Menyingkap Dunia Selendang

Meyambut bulan Ramadhan, sepertinya hampir semua pedagang mempersiapkan diri. Termasuk saya. Sudah dua tahun lalu, saya ingin menawarkan sesuatu yang berbeda dari tote mangkok ayam yang selama ini dijual. Pemikiran pertama ingin membuat selendang mangkok ayam. Kayaknya lucu dan sepertinya belum pernah liat ada yang pakai jilbab bermotif mangkok ayam. Perjalanan mempelajari pun dimulai sebelum membuat disain. Beberapa teman hijabers, saya wawancara. Dan ini beberapa hasilnya. Bagi pembaca yang ingin menambahkan, tentunya dengan senang hati saya terima.

  1. Motif Mangkok Ayam Ganti

Rupanya, ada sebagian pemakai jilbab yang enggan menggunakan motif binatang sebagai jilbabnya. Ada penjelasannya, tapi jujurnya saya lupa. Daripada asal sebut bisa-bisa saya dituntut. Namanya berdagang, tentu saya ingin sebanyak mungkin orang menyukai dan membelinya. Otomatis, motif mangkok ayam terpaksa dicoret.

Kemudian saya teringat, sekitar 2 tahun lalu, saat tote mangkok ayam mulai banyak pembelinya, saya berpikir untuk mempersiapkan motif selanjutnya. Pilihan pada saat itu jatuh pada motif piring enamel. Sehari-hari saya juga menggunakan piring enamel. Entah kenapa ada perasaan “makan di rumah” setiap kali mengunakannya.

Membongkar file lama, akhirnya ketemu! File sudah dalam bentuk vector dan siap dilayout. Obyek disain sudah ditentukan. Kini urusan disain.

2. Jilbab adalah Perhiasan

“Karena gak boleh pake perhiasan, kalung, anting, dan lain-lain, jadi buat gue jilbab itu harus berfungsi sebagai perhiasan” kata teman saya. Setelah saya tanya lebih dalam lagi, maksudnya adalah saat jilbab dikenakan, sebaiknya “mengangkat” wajah pemakainya. Menjadi lebih berseri.

Pernyataan ini tentunya menjadi penentu karena selendang segi empat yang akan ditawarkan akan dilipat segi tiga. Artinya, bagian tengah melintang akan mengelilingi wajah. Dan bagian sudut akan berada di punggung. Tengah dan pinggir menjadi fokus utama.

3. Salah Jadi Taplak

Ini benar terjadi di disain awal. Karena belum punya kosepsi ukuran disain awal lebih pas untuk dijadikan taplak ketimbang selendang. Rupanya memang disain untuk selendang ada “ukuran” dan karakteristiknya sendiri.

Saya mengingat-ingat pesan guru disain tekstil almarhum Ronny Siswandi. Disain tekstil itu adalah soal “Komposisi, distribusi warna, dan ukuran. Harmonis bagus tapi terlalu harmonis jadinya membosankan. Pengulangan bisa menguntungkan bisa merugikan. Ini yang membedakan disain tekstil”.

Oh well… mungkin disain ini bisa dijadikan produk perlengkapan rumah nantinya 🙂

3. Ragam Warna

Sudah ada banyak sekali jilbab ditawarkan. Saat saya menghitung kasar, ada sekitar 60an toko IG yang menjual jilbab. Satu persatu saya teliti sebelum tidur. Saya ingin mencari tau jilbab berwarna apa yang paling banyak jumlah likenya.

Kesimpulannya adalah jilbab yang kaya warna. Pemikiran saya, mungkin supaya mudah dipadu padankan dengan pakaiannya. Selain itu warna-warna pastel entah karena sedang trend, tapi lebih banyak diminati. “Loe liat nih, yang model soft-soft, motifnya lucu-lucu dan jarang gitu banyak yang suka. Yang ini sold out terus nih!” kata teman hijabers lain sambil memperlihatkan motif cartoony di salah satu toko IG.

