It’s impossible to watch everything on TV. Sungguh sebuah hil yang mustahal atau hal yang mustahil untuk bisa menonton semua apa yang ada di televisi dan aplikasi video streaming.
Misalnya saja, serial Friends. Serial ini masih ada di beeberapa aplikasi streaming. Ada 10 musim penayangan serial ini. Masing-masing musim penayangan terdiri dari 23 atau 24 episode dengan durasi sekitar 22 menit per episode. Untuk menamatkan keseluruhan serial ini, diperlukan waktu 3 hari, 14 jam dan 32 menit, tanpa jeda, tanpa tidur sama sekali.
Itu baru satu serial.
Masih ada ratusan serial lain dalam satu aplikasi atau satu stasiun televisi. Sementara dalam genggaman kita, bisa diunduh belasan sampai puluhan aplikasi, dari dalam dan luar negeri, dan televisi kita mampu menampung ratusan saluran.
Time is not a renewable source, demikian seorang teman pernah menulis di media sosialnya. Saya setuju. Makanya pilihan serial yang saya tonton biasanya saya cari tahu sebanyak-banyaknya informasi tentang serial itu terlebih dahulu.

Sedikit berbeda dengan film panjang: sebisa mungkin saya tidak tahu banyak tentang film itu, karena hanya dalam waktu kurang lebih 2 jam, semua cerita bisa tertuang dan terjelaskan dalam trailer singkat, atau sinopsis yang agak panjang. Sementara trailer atau sinopsis umum serial, bukan sinopsis per episode, biasanya kurang bisa mewakili jalan cerita yang akan berkembang sepanjang 10 atau 20 episode dalam satu musim penayangan.
Dan, lagi-lagi, we are living in the golden age of great storytelling on television. Setiap saluran televisi, kabel, streaming, berlomba-lomba menghamburkan uang untuk memproduksi tayangan bermutu, demi menarik penonton dan pelanggan yang rela menghabiskan uang dan waktu untuk berlangganan dan menonton serial-serial ini.
Daftar berikut terpilih dari sekitar 50 serial yang saya tonton sampai tuntas satu musim penayangannya. Masih jauh dari sekitar 400-an serial (Amerika) yang ada setiap tahunnya. Pilihannya tentu saja bersifat personal, termasuk pilihan untuk menonton serial apa. Makanya, saya ingin juga melihat serial apa saja yang teman-teman tonton dan suka. Saya yakin, list kita pasti berbeda. Rekomendasi teman-teman juga pasti berbeda.
And that’s the beauty of sharing our differences.
Sekarang, mari kita lihat pilihan serial tahun ini versi saya:
• (sebelas) • American Gods

Setelah Hannibal usai, maka pilihan saya untuk serial yang paling stylish and stylized adalah “American Gods”. Fantasi absurd yang mungkin membutuhkan sedikit usaha ekstra untuk mencerna jalan ceritanya. Tapi “American Gods” memungkinkan kita untuk sekedar menikmati visualisasi yang mencengangkan, dan pelan-pelan, kita dibawa untuk sedikit memahami gaya penceritaannya yang tidak biasa.
• (sepuluh) • Will & Grace – Revival

Saat mendengar serial ini dibangkitkan kembali, saya skeptis. Sudah lebih dari satu dekade sejak serial ini berakhir. Are the characters still the same? Thank God they are! Will, Grace, Karen, Jack masih lucu, masih cerdas, dan ini yang penting: semakin relevan.
• (sembilan) • Abstract: The Art of Design

Di awal tahun, saya sempat kaget ada serial unik ini. Delapan episode singkat, masing-masing berdurasi sekitar 30 menit, bercerita tentang proses kreatif dan a glimpse of life dari delapan desainer dengan disiplin kerja yang berbeda-beda. Ada desainer grafis, interior desainer, desainer sepatu sampai desainer mobil. Kesamaan mereka? The light in their eyes and faces yang berbinar saat menceritakan profesi dan karya-karya mereka. It’s addictive. Membuat kita terpacu.
• (delapan) • The Keepers

Dari beberapa serial dokumenter kriminal tahun ini, “The Keepers” masih yang membuat saya takut. This is a true horror story. Cerita tentang pelecehan seksual yang dilakukan sebuah institusi keagamaan dengan pengaruh dan kekuasannya, ternyata masih, bahkan semakin menjadi-jadi sampai sekarang. Serial ini juga menunjukkan pentingnya thorough investigative report, meskipun perlu berpuluh-puluh tahun untuk menyelesaikannya.
• (tujuh) • Top of the Lake: China Girl

Terus terang, this is a surprise pick. Serial “Top of the Lake” season 1 dibuat dengan sangat baik, sehingga susah membayangkan kalau musim penayangan selanjutnya akan bisa menyamai kualitas prima tersebut. Ternyata, menurut saya, malah ada improvement. Tidak terlalu menguji kesabaran penontonnya, malah semakin shocking and adventurous, yang rasanya tidak mungkin dibuat oleh Jane Campion. But she excels. Begitu pula dengan trio aktor dengan performa yang menakjubkan: Elisabeth Moss, Nicole Kidman, Gwendoline Christie. We root for them, we yearn for them.
• (enam) • The Marvelous Mrs. Maisel – Season 1

