Beberapa waktu lalu, seorang teman tiba-tiba mengirimkan pesan lewat WhatsApp tanpa ba-bi-bu sebelumnya. Dia berkata dan bertanya, “Hebat ya, kalian di Linimasa bisa konsisten ngeblog terus setiap hari. Kok bisa?”
Berhubung yang bertanya adalah salah satu teman dekat, maka saya cuma menjawab: “Thanks, tapi ade ape gak ada ujan gak ada angin tau2 ngomong gini?”
Dia jawab, “Gaaak. Gue mau mulai ngeblog lagi. Tapi udah lama absen. Jadi sekarang bingung mau nulis apa.”
Lalu saya points out beberapa hal yang bisa dia tulis, terutama terkait aktivitasnya sehari-hari di lingkungan kerjanya. Dan juga beberapa projects yang akan dia luncurkan beberapa bulan ke depan.
Dia bilang, “Hehehe. Tapi lagi gak mood nulis seperti itu. Pengen yang lain. Kalian kok bisa konsisten gitu sih?”
Saya terdiam dulu sejenak. Lalu menjawab, “Ya gak setiap hari juga. Udah sering banget bolongnya. Dan sejujurnya sih, seringnya malah bingung mau nulis apa. Kadang malah, pokoknya nulis aja dulu. Yang penting ada terus. Yang penting gak kosong. Jangan sampai berhenti nulis terlalu lama, nanti malah susah kalau mau mulai lagi. Lagian, kalau kosong kelamaan kan gak enak juga.”
Lalu dia jawab “Iya sih”, sebelum kami beralih ke topik pembicaraan yang lain.
Saya lupa sumbernya apa dan dari mana persisnya, tapi dulu saya pernah membaca dan mendengar sebuah kutipan bernada sinis, sekaligus lucu. Kutipan in datangnya dari seorang aktor, yang sedang membahas betapa remeh-temehnya film awards atau penghargaan untuk insan perfilman baik di level dunia maupun lokal.
Kurang lebih kutipannya seperti ini:
“Hell, they even give you an award if you’re a whore and stay being a whore for years without a break!”
Terdengar kejam, memang. Tapi sekaligus menggelitik. Dan sedikit banyak ada benarnya juga.
Bukankah memang banyak penghargaan, terutama dalam atau terkait dengan bidang seni, diberikan karena sang pelaku bisa bertahan hidup dan berkarya selama puluhan tahun? Tidak ada yang salah memang. Sama sekali. Toh memang kesetiaan perlu dihargai.
Dan kalaupun sang tokoh sudah tidak berkarya namun masih hidup dan masih diperbincangkan karya-karya lamanya, maka ada lifetime achievement award yang menanti.
Kenapa semua ini ada?
Karena memang susah sekali untuk bertahan dan berkarya secara konsisten terus menerus, tanpa henti.
Apalagi di masa sekarang, di mana konsentrasi acapkali terganggu oleh distraksi. Apapun itu bentuknya, apapun itu sumbernya. Akhirnya, tidak bisa fokus dalam mengasah talenta yang dimiliki. Tidak bisa telaten menekuni apa yang sudah diniatkan untuk dikerjakan secara rutin.
Sudah terlalu banyak contoh yang ada di sekitar kita yang menunjukkan bahwa mempertahankan rutinitas berkarya itu tidak mudah. Banyak potensi yang baru muncul, lalu tenggelam begitu saja.
Apa kabar Dijah Yellow?
Apa kabar duo Keong Racun?
Akhirnya banyak yang memilih bidang lain untuk terus hidup. Tentu saja ini tidak salah, karena bagaimanapun, bertahan di satu profesi bukanlah mutlak keharusan.
Namun bagi mereka yang ingin terus bertahan, maka konsistensi tidak lagi sekedar berkata “Here I am”, karena semua orang mengatakan hal yang sama. Konsistensi berkarya berarti menyerap perubahan di sekitar, lalu mencoba mengaplikasikannya dalam karya. Dalam kata lain, berani gagal.
Salah satu dosen saya waktu kuliah pernah menantang kami. Dia bertanya, “What can you say when I mention the name Andrew Lloyd Webber?”
Kami langsung menyebut beberapa nama karya pertunjukannya yang terkenal, seperti “Cats”, “Phantom of the Opera”, “Jesus Christ Superstar”, dan beberapa lainnya.
Dosen kami mengangguk, lalu melanjutkan, “Of course. Those are his blockbusters. But what if I mentioned shows like “The Likes of Us”? “Jeeves”? “Tell Me on a Sunday”? These are his lesser known works. Why lesser known? Because they are failures. Critically, and commercially. But did he stop? No. Did he continue making new ones? Yes. Otherwise you won’t be able to mention those shows you all just mentioned.”
Berani berkarya berarti berani gagal mencoba. Di depan umum. Dengan resiko dicemooh habis-habisan, dikatai habis-habisan.
