Semalam, saya tidur lebih cepat. Ini bisa terjadi karena saya tidak ada ide menulis apa untuk Linimasa hari ini. Alhasil, setelah selesai olahraga dan menonton preview film terbaru, sampai rumah saya hanya berganti pakaian, cuci muka, lalu terlelap. Walaupun beberapa detik sebelum terlelap, saya sempat heran sendiri, kenapa masih belum ada juga ide untuk menulis sampai hari baru menjelang. Tidak seperti biasanya.
Karena sudah sempat latihan fisik sebelumnya, maka tidak ada masalah dalam tidur semalam. Selain cepat, tingkat kelelapan (deep sleep) pun cukup baik, kalau diindikasikan dari tracker di pergelangan. Justru yang aneh adalah mimpi semalam.
Mimpi yang sampai membuat saya terjaga saat bangun tadi pagi. Terjaga, karena saya sampai duduk untuk menelaah apa yang terjadi di mimpi tersebut.

Semalam saya bermimpi bertemu salah satu mantan pacar. Pertemuan terjadi secara tidak sengaja di sebuah bar. Saya duduk bersama beberapa teman, meskipun sedang berbicara secara intense dengan seorang teman yang baru saja mengontrak rumah saya.
Lalu saya melihat dia masuk, sendirian. Dia duduk tak jauh dari tempat duduk kami. Teman-teman saya mulai kasak-kusuk saat melihat mantan saya.
Tiba-tiba saya memutuskan untuk menghampiri dia. Saya ajak salah satu teman, yang sedang saya ajak bicara, untuk ikut. Sementara teman-teman lain yang melihat saya, mulai bersahut-sahutan riuh rendah.
Saya mulai menyapanya. Bertanya apakah mengganggu kalau saya duduk di depannya. Saya kenalkan teman saya.

Lalu saya duduk, dan kami mulai berbicara. Pembicaraan yang bermula dari “hai, apa kabar?”, lalu berlanjut ke obrolan-obrolan trivial seputar kehidupan kami masing-masing. Saya lihat, teman-teman yang tadi datang, sudah pergi. Meja mereka kosong.
Kami bertiga masih larut dalam pembicaraan yang sering kali diselingi gelak tawa. Menertawakan kondisi rumah saya. Menertawakan kehidupang masing-masing. Termasuk kehidupan percintaan mantan saya, yang rupanya sudah berganti pacar lagi berkali-kali sejak putus dari saya. Sementara di mimpi tersebut, saya masih menanyakan pacarnya yang terakhir.
Pembicaraan penuh canda tersebut terus terjadi tanpa henti, sampai saya bangun dari tidur. Saat membuka mata dan menyadari apa yang baru saja terjadi selama beberapa jam dalam mimpi, saya tersenyum.
Senyuman bukan karena rindu mantan, tapi karena menyadari bahwa sering kali mimpi membawa kita ke alam dan suasana yang lebih baik dibanding kehidupan nyata.
Di kasus mantan yang saya impikan semalam, bisa dibilang waktu itu kami putus tidak secara baik-baik. Memang sih, mana ada putus hubungan yang baik-baik? Tetapi dalam kasus ini, putus hubungan tersebut membuat saya cukup stressed out selama beberapa bulan. Walaupun sekarang sudah biasa saja, toh kami akhirnya memilih tidak berteman, cukup menjadi acquaintance saja.

Lalu kalau di mimpi itu saya pergi ke bar, di kehidupan nyata saya hampir tidak pernah pergi ke bar. Paling waktu traveling, kalau memang bar yang dikunjungi memang menarik. Lalu teman-teman saya yang ada di mimpi itu, sebenarnya lebih dekat ke mantan saya sekarang. Rumah yang dikontrak oleh teman saya, sekarang sudah menjadi restoran. Dan pacar mantan saya yang di mimpi disebut sudah berakhir hubungannya, sampai sekarang masih awet.
Dan kalau di mimpi tersebut saya bisa bertemu dan berbincang berjam-jam dengan mantan saya, di kehidupan nyata saya sudah lama tidak bertemu dengan beliau selama beberapa tahun terakhir.
Apakah lantas saya akan mengejar supaya mimpi tersebut menjadi kenyataan? Tentu saja tidak.
Kalau memang kita sering mendengar bahwa mimpi adalah manifestasi dari keinginan kita yang selama ini terkubur dalam-dalam dan rapat-rapat, maka mungkin ada alasan kenapa keinginan tersebut layak muncul di mimpi saja. Mungkin kalau terjadi di dunia nyata, bisa jadi akan ada sense of imbalance yang justru memporak-porandakan tatanan kehidupan yang selama ini kita jalani. Atau mungkin apa yang sedang kita jalani saat ini sudah pas buat kita. Tidak lebih baik, tapi juga tidak lebih buruk.
Saya senang menjalani mimpi saat tidur. Seperti yang pernah saya tulis di Linimasa beberapa kali, saya gampang bermimpi saat tidur. Tidak lengkap rasanya tidur tanpa mimpi, karena selama beberapa jam, saya bisa pergi sejenak dari kepenatan rutinitas dunia nyata.
Karena sifatnya yang sementara, maka rasanya mimpi should stay the way as it is. Tak perlu ditransfer ke dalam kehidupan nyata. Some dreams in our sleep remain best as dreams.

Dan saat kata-kata seperti “maaf” atau sekedar ucapan salam sulit kita ucapkan di kehidupan nyata, sementara di mimpi kita malah terjadi, maka itu sudah lebih dari cukup membuat kita merasa lebih baik.
Dream some dreams tonight. You’ll love them.

Tinggalkan Balasan ke Willo Batalkan balasan