Pelajaran berharga itu pelajaran yang diperoleh dengan harga yang sangat mahal. Boleh dikatakan, malah tak terhingga. Misalnya, seorang pejabat negara yang rela mengundurkan diri karena malu telah melakukan skandal. Banyak contoh lainnya. Ibu muda yang rela meninggalkan keluarganya, termasuk anaknya demi kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di negeri seberang. Atau perceraian dari sebuah hubungan yang tak lagi sehat.
Hidup memang demikian adanya. Manusia diberi kesempatan untuk memilih. Pergunakan kesempatan dalam memilih sebaik-baiknya. Apapun pilihan Anda, tentunya akan diikuti dengan konsekuensi.
Menangis dengan penuh sesal adalah sebuah respon atas konsekuensi yang ditanggung. Bisa jadi tangisan tersebut adalah sebuah doa apabila waktu bisa diulang akan memilih hal lain sehingga tak perlu menangis saat ini. Tapi apa boleh bikin. Terkadang pilihan tidak dijalankan pada saat hati jernih dan pikiran sehat. Emosi dan harga diri lebih sering menjadi sandaran. Bahkan belum tentu itu soal harga diri, namun hanya ego diri.
Pilihan tepat akan menjadikan kita hidup nikmat. Tapi ternyata itu pun bukan jaminan. Tepat bagi kita bisa jadi faktanya hanyalah sementara. Rupanya di waktu kemudian pilihan itu menjadi sebuah malapetaka dalam bentuk lain yang tak terduga, atau sudah diduga namun tak disangka akan sedemikian beratnya dipikul dan kita ndak siap menerima kejadian yang menimpa.
Namun ternyata semua itu menjadi mudah jika kita sadar bahwa apapun yang kita pilih adalah sebuah jalan yang sudah ditentukan sebelumnya oleh yang Maha Kuasa. Atau bagi yang tak relijius, anggap saja sebagai cobaan dari alam semesta.
Permasalahan manusia dari dulu sumbernya sama: jalinan hubungan dengan manusia lainnya. Itu saja.
Ketakutan adalah salah satu sumbernya. Takut tak disayang lagi. Takut tak naik pangkat. Takut ndak ditemani lagi.
Atau pongah angkuh bin paling mulia isdebes. Ketika kita merasa “lebih” dibanding yang lain, maka kita akan bersikap tak sewajarnya dan mudah menimbulkan persoalan dalam sebuah hubungan.
Ndak perlu jauh-jauh. Hubungan sodara kandung bisa renggang hanya masalah ketersinggungan postingan dalam WhatsApp, argumen berlebihan saat mendukung salah satu Cagub, atau pilihan pasangan hidup.
Di kantor hubungan bisa renggang hanya karena salah ucap, kurang sopan, atau lupa menghadiri resepsi pernikahan rekan kerja.
Hubungan dengan pasangan hidup lebih rumit sekaligus lebih sederhana. Masalahnya hanya sepele namun jika ndak ditangani dengan bijak, bisa menjadi super ruwet njelimet bikin mumet.
Tapi kita sama-sama tahu sebetulnya apa yang diinginkan oleh rekan kita, sodara kita atau pasangan kita. Bisa jadi ini hanya soal ringan untuk jangan lupa tegur sapa, saling menghargai privasi atau sudah lama ndak bilang “aku sayang kamu”.
Harga yang harus dibayar atas kesalahan kita biasanya sulit diprediksi. Harga sebuah kepercayaan, harga dari sebuah persahabatan, harga dari sebuah kasih sayang, yang hingga saat ini tak ada mata uang maupun cryptocurrency yang dapat menakarnya.
Perbincangan kecil dari hati ke hati, sapaan pagi di awal hari, atau kalimat penutup di sebuah surel bukan jaminan kita akan baik-baik saja dalam berhubungan dengan manusia lainnya.
Namun setidaknya, kita sudah mulai mencoba saling menitipkan rasa bahagia di lubuk hati lawan bicara kita.
Karena pelajaran paling berharga yang paling mudah didapat namun paling sulit dilakukan adalah bahwa kehadiran kita membuat orang yang berinteraksi dengan kita merasa nyaman, dekat dan gembira.
Selamat hari jumat.
anget, mas roy. thanks to wrote this…
SukaSuka
terima kasih Thea sudah mengapresiasi
SukaSuka