Diet Menurut Agama dan Kepercayaan Masing-Masing

OK, mungkin bukan diet, lebih tepatnya memperhatikan makanan yang masuk ke dalam tubuh saya. Perjalanan yang dimulai sekitar 2004, saat saya memasuki dunia pekerjaan. Diet yang sedang terkenal saat itu adalah Atkins Diet. Itulah awal mulanya saya mengetahui soal bahaya gula bagi kesehatan. Tapi karena saat itu internet belum seperti sekarang, sulit untuk mencari tahu lebih banyak.

Saat itu saya tidak tahu makanan-makanan apa saja tempat gula bersembunyi. Seperti makanan kaleng, siap saji, kecap dan banyak lagi yang baru saya ketahui mengandung banyak gula bertahun kemudian. Jangan lupa, saat itu tak mudah untuk mencari orang-orang yang “sepaham” untuk kemudian membentuk FB Group seperti sekarang. Paling sesekali bertanya dengan teman dokter yang jawabannya pun bisa beragam.

Setelah mencoba berbagai macam diet, akhirnya saya memutuskan diet yang paling sesuai dengan saya. Diet yang menjadi agama saya. Tapi ya agama di KTP pun saya tak taat menjalaninya apalagi diet. Dengan keyakinan berbagi itu bagian dari kebahagiaan, berikut adalah panduan saya:

  1. MEMASAK SENDIRI

Kalau tak sembarang orang boleh memegang tubuh kita, mengapa kita sering membiarkan sembarangan makanan malah masuk ke dalam tubuh kita? Memasak sendiri menjadi keputusan awal saya sehingga saya benar-benar tau apa yang masuk ke dalam tubuh. Ini menjadi prinsip awal terpenting apa pun diet saya di kemudian hari.

Pendapat ini diamini oleh Janti @alterjiwo yang juga penggiat makanan sehat dan penyembuhan non-invasif. “Mau mulai makan sehat harus dimulai dari masak sendiri. Bisa masak sendiri saja sudah jauh lebih baik daripada makan “makanan sehat” di luar.”

Saat masak sendiri, ada banyak hal yang saya pelajari. Kalau pernah mencuci ayam negeri sendiri, sepertinya semua akan paham mengenai aroma kimia yang tercium kuat saat mencuci. Atau kita jadi mengetahui bahan apa saja yang mengandung gula. Berbagai sumber minyak, minyak kelapa, minyak jagung, minyak zaitun, dan sebagainya. Yang kalau beli jadi di restoran, itu semua tak kelihatan.

Saat memasak sendiri saya biasanya memilih makanan yang sederhana. Yang proses memasaknya tidak terlalu lama. Saya bisa melihat dengan mata kepala sendiri bahan-bahan yang akan saya gunakan. Terutama soal kebersihannya. Nigella Lawson, home chef idola saya pernah bilang, tidak ada bahan makanan kotor. Yang ada adalah kesalahan dalam pengolahannya sehingga berakibat makanan bisa menjadi tak baik bagi tubuh.

Seorang teman yang baru memulai diet Keto saat sedang mempromosikan dietnya berkata “iya, kalo makan malam gitu mah sekarang gampang, beli aja gulai otak dari restoran padang, beres deh!”. Dalam hati saya berkata (karena tak berani melawan) “tak ada yang salah dengan gulai otak. Tapi tahu kah kita bagaimana gulai otak tadi dimasak? Sudah berapa lama gulai otak dipajang di restoran? Proses memasak dan kebersihannya? Ada pengawet? Gula yang terkandung di dalamnya?” Tapi ah sudahlah, ini hanya pendapat pribadi bukan kapasitas saya pun.

2. NASI

Saya masih makan nasi. Dalam ukuran yang menurut saya wajar. Seminggu mungkin sekitar 2 kali. Itu pun nasi yang kebanyakan saya masak sendiri. Beras pilihan saya adalah beras pecah kulit. Yang menurut Dr. Tan Shot Yen bisa dimakan karena kulit ari dan lembaga yang masih menempel di beras membantu untuk meredam lonjakan gula di dalam tubuh. Belakangan saya lagi mencoba sorghum dan beras hitam Jowo Melik, beras merah, dan sumber karbohidrat lain secara bergantian.

Mengenai makan nasi ini ada perdebatan panjang sekali. “Ah, nenek buyut kita semua makan nasi toh umurnya panjang juga” begitu kita sering mendengar. “Di semua negara Asia bahan dasarnya adalah nasi. Mau Jepang, India semuanya nasi. Apa semuanya itu salah?” OK, izinkan saya memiliki teorinya sendiri.