Namun itulah resiko yang harus ditempuh seorang pekerja seni. Apakah Madonna bisa bertahan selama hampir 40 tahun di dunia musik kalau, taruhlah sampai pertengahan 90-an, dia masih menjual seks sebagai komoditi utama? Tentu tidak. Eksploitasi seks menjadi komoditas utamanya cukup sampai di awal 90-an, lalu pada pertengahan 90-an banting setir menjadi wanita anggun dengan musik balada a la Evita Peron. Tak berapa lama kemudian, di akhir 90-an ganti lagi menjadi hippie Hindu, sampai akhirnya kita lose tracks dengan segala perubahan image yang dia ambil.

Apakah semuanya berhasil? Tentu tidak. Apakah dia berhenti? Tentu tidak.
Konsistensi berkarya di satu bidang tidak berarti terus menampilkan karya yang sama setiap saat. Kita bukan Adele, karena cukup hanya ada satu Adele saja di muka bumi ini. Siapakah kita? Jangan khawatir. Kita sama-sama cari, selama kita tidak pernah berhenti mengeksplorasi apa yang bisa kita lakukan, dan menampilkannya di depan umum.
Tidak ada tanggapan? Jangan khawatir. Terus berbuat, terus berkarya.
Ingat film Julie and Julia beberapa tahun silam? Film ini berkisah tentang blogger Julie Powell, yang setelah peristiwa 9/11 merasa kehilangan semangat hidup. Lalu dia menemukan buku masakan karya juru masak legendaris Julia Child. Lalu Julie memutuskan untuk memasak setiap resep yang ada di buku Julia Child selama setahun. Berarti 524 resep dalam 365 hari. Tanpa henti. Dan menuangkan pengalamannya di blog.

Siapa yang membaca blognya di hari-hari pertama? Tidak ada. Di minggu berikutnya? Hanya ibunya. Lalu kapan mulai ada komentar di blognya? Setelah lewat dari satu bulan. Berarti setelah Julie memasak lebih dari 30 resep, dan menuliskannya satu per satu di blog.
Sampai akhirnya blog ini menjadi buku, dibuat jadi film, dan mendapat nominasi Oscar untuk Meryl Streep.
Still, the journey to Oscar begins with one food, one blog post, and zero comment.
Konsistensi selalu dimulari nol, bukan dari satu. Toh yang penting: kita mulai, dan kita tidak berhenti.
Saya lagi suka mengikuti vlog Arun Maini di Youtube. Dia menggunakan username “Mrwhosetheboss”. Awalnya karena saya perlu mencari panduan ulasan smartphone. Iseng-iseng klik di salah satu video. Lalu saat video dimulai, saya kaget. Astaga, suaranya! Sangat merdu. Intonasi dan lafal pengucapannya sangat jernih dan jelas.
Semakin terkejut saat saya tahu bahwa dia adalah pemuda berusia 21 tahun di Nottingham, Inggris. Baru mulai mencoba bikin video dan bergabung di Youtube tahun 2011, karena dia suka mengutak-atik ponsel. Lalu sering dimintai tolong oleh anggota keluarganya mengenai gawai dan piranti elektronika lainnya.
Akhirnya dia iseng membuat beberapa video tentang ponsel yang dia pakai. Lalu dia ketagihan. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengunggah atau upload video apapun setiap hari. Ya, setiap hari! Tanpa henti.
Mulai dari review, gaming, aplikasi, dan beberapa video tentang dirinya sendiri. Blak-blakan dia mengakui kalau akunnya pernah diretas (hacked), sedih saat mendapat hujatan di komentar sampai akhirnya merasa biasa saja, dan having fun saat orang-orang menanyakan kehidupan pribadinya.
Sampai akhirnya dia menjadi salah satu pengulas gawai terkemuka di dunia, dengan lebih dari 650 ribu subscribers, dan total views video sudah lebih dari 130 juta sampai tulisan ini dibuat. Angka yang fantastis dalam kancah ulasan gawai.
Konsistensi memang selalu menjadi kunci. Karena tanpa konsistensi, eksistensi diri kita akan habis terkikis, sampai tidak teringat lagi.
“Konsistensi selalu dimulari nol, bukan dari satu. Toh yang penting: kita mulai, dan kita tidak berhenti.”
bener banget, aku udah membuktikannya sendiri.
..dan baca tulisan macam ini rasanya menguatkan,
makasih sudah menulis mas Nauval
SukaSuka
Terima kasih sudah membacanya 🙂
SukaSuka
Salah satu tulisan Linimasa yang saya baca sambil menahan napas.
Because being consistent is even harder than starting something new, for me.
SukaSuka
Semoga menahan nafasnya gak kelamaan. Nanti bengek.
SukaDisukai oleh 1 orang
sepakat. konsistensi adalah kunci.
#bertahansatucinta
SukaSuka
Hahahah. Eh itu lagunya siapa ya? Sounds familiar.
SukaSuka