ADA kehebohan kecil di grup WhatsApp LINIMASMAS—kalau penasaran kenapa dinamakan demikian, tanya ke Mas Roy saja—Sabtu sore kemarin. Mas Gandrasta membagikan satu tautan Vimeo khusus buat Mbak Leila, tanpa judul atau keterangan apa pun. Apalagi pratinjau atau preview-nya juga enggak muncul gara-gara akses Vimeo masih diblokir untuk internet Indonesia.
Kenapa akhirnya menjadi kehebohan kecil? Sebab tautan Vimeo tadi ternyata ada hubungannya dengan episode seri teranyar Game of Thrones (GoT) yang baru tayang sejak beberapa pekan terakhir.
Mas Gandrasta dan Mbak Leila adalah penggemar berat serial fenomenal tersebut, yang tampaknya merupakan bagian dari Jemaah GoT mazhab Antispoilers’iyyah.
Sebagai seseorang yang sejauh ini tidak pernah terganggu dengan bocoran cerita maupun sejenisnya, pun bukan seorang penonton GoT yang tekun, agak sukar bagi saya untuk bisa turut merasakan ketidaknyamanan tersebut. Jadi satu-satunya sikap terbaik yang bisa saya lakukan ketika berada di tengah situasi seperti itu hanyalah bergeming, dan tersenyum.
Ada masanya hingga tahun lalu, ketika saya dengan polosnya bisa bertanya: “Kenapa mesti terganggu dengan spoilers sih? Kalau tokohnya mati, ya mati aja!”
Bukannya jawaban, saya justru mendapatkan sedikit wejangan tentang pentingnya bersimpati, “kalau enggak tahu enggak usah ikut ngomong,” dan rasanya stand in someone’s shoes.
Responsnya memang terdengar lebay. Namun terlepas dari apakah memang sebegitu tidak menyenangkannya atau hanya buat seru-seruan, demikianlah yang terjadi. Kalau kata Gandrasta tadi dia sampai tidak berani buka YouTube, ada teman yang menapis hashtag dan kata-kata tertentu, bahkan yang malas membuka media sosial demi menghindari segala bentuk bocoran maupun teori-teori yang beredar. Seperti mengenai Aemon Targaryen yang semacam dienyahkan dari posisi Maester-nya.
Satu-satunya hal yang saya pahami dari protes keras dan ketidaksukaan para penggemar GoT terhadap bocoran adalah keseruan yang dicuri.
Bayangkan saja, mereka sudah sabar menanti episode terbaru GoT yang terhenti tahun lalu, lalu mengharapkan kejutan-kejutan penggetar kalbu. Di tengah-tengah penantian tersebut, mereka terpapar dengan sedikit informasi mengenai apa yang akan mereka temui nanti. Ekspektasi dan kesiapan mental untuk meet the unexpected berkurang secara paksa.
Di sisi lain, penyebar bocoran tentu memiliki motif yang beragam pula. Ada yang memang sengaja ingin merusak kesenangan orang lain, ada yang ingin merasa populer dengan menciptakan kehebohan, tetapi ada juga yang memang gemas dan geregetan tidak bisa menahan dorongan untuk membagikan informasi tersebut, belum termasuk orang-orang yang memang clueless dan tidak sadar bahwa tindakannya itu berdampak buruk kepada orang lain.
Berangkat dari masalah GoT dan bocorannya di atas, ada beberapa hal menarik.
Menahan Diri Secara Sukarela
Prinsipnya kurang lebih sama seperti rasa haus dan seteguk air, atau rasa lapar dan makanan. Dalam kondisi yang sangat haus, segelas air putih biasa saja terasa begitu nikmat. Begitu pula saat sedang lapar-laparnya, nasi putih dingin dan telur ceplok pakai kecap saja terasa lezat. Dengan menahan diri, keinginan dan perasaan mengidamkan sesuatu akan jauh lebih kuat. Terutama untuk hal-hal yang menyenangkan.
Kondisinya juga berbeda antara menahan diri karena terpaksa dan secara sukarela. Dalam keadaan terpaksa, seseorang dibuat tidak leluasa dan tak punya pilihan. Ia harus menahan diri karena hanya itu yang bisa dia lakukan. Seseorang sangat kehausan setelah tersesat selama beberapa hari di padang pasir, tentu akan sangat gembira ketika menemukan air. Meskipun cuma genangan. Bisa saja dia mati kehausan.
Sedangkan dalam kasus GoT, yang mati cuma tokoh-tokohnya, bukan orang-orang yang kena spoilers. Para penontonnya secara sukarela menahan diri dari kenikmatan menyaksikan drama penghuni Westeros maupun keturunan Andals setelah serinya terhenti. Sampai jadwal penayangannya kembali. Dalam masa penahanan diri selama beberapa bulan tersebut, muncul ekspektasi tunggal: “Aku ingin dikejutkan.”
