Lebih Suka Eskrim Daripada Ekstrim

Di Indonesia, jika kaleng khong guan yang diberi roda, lalu kita namakan mobil murah persembahan dari Astra seharga 100 juta rupiah, yang dibeli seorang pegawai dengan status jomblo dengan gaji perbulan 10juta dengan cara menabung terlebih dahulu  sebesar 3,3 juta per bulan, maka dibutuhkan 30 bulan untuk membelinya, atau selama 2,5 tahun. Harga sedemikian jika si pegawai sabar menabung sebelum membeli dan dengan catatan harga mobil bertahan selama 2,5 tahun. Jika dia tergiur angsuran kredit, maka dengan 3,3 juta rupiah per bulan akan lebih lama untuk dapat melunasinya. Bisa empat atau lima tahun.  Mobil kaleng khong guan ini akan dipergunakan untuk bekerja setiap hari kecuali sabtu minggu.

Selama menabung untuk membeli mobil pegawai ini yang setiap hari naik gojek pulang pergi dari rumahnya. Sehari dia menghabiskan 40 ribu rupiah setiap hari. Jika sebulan adalah 20 hari, maka dalam sebulan ia menghabiskan uang 800 ribu rupiah untuk transport. Dalam waktu 2,5 tahun atau 30 bulan, ia akan menghabiskan uang sebesar 24 juta rupiah. Ada cara lebih irit lagi yaitu dengan naik bus dan rela berdesak-desakkan seperti ikan sarden kalengan.

Untuk membeli mobil kaleng khong guan selama 2,5 tahun ia memerlukan uang 124 juta rupiah. Dengan catatan selama 2,5 tahun masa meditasi demi membeli kaleng khong guan dia ndak kemana-mana. Jika setiap akhir pekan dia bertamasya dengan uber mobil yang sekali pesan pulang pergi sebesar 100 ribu maka 1 tahun dengan 104 hari akhir pekan memerlukan uang 10 juta rupiah setahun atau 25 juta selama 2,5 tahun. Jadi si pegawai butuh tambahan dana 25 juta lagi selain 124 juta rupiah sebelumnya.

Jadi untuk membeli sebuah mobil dari kaleng khong guan seharga 100 juta, dirinya harus menyediakan dana 149 juta. Ketika mobil sudah didapat, dia perlu membeli uang bensin, pajak kendaraan, dan ongkos cuci mobil, dan ini juga tak boleh ketinggalan: uang parkir.

Dengan gaji 10 juta per bulan, maka selama 2,5 tahun dia menghasilkan 300 juta. Dengan demikian setengah gajinya selama 2,5 tahun akan habis untuk sebuah mobil yang terbuat dari kaleng khong guan.

Ternyata untuk memiliki sesuatu, walau hanya sekadar kaleng khong guan beroda empat, selama 2,5 tahun dirinya akan banyak prihatin. Makan siang lebih irit. Berdoa semoga ada snack rapat atau traktiran rekan lain. Liburan ndak perlu jauh-jauh.

Itu baru untuk beli kendaraan. Bagaimana untuk membeli tempat tinggal. Apa iya selamanya akan berstatus anak kos? Atau menjadi anak kontrakan? Sebuah rumah pantas pakai, layak huni dan masih satu galaxy dengan tempat kerja memerlukan dana tabungan yang ndak sedikit. Bisa 10 kali lipat dari harga mobil yang dia beli. Bahkan lebih!

Padahal dalam hidupnya selama 2,5 tahun dia perlu juga tamasya. Beli tiket via traveloka, nonton film di CGV, menyaksikan konser musik, beli dvd bajakan, beli pulsa, ganti gawai, beli sepatu, kemeja, dan lain sebagainya. Belum lagi ongkos mencari jodoh. Ini butuh dana ekstra yang sulit diduga. 🙂

Oleh karena itu, sepertinya si pegawai perlu mengubah prilaku. Ada baiknya ia terjun ke partai politik dan rajin menyuarakan suara rakyat kebanyakan untuk tak perlu memperkaya astra dengan membeli roda empat melainkan menekan penyelenggara kota memperbaiki layanan transportasi yang nyaman, aman, dan tanpa preman. Dari rumah ke kantor. Dari rumah ke mal. Dari mal ke rumah calon bini. Dari rumah calon bini ke objek wisata. Dari A ke B. Dari B ke Z. Dari Z menuju rumah.