Dari tim pembuat “Gilmore Girls”, tidak salah kalau kita sempat merasa serial ini punya vibe mirip “Gilmore Girls”, hanya saja ber-setting New York di akhir 1950-an. Lengkap dengan dialogue bantering yang cepat, karakter perempuan yang cekatan, dan cerewet. Nyaris menjadi annoying, sampai diselamatkan oleh kehadiran Mrs. Maisel di panggung melakukan stand-up comedy routine di setiap episode. Akhirnya serial ini tidak “gengges” lagi, malah miraculously becoming lovely, and genuinely funny.
• (lima) • The Crown – Season 2

Serial yang sangat saya antisipasi tahun ini, and it does not disappoint. At all. Semakin berani dalam mengupas sisi kehidupan royal family yang kita belum tahu sebelumnya, dan semakin megah dalam produksinya. Dan semakin lama kita mengikuti season ini, semakin kita memahami jati diri Queen Elizabeth II yang sesungguhnya: apa yang membuat dia menjadi dirinya sekarang. This is a drama series with the most lavish royal treatment, dengan setiap episode mempunyai penceritaan kelas tinggi.
• (empat) • Stranger Things 2

Yang saya tidak antisipasi adalah serial ini menjadi serial horor. Selayaknya sekuel film atau seri, musim penayangan berikutnya sudah tidak lagi sibuk mengenalkan karakter satu per satu. Now it’s all about action, adventure, and apparently, goriness. Namun fokus ke petualangan ini tidak lantas menjadikan serial ini tidak menarik lagi. Justru sebaliknya. Keseruan petualangan fantastis “The Famous Five”, meskipun mereka sering terpisah sepanjang serial, masih sangat nikmat untuk diikuti dan ditonton sekaligus dalam satu kali putar. Sangat layak untuk menghabiskan 8 jam sekaligus.
• (tiga) • The Handmaid’s Tale – Season 1

Bagaimana mungkin cerita tentang dystopian future yang ditulis lebih dari 30 tahun lalu, ternyata masih relevan dan mungkin bisa terjadi? Demikian dengan serial ini, yang membuat kita saat menontonnya terus berpikir, “This can happen to us anytime now.” Sangat layak meraih Emmy Awards sebagai Drama Seri Terbaik tahun ini, dan membuktikan bahwa Elisabeth Moss adalah salah satu aktris terbaik yang ada saat ini. She breathes and lives the role and elevates the series. This is her best yet.
• (dua) • BoJack Horseman – All Seasons (4)

Saya baru mengetahui serial animasi ini beberapa bulan lalu. Begitu hooked dengan beberapa episode awal, langsung tancap gas menghabiskan satu season, lalu season berikutnya, dan tanpa sadar, sudah sampai empat musim penayangan. Seperti banyak serial-serial Netflix lain, it gets better by each season. Cerita tentang seorang bintang televisi 90-an yang sudah pudar popularitasnya punya banyak issues yang terkait kehidupannya. Mulai dari ageism, racism, fame, celebrity culture, sampai materialism dan politik. Mungkin inilah salah satu dari sedikit sekali serial komedi satir saat ini.
• (satu) • Master of None – Season 2

Masih jadi misteri terbesar bagi saya, bagaimana Aziz Ansari membuat serial ini dengan penuh hati. Sebagai seorang imigran, dia berhak membuat serial yang memperlihatkan kemarahan, atau paling tidak, bersuara lantang mengeluarkan kritik terhadap berbagai isu sosial di Amerika Serikat. Atau bersikap sinis. Nyatanya, Aziz memilih cara untuk menyampaikan pemikiran kritisnya tentang isu rasialisme dan migran lewat komedi yang manis. Kalau Anda menyempatkan menonton serial ini, and you must, maka Anda akan setuju bahwa there is no mean bones in Aziz’s body of work here. Semuanya ditampilkan apa adanya, dan masih meninggalkan perasaan hangat di hati. Episode Thanksgiving dalam musim penayangan serial “Master of None” kali ini adalah the finest hour of television this year.
Sekarang, apa pilihan Anda?
Yes yes yes buat Master None. Gw suka episode Thanksgiving sama episode doorman, cab driver, dan segala cerita tentang imigran New York. Tanpa penampilan Azis Ansary, tapi sekaligus paling menyentuh. Kisah cintanya juga, awwww banget.
Kalo boleh nambahin, Transparent sama The Last Man on Earth.
SukaSuka
Master of None is so effortless, dan sangat, sangat down to earth. Aku coba nonton Transparent season 1, dan belum ‘connect’ aja. Hehehe. Jadi gak selesai nontonnya. The Last Man on Earth, heard good raves about it. Cuma belum sempat aja nonton. Thanks for the recommendation!
SukaSuka
The Handmaid’s Tale memang mengerikan, karena kita nontonnya sambil mikir, “Ini bisa kejadian banget sekarang.”
And yes, “How to Get Away with Murder” season 4 is faaarrr better improvement than previous two seasons. Walaupun mulai gengges liat alur cerita maju mundur khas serial ini, hahahaha.
SukaSuka
Emang kejadian kok. Margaret Atwood nulis buku Handmaid’s Tale berdasarkan fakta-fakta opresi perempuan yang pernah/sedang kejadian di dunia. Emang ga separah kalo dikompilasi seperti itu, tapi it’s real man.
SukaSuka
Setuju dengan The Handmaid’s Tale. Kukira serial ini diangkat dari novel yang baru dirilis baru-baru ini. Setelah googling, oalah ternyata novel yang lumayan udah lama. Tiap episodenya ngeri-ngeri sedap. Definitely one of my fave TV series this year.
Aku tahun ini gak banyak nonton series, tapi kalo dibikin list, kayaknya nomor satu masih ditempati sama How To Get Away with Murder (season 4) 😀
SukaSuka