Mereka punya pilihan untuk menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari segala bentuk bocoran, sebab efek kejutannya bakal berkurang dan menimbulkan kekecewaan. Sekali lagi, para penonton GoT sungguh-sungguh tidak nyaman dan gelisah dengan perasaan tersebut. Kalau sudah begini, enggak bisa banget dikomentari: “Biasa aja napa sik?”
Selain soal GoT, sikap menahan diri secara sukarela dan punya ekspektasi terhadapnya juga dilakukan pada banyak hal dalam hidup kita. Dampaknya pun cuma dua: kita mendapatkan yang diinginkan, atau kita alami kekecewaan. Masalahnya ada pada bagaimana cara kita menyikapi rasa kecewa tersebut? Seberapa cepat kita sober kembali, dan menyadari bahwa seberat apa pun sebuah kegagalan (untuk dikejutkan, misalnya), tidak ada yang lebih berat daripada kematian? Bukan kehilangan barang, atau melewatkan sebuah perasaan.
Selalu Siap
Dengan menahan diri secara sukarela, para penonton GoT menjadi siap untuk dikejutkan. Ingin dikejutkan seterkejut mungkin, malah. Setelah itu mereka menikmati momen speechless setelah dikejutkan. Selalu diangkat jadi topik pembicaraan, ada beberapa adegan yang selalu terbayang-bayang, dan kesan yang tertinggal setelah dikejutkan tersebut dijadikan modal awal untuk kembali berharap dikejutkan pada penayangan episode lanjutan. Pokoknya selalu siap menikmati semuanya deh.
Kembali lagi, pada awalnya selalu ada ekspektasi sebelum mulai menonton. Termasuk ekspektasi atas konsekuensi. Yang mereka lakukan memang sekadar duduk manis, menonton tayangan, dan menyerap lalu memikirkan apa yang mereka tonton. Efeknya adalah dibuat terkejut sesuai ekspektasi, atau malah kecewa. Mereka langsung move on menantikan episode di Senin pagi depan.
Kebayangnya, akan sangat baik bila sikap selalu siap ini juga dijalankan untuk aspek-aspek lain dalam hidup. Setelah mengalami sesuatu, lekas melanjutkan ke momen berikutnya selama masih hidup. Siap menghadapi apa pun yang akan terjadi, tanpa terlalu lama bergulat dengan perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Terdengar terlalu muluk-muluk sih, tapi kalau habis nonton GoT saja bisa merasa terguncang, apalagi kalau menjalani hidup sungguhan? Guncangannya bisa lebih nyata, pakai darah dan luka sungguhan.
Fokus dan Tidak Menduga-duga
Spoilers menyebabkan keseruan menonton GoT berkurang. Kebetulan GoT hanyalah tontonan yang menarik dan tidak boleh sampai ketinggalan, menurut para penganutnya.
Dalam kehidupan nyata, kebanyakan dari kita justru kepo dan sangat menginginkan adanya spoilers. Buktinya, manusia menggemari aktivitas ramalan sejak awal peradaban. Sampai saat ini pun, zodiak dan horoskop mingguan selalu dicari dan dibaca. Lebih dari itu, spoilers yang dicari bukan hanya di masa depan, tapi dari masa lalu. Bagi yang percaya mekanisme kelahiran kembali, maupun reinkarnasi (keduanya adalah konsep yang berbeda), pasti pengin tahu masa lalunya seperti apa dengan berbagai metode. Salah satunya seperti yang pernah dibahas tahun lalu dalam tulisan “Masa Lalu yang Bikin Kepo”
Soal spoilers dalam kehidupan nyata justru malah bikin penasaran, dan dicari-cari. Ujung-ujungnya sih kembali ke soal keterkejutan atau ekspektasi.
Pengin tahu apa yang telah terjadi di masa lalu, setelah tahu lumayan terkejut. Berasa seru.
Pengin tahu apa akan terjadi di masa depan, setelah tahu jadi berharap semoga menjadi kenyataan (kalau baik), atau semoga tidak menjadi kenyataan (kalau buruk).
Nah, daripada terganggu dengan yang begini-begini dan belum jelas faedahnya, mending bersikap seperti saat menantikan episode terbaru GoT; menolak segala bentuk spoilers supaya bisa merasakan sensasi kejutannya semaksimal mungkin. Toh semenarik apa pun kejutan di serial, lebih seru dan signifikan kejutan yang terjadi di kehidupan nyata, kan? HAHAHAHA! Kejutan yang menyenangkan, bikin efeknya terasa lebih kuat dan berlipat. Sebaliknya, mudah-mudahan kita dijauhkan dari segala bentuk kejutan yang tidak menyenangkan.
Biarlah Sansa, atau Cersei, atau Euron, atau Littlefinger, atau Mamak Naga, atau siapa lah yang mati. Biarin. 😂
[]
Untung kaga ngikutin. Mending kita makan bakmi aja yes
SukaSuka
Bakmi babi, FTW! Hahaha!
SukaSuka