Ada saran untuk ganti pekerjaan saja yang lebih memberikan kenyamaman dan penghasilan. Sebtulnya juga sama, karena bertambahnya penghasilan ia akan ganti selera bukan mobil kaleng khong guan melainkan mobil kaleng stainless steel agak bagusan. Harganya bisa dua kali lipat. Maka perjuangannya pun tak jauh beda untuk dapat membelinya. Sama sama berjuang, sama sama dibeli dari astra.

Semua paparan di atas belum memperhitungkan biaya untuk resepsi menikah kelak. Entah kapan. Entah dengan siapa. Tapi yang tidak entah hanyalah soal biaya yang akan dikeluarkan. Itu sebuah keniscayaan. Si Pegawai yang jomblo akan semakin tertekan darimana lagi uang ia berhasil dapatkan.

Satu-satunya penghiburan baginya adalah sesama rekan kerja dan teman lain pun melakukan hal sama. Kerja lembur, wiken liburan, beli kendaraan, dan bisa ceria. Berarti tanpa perlu pikir panjang toh semua orang melakukan hal yang sama. Pasti ndak beda jauh hitung-hitungannya. Pasti aman. Toh semua juga punya kartu kredit. Semua beli kamera mirrorless. Semua beli gawai teranyar. Semua sibuk juga bayar cicilan. Semua juga beli barang-barang via olshop.

Ini bukan cerita aneh. Ada yang bilang sekarang adalah dunia materialistis. Ada juga yang bilang karena ini dunia hedonis. Ada yang bilang, ini wajar, karena tuntutan zaman. Tak ada uang, bisa apa Masih agak berat untuk investasi. Membeli emas batangan, apalagi lembaran saham, masih butuh kesadaran.

Di sisi lain, selain dunia ini, ada dunia lain yang menilai bahwa keadaan sekarang adalah sebuah kesalahan zaman.

Tuhan perlu dibantu dengan tangan-tangan umatnya. Perlu ada tindakan yang penuh kejutan agar semua tersadar bahwa dunia tak perlu materi. Dunia lebih perlu esensi. Dunia perlu banyak bermeditasi. Dunia perlu tunduk untuk akhirat nanti. Banyak ibadah. Banyak menasehati. Perlu banyak pahala yang dikumpulkan untuk membeli istana di surga kelak.  Ndak papa ndak punya mobil di dunia. Lebih baik bersabar, akan ada mobil mewah di surga. Ndak papa belum menikah, atau menikah segera, toh nanti di surga akan dipertemukan dengan kekasih sejati. Ndak papa belum punya rumah nanti juga di surga akan banyak rumah penuh berkah dan indah. Bagi sosok seperti ini, uang 150 juta daripada dibelikan mobil lebih baik naik haji dan umroh berkali-kali. Adem tentrem gemah ripah loh jinawi.

Satu pihak pusing pikirkan materi. Satu pihak lain sibuk urusan pahala. Ada pihak lain juga yang berdiri di tengah-tengah. Bicara pahala agar dapat materi. Ada pihak lain juga yang selalu dengan materi untuk ditukar pahala. Semua saling campur.

Inilah potret masa kini. Masing-masing individu punya hak untuk menentukan kemana ia hendak pergi.  Bahagia dengan materi atau bahagia dengan reliji.  Menyukai FPI atau benci. Mencintai demokrasi atau tidak. menyukai media sosial atau tidak.

Dari sisi psikologi, peperangan lebih seru lagi. Ada yang merasa lebih pintar. Ada yang merasa lebih kaya. Ada yang merasa lebih beriman. Banyak guyonan yang bilang soal fenomena media sosial, misalnya:  “mengapa orang bodoh begitu percaya diri”. Atau guyonan “orang mati itu ndak sadar dia mati dan ndak sadar bikin repot orang lain. Begitu juga sama halnya dengan orang bodoh.”

Ada yang sibuk pamer jalan-jalan. Dibalas dengan lintasan kompetisi lain, pamer ibadah. Ada juga yang sibuk pamer lucunya anak sendiri.  Ada juga pamer intelejensi.

Lihat saja di bulan Ramadan ini. Entah dijadikan wahana apa oleh manusia-manusia Indonesia. Apapun jadinya, selamat menjalani hidup di alam Indonesia. Semoga kita terus menjadi Indonesia dengan segala kelucuannya.

Bunuh diri No! Masturbasi Yes!

Puasa Yes! Puas A? Iya Teh.

Salam anget,

Roy Sayur

 

 

 

 

 

 

3 respons untuk ‘Lebih Suka Eskrim Daripada Ekstrim

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s