Book is timeless. Buat saya, ini artinya tidak perlu harus mengejar membaca buku baru yang dirilis di tahun yang sama. Masih dalam pemikiran saya juga, buku yang baik adalah buku yang menarik untuk dibaca kapan saja. Kalau perlu, lintas abad.
Buku-buku Balai Pustaka mulai saya baca waktu saya duduk di sekolah menengah. Artinya lebih dari tiga perempat abad setelah buku-buku itu diterbitkan pertama kali. Toh semuanya masih memikat untuk diikuti. Baik itu kisah pergolakan batin kakak beradik Tuti dan Maria, ataupun kisah Midun yang terus ditimpa kemalangan.
Begitu pula dengan tahun ini. Saat mulai menulis tulisan hari ini, dan melihat daftar buku yang saya baca sepanjang tahun, mendadak tersadar kalau sebagian besar buku-buku tersebut tidak dirilis tahun ini. Paling lama dirilis di awal tahun 1970. Hanya sebagian kecil yang dirilis tahun ini.
Toh 99% buku ini masih menyenangkan untuk dibaca. Baik tahun ini, tahun lalu, atau dibaca ulang di tahun-tahun yang akan datang. Book is always timeless. Rangkaian kata-kata yang diolah dan diramu menjadi cerita yang menemani kita dalam situasi apa pun, kapan pun.
Kalau tahun lalu saya merilis lima kutipan dari lima buku, maka tahun ini, dari 53 buku yang saya baca dari awal tahun sampai minggu ini, ada 10 buku yang meninggalkan kesan paling dalam. Tentu saja beserta kutipan yang membuat saya terus mengingat buku-buku tersebut. Ini dia:
• The Orphan Master’s Son (penulis: Adam Johnson)

Novel yang penceritaannya sangat epik. Begitu pula humor-humor keringnya. Kita dibawa ke dalam cerita a la petualangan James Bond, sekaligus kisah romansa a la film-film Hollywood klasik, yang semuanya berlatar belakang kehidupan di Korea Utara. It’s an eye opener of what living in North Korea is like. Dan tidak ada cara yang lebih efektif dalam menceritakannya selain dengan candaan yang miris, dan mengena.
Kutipan favorit:
“A name isn’t a person,’ Ga said. ‘Don’t ever remember someone by their name. To keep someone alive, you put them inside you, you put their face on your heart. Then, no matter where you are, they’re always with you because they’re a part of you.”
• So You’ve Been Publicly Shamed (penulis: Jon Ronson)

Seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya, buku ini membuat saya berpikir berkali-kali lagi sebelum menulis apapun di media sosial. Kasus-kasus pelecehan di media sosial yang diangkat di buku ini semuanya true stories. Tanpa harus menjadi paranoid, buku ini mendorong kita untuk berhati-hati. Meskipun resiko tertinggi dari kehati-hatian yang berlebih adalah, like it or not, we start losing ourselves.
Kutipan favorit:
“We’re creating a culture where people feel constantly surveilled, where people are afraid to be themselves.”
• Half Broke Horses (penulis: Jeannette Walls)

Tidak ada rencana membaca buku ini. Namun baru di halaman-halaman pertama, saya langsung terpaku. Ini adalah fictionalized true story tentang bagaimana seorang ibu membesarkan anak putrinya di tengah Great Depression di Amerika di awal tahun 1930-an, dan kecintaannya terhadap alam terbuka. Lebih menarik dari buku sebelumnya, “The Glass Castle”, yang jauh lebih populer.
Kutipan favorit:
“If you want to be reminded of the love of the Lord, just watch the sunrise.”
• The Vegetarian (penulis: Han Kang)

Seperti menonton film Korea dengan genre drama eksperimental: absurd, nyeleneh, unik dan mencekam. Penggambaran metafora tentang alam dan manusia dijabarkan dalam kalimat-kalimat singkat yang tegas. Kita seperti ikut ditelanjangi saat membacanya.
Kutipan favorit:
“Time was a wave, almost cruel in its relentlessness”
• The Lost Art of Reading: Why Books Matter in a Distracted Time (penulis: David L. Ulin)

Saya beli buku ini karena judulnya. Dan akhirnya memang mendapatkan apa yang dimaksud judul bukunya: opini dan analisa tentang indahnya menghabiskan waktu membaca buku. That’s it? That’s it! Bukunya kecil, tidak terlalu tipis, tapi sangat berguna sebagai a gentle reminder saat kita sudah mulai kehilangan waktu untuk membaca buku.
Kutipan favorit:
“Reading is an act of contemplation, perhaps the only act in which we allow ourselves to merge with the consciousness of another human being. We possess the books we read, animating the waiting stillness of their language, but they possess us also, filling us with thoughts and observations, asking us to make them part of ourselves.”
• The Nix (penulis: Nathan Hill)

