan”.
Karena memang rasa senang, atau orang menyebutnya bahagia, tidak akan langgeng. Dan jika kita menyadarinya mengapa, maka kita akan memakluminya.
Jadi,.. jika ada yang bertanya apa bedanya senang dan bahagia dan mengapa bisa mengalami perasaan itu, maka jawabannya adalah soal “reaksi dalam otak”. Ahahaha.
salam anget,
Roy
(Capres RI 2024-2029)
Kalau semua ada asal-muasalnya, apakah kebahagiaan yang permanen adalah ketika berada pada desain/ rancangan mengapa ia ada di dunia ini?
SukaSuka
Dan ketika anak saya bertanya, mama knapa suka sekali nge gym, I can explain to him, relating to this article. Makasi mas roy.
SukaSuka
Dan manusia adalah otaknya. Kalau otaknya tidak berpikir dan hanya percaya… Apa bedanya dia dengan anjing peliharaan?
SukaSuka
Terus, setelah tahu mekanismenya begini, apakah setiap perasaan senang atau bahagia yg muncul akan terasa tidak semengejutkan biasanya? Hehehe.
SukaSuka
Aku jg penasaran soal itu.
Eh, Om Roy terima kasih banyak untuk lagu penutupnya. Adem.
SukaSuka