Metafora dan Sikap Sederhana Dalam Beragama

Jika manusia yang telah memiliki dua lembah emas, dia pasti masih menginginkan yang ketiga. Tidak ada yang memenuhi rongga manusia, kecuali tanah;” – HR. Bukhari

Qashd atau sederhana oleh Quraish Shihab, dalam bukunya “Yang hilang dari kita: Akhlak”  diartikan dengan moderasi, yakni sikap pertengahan. Tidak hanya soal materi, tapi juga dalam berjalan, berbicara, bahkan berdoa dan beragama. 

Soal beragama di negeri ini kisahnya pun sudah cukup panjang.  Bulan Agustus tahun 1968, “Horison” memuat cerpen Ki Panji Kusmin, judulnya “Langit Makin Mendung”. Cerpen diawali dengan kisah para nabi yang bosan hidup di surga.

“Refreshing sangat perlu. Kebahagiaan berlebihan djustru siksaan bagi manusia jang biasa berdjuang. Kami bukan malaikat atau burung perkutut. Bibir-bibir kami sudah pegal-pegal kedjang memudji kebesaranMu; beratus tahun tanpa henti”

Membatja petisi para nabi, Tuhan terpaksa menggeleng-gelengkan kepala, tak habis pikir pada ketidakpuasan di benak manusia. Dipanggillah penanda-tangan pertama: Muhammad dari Medinah, Arabia. Orang bumi biasa memanggilnya Muhammad SAW….”

Kisah yang membuat umat Islam meradang. Buya Hamka berkata cerita ini telah menistakan agama. HB Jassin, Ketua Redaksi Horison bersikukuh bahwa sastra tak dapat dipidanakan. Atas nama kerahasiaan penulis, HB Jassin tak pernah membuka siapakah Ki Panji Kusmin. Sebagian orang mengatakan Ki Panji Kusmin adalah HB Jassin sendiri.

Faktanya, kata telah menjadi resah. Masyarakat muslim berang. Muslim yang menyukai sastra dan muslim yang hanya mendengar katanya ada sastra yang menghina. HB Jassin ditangkap.  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya satu tahun dalam penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Tahun 1990, tabloid Monitor membuat angket siapa idola kita. Survey ini, entah kenapa, menelorkan nama Soeharto, orang nomor satu saat itu. Harusnya survey ini aman. Tak menjadi hal yang melukai siapapun. Tentara diam atau malah tak pernah tahu ada angket ini. Masalah timbul ketika terselip nama Muhammad SAW di urutan 11. 

Survey, polling, angket atau apapun adalah tergantung partisipasi warga. Tapi umat Islam telah kadung tersinggung. Tabloid Monitor dibredel. Harmoko mencabut izin terbitnya. Arswendo Atmowiloto, Pemred Monitor, didakwa dan akhirnya dipenjara empat tahun saja. 

Kisah tersinggung adalah kisah perasaan. Wajar. Perasaan tentu saja boleh tersinggung. Lalu perasaan ini diangkat menjadi ketersinggungan kolektif. Tidak hanya beribadah, tersinggung pun menjadi berjamaah. Lalu perasaan ini menjadi kemarahan. Menjelma dakwaan. Si Pelaku masuk penjara. 

Entah apakah cara beragama macam ini adalah tuntunan dari Tuhan yang dibawa oleh sang Nabi. 

Tidak menjadi penting jika ada seorang pejabat yang rata-rata muslim, apalagi jika bernama aroma padang pasir melakukan korupsi. Bayangkan jika nama Muhamad, di negeri ini adalah pelaku korupsi. 

Atau profesi. Seorang Kyai dan Menteri yang mengurusi haji terbukti korupsi. 

Atau proyek literasi. Ketika pengadaan kitab suci dimanipulasi. Pelakunya juga adalah muslim, yang pernah bersaksi tentang keesaan tuhan dan keagungan rasulnya. 

Tidak hanya soal berderma. Muslim perlu banyak belajar sastra. Ada yang perlu disikapi secara arif dan hati tentram menghadapi metafora. 

Celakanya kitab suci adalah makhluk istimewa. Ia menjadi sumber hukum yang seharusnya dimaknai tanpa banyak tafsir, seperti akta notaris. Tapi kitab suci lebih agung dari itu. Ia juga berisi kisah-kisah keajaiban dan kemegahan tak terpermanai yang hanya bisa digapai dengan bahasa metafora. 

Kitab suci adalah undang-undang. Kitab suci juga sastra yang agung. Perlu ada kesederhanaan dalam memaknai ayat suci. Juga bersabar menghadapi metafora yang ada. 

[]

3 respons untuk ‘Metafora dan Sikap Sederhana Dalam Beragama

  1. Pak Shihab posting tentang buku ini di IG. Dan kalo liat komen2nya, masyaAllah sekali, banyak yang membully ulama sekaliber beliau. Tapi kayaknya memang pesannya dapet, bahwa memang ahlak yang sekarang lagi langka di pasaran.

    Disukai oleh 1 orang

  2. ini, ini. di komen. udah lama ga komen komen ke Linimasa. KANGEN WOY!!!!!! KENAPA KEHIDUPAN YANG FANA INI MENJAUHKAN AKU DARI SEDIHNYA KEHIDUPAN YANG MENG

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s