Tak pelak lagi, inilah buku favorit saya tahun ini. Karakter-karakter yang cerdas, tangkas, full of wit, dan sangat hidup, mengisi halaman demi halaman buku ini dengan penuh percaya diri. Meskipun mereka harus bolak-balik tersandung masalah hidup, yang membuat ceritanya terus bergulir. Ada satu halaman di buku ini yang membuat saya tertawa kencang, karena membayangkan adegan a la lawakan Srimulat kalau adegan dalam buku tersebut diterjemahkan menjadi sebuah pertunjukan. A total riot, and this book is totally hilarious!
Kutipan favorit:
“Sometimes we’re so wrapped up in our own story that we don’t see how we’re supporting characters in someone else’s.”
• Ways of Seeing (penulis: John Berger)

Buku ini pernah menjadi acuan dalam analisa seni kontemporer, terutama dalam seni rupa, baik itu lukisan, fotografi, sampai ke obyek sehari-hari. Buku ini merupakan adaptasi dari serial dokumenter di BBC pada awal tahun 1972. Melihat isinya pun, buku ini masih relevan untuk dijadikan sebagai reference guide dalam mengeksplor ideologi-ideologi yang mungkin tersimpan secara tersembunyi dalam bentuk seni yang kita lihat.
Kutipan favorit:
“To be naked is to be oneself.
To be nude is to be seen naked by others and yet not recognised for oneself.”
• The Ocean at the End of the Lane (penulis: Neil Gaiman)

Maaf, Neil Gaiman. You are a productive writer, but I’m not a productive reader of yours. Akhirnya ini menjadikan kesempatan untuk membaca novel Neil Gaiman sebagai sebuah event, karena belum tentu setahun sekali terjadi, dan saat selesai, ada rasa puas yang tercurah dalam hati. Demikian pula dengan novel ini. Cerita fantasi dari memori seorang pria tentang masa kecilnya menjadi bacaan yang membuat hati kita mencelos di akhir cerita.
Kutipan favorit:
“I lived in books more than I lived anywhere else.”
• Fifth Avenue, 5 A.M. (penulis: Sam Wasson)

Buku ini mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi di balik layar pembuatan film Breakfast at Tiffany’s. Mulai dari mengira-ngira mood Truman Capote saat novella karyanya dibeli hak cipta adaptasi filmnya oleh Hollywood, lalu mengira-ngira perasaan hati Audrey Hepburn saat menjalani syuting film tersebut, sampai mengira-ngira efek film ini yang memang masih terasa sampai sekarang. Semuanya memang dikira-kira oleh penulis buku ini, dan hasilnya mengejutkan: each story feels so real. Salah satu surprise discoveries in literature yang pernah saya alami.
Kutipan favorit:
“We don’t want to make a movie about a hooker,” he assured her, “we want to make a movie about a dreamer of dreams.”
• The Sympathizer (penulis: Viet Thanh Nguyen)

Kalau dilihat sekilas dari tema cerita, tentang seorang penyusup di perang Vietnam yang menjadi imigran di Amerika Serikat sebelum kembali ke Vietnam untuk melawan komunis, terlihat kompleks. Padahal it’s a page-turner. Kejadian demi kejadian yang terkesan absurd malah terlihat believable, berkat kecerdikan penulis dalam memanipulasi pikiran kita: is the narrator antagonist, or protagonist, or both? Novel yang mengajak kita terus penasaran, sampai di akhir halaman.
Kutipan favorit:
“We don’t succeed or fail because of fortune or luck. We succeed because we understand the way the world works and what we have to do. We fail because others understand this better than we do.”
Happy reading!
merindukan membaca sebagai kegiatan yang personal.
SukaSuka
Hahaha. Padahal membaca itu kegiatan yang sangat personal buatku. Penyerapan dan interpretasi cerita yang dibaca, it’s a very personal thing. Kalau diceritain lagi ke orang lain, seringnya nggak sampai pesan yang dimaksud.
SukaSuka
Yes. Ada masanya ketika membaca demi memuaskan ego, tahu lebih dulu, tahu lebih banyak, dan berusaha menceritakannya lagi kepada orang lain… dan baru di awal 20-an sadar, kalau membaca kembali bisa memberi perspektif berbeda.
SukaSuka