Bukan salah berasnya, tapi manusianya. Tahukah Indonesia ini tadinya memiliki ratusan jenis beras yang tumbuh sesuai dengan alamnya masing-masing. Sawah dekat pantai atau sawah di pegunungan menghasilkan beras yang berbeda. Kemudian oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, jenis beras ini diseragamkan demi alasan industri dan ekonomi. Kita jadi hanya tahu beras Rojolele dan Pandan Wangi. Untuk memaksa menanam jenis beras itu di berbagai lahan, tentunya tidak mudah. Diserang hama yang paling seringnya. Dan karena banyak yang kegagalan panen, akhirnya dikeluarkan pestisida untuk memastikan pertumbuhannya. Istilahnya, dipaksa tumbuh secara tidak alami. Di sinilah malapetaka dimulai.

Bahkan ada masanya di mana kita terkagum-kagum karena beras yang putih dan bersih. Kita diajari bahwa beras yang baik adalah yang putih bersih, demikian pula nasinya. Proses beras alami menjadi putih bersih bagai mutiara ini, yang menghilangkan kulit ari dan lembaganya.

Selain itu, karena saya menjalani: kalo makan nasi ya sama sayur, atau daging dengan sayur. Bukan nasi dengan daging. Jadi saya tetap bisa makan nasi dan atau sumber karbohidrat lain selama didampingi sayur saja.

3. KEMASAN KECEMASAN

Sebisa mungkin saya mencoba menghindari makanan dalam kemasan. Pun di kemasannya tertera tulisan SUGAR FREE, ORGANIC, dan lain-lain. Balik ke poin nomor satu, sebaik-baiknya makanan kemasan tentu lebih baik makanan dimasak diolah sendiri.

Contoh gampangnya, belakangan sedang demam Es Kopi Susu. Bahkan Presiden kita sampai mampir ke salah satu tokonya. Banyak teman-teman saya yang menyukainya. Termasuk saya. Tapi, karena kebiasaan untuk selalu menyangsikan bahan-bahan yang digunakan dan rasanya yang menurut saya kelewat manis, saya pun mencoba membuatnya sendiri. Kalau pun menggunakan gula, saya menggunakan gula aren cair yang saya buat sendiri dengan takaran yang lebih sedikit.

Santan, adalah salah satu contoh bahan yang belakangan banyak digunakan oleh penggiat diet. Sayangnya, sebagian besar menggunakan santan dalam kemasan. Buruk? Tidak juga. Tapi lebih baik kalau bikin santan sendiri. Selain hasilnya lebih nikmat, santan yang dibuat dengan benar bisa tahan lama selama disimpan di lemari pendingin yang dingin maksimal. Saya sudah membuktikannya sendiri, santan tahan lebih dari dua minggu :O Ya ini pun sebenarnya tak baik mungkin. Tapi saya yakin tetap lebih baik daripada santan dalam kemasan. Santan dalam kemasan hanya saya gunakan saat terpaksa.

Apakah berarti saya tidak makan Chitato, Potabees dan Indomie? Ya makanlah… Nah ini membawa ke point berikutnya:

4. TAHU DIRI

Ini adalah prinsip pengaturan pola makan yang sering saya ceritakan kalau ada yang bertanya. Tau diri aja lah, kalo hari ini udah makan mi instan, masa’ besoknya makan itu lagi. Setelah memakannya, artinya saya sudah merusak tubuh saya. Lalu apa yang akan saya lakukan untuk membalasnya? Memberikan makanan yang bermanfaat bagi tubuh. Gampang kan!

Malam minggu ini diajak nonton rame-rame, semua makan popcorn. Ya makanlah. Minum soda? Ya minumlah. Tapi makan dan minum dengan kesadaran. Sadar bahwa makanan yang sedang saya makan itu sebenarnya memiliki kecenderungan merusak tubuh. Dan karena sadar maka saya pun akan berusaha untuk “membayar balik” dan membatasi konsumsinya.

Belakangan saya lagi suka sekali makan es krim bentuk ikan dengan minum kopi pahit. Entah kenapa saya menemukan kenikmatan yang luar biasa. Saya terus mengkonsumsinya sampai saya bosan. Tak sampai tiga minggu saya mulai berhenti. Tentunya dengan tubuh yang mulai terasa berat hihihi.

Buat saya ini lebih baik. Ketimbang saya berusaha keras untuk melawannya. Kenapa? Semakin dilawan semakin kepengen 🙂 Mending kalo pengen makan ya makan aja. Lagi-lagi asal tahu diri.