4. Bahan yang Megang

Tadinya, saya berpikir selendang dari bahan sutera akan menjadi pilihan utama. Kan ada lagunyaaa… Rupanya saya salah. Bahan sutera, terutamanya yang banyak dijajakan, terlalu lembut sehingga sulit untuk “megang”. Mudah lepas dan jatuh. Dan kadang, bahan sutera dianggap terlalu mengkilat sehingga agak risih untuk dikenakan.

“Bahannya tuh harus soft, tapi megang” kata teman lain lagi. “Toh kita udah pake dalemannya kan, jadi selendang outer itu kan bisa modifikasi. Bahan tipis menerawang gak apa-apa yang penting dia stay pas dipake seharian” katanya melanjutkan.

5. Pilihan Bahan Terbatas

Supplier yang bisa mencetak di atas kain, rupanya masih terbatas. Sepertinya, 60% produksi selendang yang dijual di IG diproduksi oleh supplier yang sama. Selain itu pilihan jenis bahannya pun terbatas. Makanya kalau diperhatikan, hampir semua bahan selendang yang ditawarkan terbuat dari bahan sama: Turkish Voil.

Saya pun mencoba memesan untuk merasakannya sendiri. Hasilnya ketika pertama kali kena di tangan, ada sensasi listrik (static) yang dirasakan. Saya mencoba mengenakannya di kepala dan melepaskannya, ada beberapa helai rambut yang ikut naik. Untuk bisa menghilangkannya, coba untuk dicuci sekali saja. Harusnya akan menjadi lebih lembut dan staticnya hilang.

Tapi ada satu lagi kendalanya, saya merasa bahan turkish voil selain terlalu jamak, juga kurang cocok untuk disainnya. Harus yang lebih lembut sehingga mengikuti lekuk tubuh. Cari sana sini, tanya sana sini akhirnya saya menemukan bahan lain yang menurut saya lebih sesuai.

Selain itu, setiap bahan memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri dalam menerima warna. Ada yang membuat warna semakin dalam, cemplang, lembut dan sebagainya. Satu persatu saya pelajari sebelum memutuskan. Semoga hasilnya nanti sesuai.

6. Hermes Beralasan

Tadinya saya mengira selendang berlabel Hermes harganya tak masuk akal. Tapi kenapa tetap laku dan sering digunakan sebagai jilbab oleh orang-orang yang mampu membelinya. Sekali tekad, pantang mundur. Saya masuk ke dalam butik Hermes!

Setelah saya amati seksama, memang benar. Warna dan presisi disain Hermes tak bisa diragukan. Warna-warna ganjil yang sulit dicetak, bisa dengan matang tercetak. Garis setipis rambut pun bisa jelas terlihat. Dan satunya lagi, selendang Hermes warnanya vibrant di kedua sisi. Kita hampir tak bisa menemukan mana sisi depan dan belakang. Tentunya, kita belum punya supplier yang bisa memproduksi seperti itu.

Bahan Jacquard Silk yang digunakan, selain kilaunya tak memantul saat kena cahaya, juga memberikan kesan 3 dimensi pada disain. Dan tentunya, walau sutera selendang Hermes “megang” itu tadi. Dan semua selendang Hermes pinggirannya dijahit tangan. Kebanyakan selendang di toko IG kita masih dijahit mesin atau diobras. “Satu selendang seperti ini dikerjakan selama 1700 jam” kata penjaga butik. Saya mengangguk-angguk sebelum perlahan pergi.

Seperti apa disain yang akan saya tawarkan? Ah karena masih dalam tahap produksi saya masih malu untuk memamerkannya di sini.

Owh iya, saat sedang mendesain saya iseng membuat disain selendang yang menggunakan kutipan-kutipan dari berbagai tulisan di linimasa.com Saat ini baru saya dan Leila yang memilikinya. Walaupun bisa, sepertinya sulit untuk dijadikan jilbab. Terlalu banyak kata dan kalimat yang “terlalu jujur” yang tertuang.

8 respons untuk ‘Menyingkap Dunia Selendang

  1. FYI kak, ada juga cara pakai jilbab yang dilipat di tengah, menjadi 2 persegi panjang lho…. ga cuma lipat 2 jadi segitiga. 🙂

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s