Satu peribahasa yang sering kita dengar adalah ‘pagar makan tanaman’. Mungkin juga banyak dari kita yang pernah mengalaminya sendiri. Entah ‘ditikung’ oleh sahabat sendiri, ditipu oleh saudara sendiri, hingga dikhianati oleh pasangan sendiri.
Seseorang yang mengambil milik orang lain yang dikenal dengan baik dan mempunyai nilai berharga bagi pemiliknya. Itulah penjelasan dari peribahasa di paragraf pembuka. Berkaca pada pengalaman, saya pun pernah mengalami hal yang kurang enak berkaitan dengan peribahasa tersebut. Suatu ketika saat masih SMA, saya ngegebet seorang dara jelita. Kami beda angkatan, kebetulan saya adalah adik kelasnya. Saya sering memerhatikan wajahnya yang cantik juga lekuk tubuhnya. Dia juga terlihat baik dan cerdas karena merupakan penghuni kelas IPA unggulan. Jarang saya jumpai anak IPA yang berdandan seperti dia, gaul dan anggun. Tanpa ragu saya cari informasi untuk sekadar mendapatkan nomor telepon rumahnya, maklum kala itu belum musim pacaran via texting.
Karena keterbatasan uang jajan sehingga tak memungkinkan menelpon dia setiap hari untuk pdkt. Dia berkode area 0251, sedangkan saya 021 –hanya orang kurang waras yang pilih bersekolah beda kota- dan sekolah kami berkode 0251. Upaya saya tak susut karena hal itu, buat apa saya punya sahabat bila tak bisa merepotkannya? Dengan adegan ala rapat mafia, kami mulai bersiasat yang hasilnya; Dalam beberapa hari, dia bisa berpura-pura menjadi saya karena kebetulan si sahabat berkode area yang sama dengan si dara jelita.
Satu minggu berlalu, hampir setiap pagi sebelum masuk kelas, saya dan sahabat duduk bersama untuk share topik pembicaraan di antara mereka melalui jaringan telepon. Maksudnya, agar saya bisa ngobrol ‘nyambung’ sama si dara sewaktu istirahat nanti. Makanan kesukaan, binatang peliharaan, jenis musik yang didengar dan lain sebagainya adalah topik ‘standar’ yang biasanya diperbincangkan.
Tiga minggu benih cinta semakin berbunga. Menurut sahabat, si dara sudah kasih sinyal kalau dia juga tertarik sama saya. Sungguh, alangkah bahagianya perasaan saya, ternyata strategi kami (saya dan sahabat) cukup efektif dalam rangka pdkt yang efisien. Tak terbayang bila dalam waktu dekat saya bisa membelai wajahnya yang halus serta menggenggam tangannya yang berjari lentik sembari bercakap sesuatu yang membuat kita bahagia sebagai sepasang kekasih dimabuk asmara.
Cerita berikutnya bisa memberikan sebuah pelajaran bahwa waspada itu perlu. Saya terlanjur percaya terhadap si sahabat. Di awal bulan, dia memutuskan pindah bangku –asalnya satu bangku dengan saya-. Andai saat itu saya cekatan, mungkin saya bisa antisipasi bahwa itu merupakan sinyal yang buruk. Benar saja, beberapa hari berikutnya si dara jelita tak mau menoleh sedikitpun pada wajah saya. Ini sangat aneh dan membuat saya bertanya-tanya; “Kok bisa secepat itu dia berubah? Ada apa gerangan?” Ditambah sahabat saya juga sudah jarang mau diajak ngobrol. “Gue capek, lo aja yang deketin sendiri” Kalimat terakhirnya sebelum pindah bangku.
Ada informasi bahwa ternyata mereka telah lama ‘jadian’. Jadi, selama ini saya dibodohi? Tapi mengapa? Saya amat sangat percaya terhadap si sahabat, lagian si dara jelita juga tidak masuk ke dalam radar si sahabat sebagai gadis incaran, bahkan jauh dari mungkin. Hanya tak habis pikir, cerita-cerita bak di sinetron itu menimpa saya, dan saya korbannya, sial! Sejak saat itu hubungan saya dan sahabat tak lagi akur. Dia pun tak pernah meminta maaf, mungkin karena sedang dimabuk asmara, dunia seakan milik berdua. Tapi sekali lagi, saya tak menyangka plot cerita itu mampir di hidup saya.
“Gebukin aja yuk, udeh kurang ajar temen lo itu” Beberapa teman tongkrongan sedikit menyemangati. Bahkan beberapa teman wanita juga turut prihatin. ”Kalo gue jadi ceweknya, gue gak akan terima tuh si tongkol bapuk” Ucap salah satu dari mereka. “Anjrit, kisah cinta SMA kok bisa serumit ini ya?” Tanya saya dalam hati. Bukannya masa itu adalah cinta-cintaan semi-serius? Atau yang sering disebut ‘cinta monyet’. Walau tak lama sejak kejadian itu, akhirnya salah satu dari teman wanita itu jadi pacar saya.
“Bagai melompati pagar tiga hasta, akan dilompati rendah, dilangkahi tinggi” Itulah peribahasa lain yang berkaitan dengan pagar. Penjelasan singkatnya ialah serba singkat atau tanggung. Ya, mungkin adanya pagar makan tanaman karena kita sendiri yang bertindak tanggung. Kalau mau berusaha, pasti ada jalan, cuma perlu dipastikan lagi dengan siapa Anda akan melangkah.
Apakah Anda pernah punya pengalaman serupa? Menjadi saya, sahabat, atau si dara jelita? Yuk share di kolom komentar dan sertakan akun IG atau twitter kalian. Cerita terunik bakal saya kasih bingkisan dari @baGoesID secara cuma-cuma!
[]
Penulis: @ayodiki