Yang membawa ke point berikutnya:

5. DENGARKAN TUBUH

Tubuh saya akan selalu memberikan tanda-tanda penolakan atau penerimaan. Kalau tubuh menerima makanan yang bermanfaat, maka organ-organ tubuh kita akan bekerja dengan maksimal. Badan akan merasa segar, aktif, tak mudah lelah, mawas dan sebagainya. Sebaliknya, kalau tubuh cepat lelah, kulit gatal-gatal, migren, ngantukan, dll, coba cek makanannya. Jangan-jangan terus menerus diberikan makanan tak berguna. Ya pantas dong kalo tubuh ngambek.

Karena  sedang membahas tubuh, sekalian kita bahas soal bentuk tubuh indah menurut saya. Otot-otot yang menonjol dengan jelasnya, langsing, dan ideal, sayangnya tak selalu berarti tubuh yang sehat. Loh kok?! Ya karena belum tentu “jeroannya” baik. Contoh gampangnya, badan bagus tapi sering sembelit. Tubuhnya indah tapi matanya cekung, kulitnya kusam, rambut rontok dan sebagainya yang merupakan tanda-tanda organ tubuh tak sejahtera.

Semakin banyak berolah raga, semakin harusnya kita memperhatikan makanan. “Boleh dong makan apa aja kan udah olahraga”. Bagaimana mungkin? Tubuh membutuhkan energi dari makanan. Kalau yang masuk hanya numpang lewat dan tak berguna, sementara terus berolahraga maka kita sedang menyiksa tubuh. Tubuh yang memang akan mengurus di awal, tapi perhatikan kemudian bagaimana tubuh akan berdegradasi.

Tidak ada olahraga yang bisa menutupi makanan yang buruk. Bahkan, lebih baik tidak berolahraga tapi memperhatikan makanan yang masuk. Ketimbang sebaliknya.

KESIMPULAN (SEMENTARA) SAYA…

Diet bukanlah perihal satu minggu, satu bulan, satu tahun… tapi soal kelanggengan. Diet baru akan terasa manfaatnya kalau dilaksanakan secara terus menerus. Karenanya selalu pertimbangkan gaya hidup, pekerjaan, uang dan faktor keseharian lain sebelum menentukan jenis diet yang dijalani.

Tak ada diet yang paling bagus atau paling buruk. Setiap badan dan gaya hidup memerlukan dietnya sendiri-sendiri. Tak perlu memaksakan jenis diet tertentu. Metabolisme orang berbeda-beda, jam kerja orang berbeda-beda, kebutuhannya pun berbeda-beda. Dan di atas segalanya, prioritas orang berbeda-beda.

Misalnya sejak Januari, pekerjaan saya lagi banyak-banyaknya. Pulang paling cepat jam 11 malam kadang subuh. Tidur kurang maksimal dan bangun dalam keadaan tubuh lelah. Makanan? Boro-boro sempat ke dapur. Makan apa saja yang ada di sekitar saya. Semuanya saya jalani dengan kesadaran karena prioritas hidup saya sedang menyelesaikan pekerjaan. Saya sadar tubuh saya sedang rusak perlahan. Berat badan saya naik dan gemuknya tampak tak sehat. “Bebeung” istilah saya.

Berbeda dengan tahun lalu saat saya berlatih untuk ikutan marathon. Setiap hari saya berlatih dan makanan yang saya jaga semaksimal mungkin. Otomatis badan saya jadi bugar bahkan otot perut masa lalu perlahan muncul. Prioritas saya saat itu adalah menyelesaikan marathon dengan hasil semaksimal mungkin.

Menuntut anak kos untuk masak sendiri, tak adil rasanya. Prioritas orang tua beranak tiga yang masih kecil-kecil dengan orang tua beranak satu yang sudah mandiri, pastinya berbeda. Single dan sudah berpasangan, juga punya prioritasnya sendiri-sendiri. Semua prioritas akan mempengaruhi keputusan diet dan olahraga mana yang akan dilakukannya. Atau tidak melakukannya sama sekali. Apa pun itu, tetap harus dihargai.

Karenanya pula, tak perlu terlalu ngotot akan suatu jenis diet. Semakin ngotot biasanya orang akan semakin menjauh. Percayalah, setiap orang akan ada saatnya sendiri akan mulai memperhatikan makanannya. Dan saat itu datang, nikmati saja. Nikmati proses mengenali tubuh dan makanan yang masuk. Proses ini jauh lebih penting karena mengenal diri sendiri adalah landasan segalanya.

Lakukan proses dengan ceria. Dengan bahagia. Dengan sukacita. Ini akan terpancar dan orang-orang di sekitar kita akan ikut mendukung diet yang kita lakukan. Tak ada gunanya diet kalau malah bikin diri sendiri dan orang sekitar kesal.

 

 

 

11 respons untuk ‘Diet Menurut Agama dan Kepercayaan Masing-Masing

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s