Siberia.
Dahulu kita familiar dengan kata atau kalimat:
- “kalau mau interlokal nanti aja pas subuh”.
- “usaha warnet bagus juga”.
- “nomor jakarta bakalan roaming kalo nerima telpon di surabaya”.
- “kode posnya apa?”
- “kirim ke PO BOX bla bla bla”.
- “loper koran”.
- “wartel”.
- “nomer cantik”.
- “calo tiket”
Manusia sekarang, yang semakin dekat dengan digital, tetap menyukai hal-hal sederhana. Alasannya sederhana: menyenangkan mata dan jiwa, misalnya Emoji dan Meme.
Emoji mewakili perasaan yang tak terwakilkan. Meme untuk lelucon. Bahasa gambar yang mudah menyebar. Setiap WA grup pasti saja ada meme yang lucunya tingkat dewa hingga receh belaka dan garing kriuk-kriuk. Setiap WA grup ada saja yang hobinya mengakhiri kalimat dengan tanda emoji. Bapak-bapak menyukai tanda jempol. Pasangan jatuh cinta isi percakapannya lope-lope melulu. Ibu-ibu tetap lebih suka tanda mata.
Walaupun banyak WA Grup yang akhirnya aktif saat ada yang berulang tahun saja, atau salah satu anggotanya punya lelucon baru dan hendak dibagikan, namun WA Grup menjadi salah satu aplikasi penting yang menjadi media utama penyebaran emoji dan meme.
Bisa jadi generasi anak kelahiran setelah tahun 2000 menyukai hal yang ringkas, lekas, dan lepas. Ringkas tak bertele-tele. Lekas alias instan dan lepas dalam artian ndak perlu disimpan dalam berkas. Tapi ternyata generasi tua juga menyukainya. Diawali Snapchat lalu dicontek bulat-bulat oleh Instagram Story. Bukan lagi momen yang “disimpan”, namun momen yang “dibagi”. Boleh diingat tapi jangan disimpan. Daripada buat sendiri lebih baik berbagi. Itu kira-kira para pemain InstaStory.
Hal yang viral adalah sesuatu akan dihadapi kita sehari-hari. Gambar, berita, informasi, gosip, mudah tersebar dan menular.
Ketika internet memperkenalkan istilah prosumer. Produsen sekaligus konsumen. Kita sendiri memproduksi kata-kata, audio, video lewat twitter, facebook, path, instagram, soundcloud, youtube, dan sekaligus menimati hasil karya orang lain. Kanal berita utama wartawannya membaca akun warga, dan warga membaca kanal berita. Semua saling mengkonsumsi dan memproduksi. Sebuah siklus rantai informasi.
Kemajuan teknologi ini ternyata merekayasa hubungan sosial manusia. Namun juga tetap saling mempengaruhi. Pencipta aplikasi melihat gejala sosial, dan kehidupan sosial terpengaruh juga oleh adanya aplikasi yang diterapkan sehari-hari.
Dahulu cari jodoh itu banyak kata-kata. Sekarang swipe kanan atau kiri. Dahulu cari jodoh itu berkenalan dan tegur sapa. Sekarang bisa langsung nikah tanpa sempat bertemu. Cukup komunikasi via aplikasi.
Pernahkah kita membayangkan apa yang terjadi 10 tahun mendatang. Ketika dunia dipenuhi orang-orang yang lahir sudah dialiri DNA youtube dan twitter. Ketika masa kecil hidup Ibu mereka dipenuhi dengan kemudahan aplikasi berbelanja. 2027 ketika semuanya sudah berbeda. Antar jemput belanjaan lewat drone. e-KTP tergantikan alamat email. Aplikasi visa diwajibkan secara resmi menulis akun medsos. Negara tanpa halangan. Pemerintahan yang lebih mengutamakan popularitas dan hal unik, keuangan yang semakin sensitif dan bagaimana dengan bisnis lama semacam penjaja kelontongan dan jasa perlendiran.
Apa yang akan terjadi dengan generasi Z yang akan membentuk masa depan kita (juga). Apakah kemajuan dunia digital akan terus berlanjut. Robot dan piranti dengan kecerdasan buatan yang makin mengagumkan. Gawai yang dapat mengirimkan aroma. Maskapai penerbangan semakin murah. Liburan antar benua menjadi hal lumrah. Perang #hestek antar produk. Alat pembayaran yang semakin canggih. Banyak jutawan kaya yang semakin peduli lingkungan dan menciptakan teknologi energi terbarukan.
Itu adalah kondisi-kondisi yang di atas kertas sepertinya akan dapat diterka kemana dunia akan melaju.
Bagaimana dengan Mayantara?
Bagaimana dengan kondisi masyarakat kita yang sejatinya belum betah baca tulis langsung meloncat ke dunia digital. Buta huruf bukan berarti buta gosip. Buta huruf bukan berarti buta horny. Dimana layanan instagram menjadi layanan gosip yang menggairahkan. Dimana twitter menjadi sarana mimbar akademik KW2, mimbar rumah ibadat KW super, dan sekaligus menjadi lemari pajang bagi pribadi-pribadi yang memamerkan tubuh dan menawarkan seks singkat.
Nusantara itu bukan hanya kota seperti Jakarta, Surabaya dan Makassar. Indonesia itu kampung. Indonesia itu gubug dan lampu teplok. Indonesia itu pematang sawah. Indonesia itu santri-santri yang jam 2 pagi dibangunkan untuk segera mandi dan sholat malam, lalu mengaji hingga subuh tiba. Indonesia itu bisa bangga hanya dengan memiliki hape mahal. Indonesia itu mudik. Indonesia itu senang pegang uang baru. Indonesia itu suka Tuhan. Indonesia itu suka dengan yang tak terjelaskan. Indonesia itu harus hapal urutan dan nama masing-masing kakak-adik ipar dan suami-istrinya juga wajah dan nama besan mertua.
Jika dunia Siberia dikawinkan dengan Mayantara:
- Indonesia itu merindukan surga. Maka meneruskan doa dan hal kebaikan kepada 10 orang teman kamu itu dapat pahala. Jika tidak kamu teruskan akan mendapat kesialan. Bencana menimpa.
- Nasib baik mengalahkan kerja keras. Maka jika tiba-tiba ada sms Anda mendapat fortuner, itu adalah perkara nasib untung. Jika ternyata teman Anda yang dapat, berarti Anda sedang sial, kenapa bukan Anda yang dapat. Jika ternyata teman Anda hanya mendapat fortuner minyak goreng, Anda boleh tertawa terpingkal-pingkal.
- Left dari WA Grup itu berarti dia ga suka dengan kita-kita.
- Jumlah follower saya lebih banyak dari Anda.
- Kolom komentar berisi: “Titip oleh-oleh dongggggggg”. Atau: “iya, gua udah kesana beneran enak kok. tapi lo udah coba yang ini belom bla bla bla…”.
- Silakan isi dalam kolom komentar, apa khas kita yang Indonesia Banget di era 3.0 ini..
salam anget,
RoySayur
Wkwkwkwkwk
^salah satu yang khas indonesia banget di era 3.0
SukaDisukai oleh 2 orang
Agree.. the wkwkwkwk Land 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
:)))))
SukaSuka
wkwkwkwkwkwkw
SukaSuka