GENAP setahun lebih dua pekan menetap dan berpenghidupan di Jakarta, saya makin menginsafi pepatah-pepatah Melayu kuno ini;
Lain dulang lain kaki, lain orang lain hati.
Dalam laut boleh diduga, dalam hati siapa sangka.
Tidak ada yang benar-benar pasti di dunia ini, selain keinginan, utang budi, dan mati. Semua orang pun akan berubah pada waktunya, menjadi lebih baik atau malah sebaliknya lantaran segudang alasan serta latar belakang. Ada yang bisa diabaikan begitu saja, namun ada juga yang mampu meninggalkan bekas sampai sedemikian rupa.
Bagi saya, ini seperti pembelajaran yang tidak akan pernah terhenti dan terus ada upgrade-nya, selalu ada pembaruannya. Dari sekadar pemahaman dangkal, untuk kemudian benar-benar merasakan dan mengalami sendiri. Kendati semua hal yang saya hadapi selama setahun lebih dua pekan terakhir ini, belum tentu ada seujung kuku dibanding yang sedang/sudah Anda jalani.
Kembali lagi, semua orang akan berubah pada waktunya. Termasuk diri kita sendiri… dan pada umumnya, sekecil apa pun perubahan yang terjadi bakal lebih dahulu disadari oleh orang lain. Sedangkan mengenai seberapa besar dampak perubahan tersebut, setidaknya tergambarkan dari bagaimana tanggapan dari sekeliling kita. Ada yang berani langsung mengkonfrontasi, tapi tak sedikit juga yang lebih memilih untuk berbisik-bisik dengan segala macam pertimbangannya. Ketika ini berlangsung, kesan kita kepada seseorang bisa berubah total. Begitu pun kesan orang lain atas kita. Oleh sebab itu, sebaiknya jangan terlalu berpegang teguh pada anggapan-anggapan indrawi. Segala yang dilihat/didengar/dibaca belum tentu benar adanya.
Menyenangkan atau tidak, semuanya terkumpul sebagai pengalaman-pengalaman hidup (yang rasanya belum seberapa ini) dan seyogianya bisa digunakan baik-baik di masa depan, dalam situasi yang jelas berbeda.
Untung, kehidupan ini berjalan secara otomatis dan ajek. Segala bentuk konsekuensi muncul sebagai keniscayaan. Seniscaya air itu basah, dan api itu panas. Terima saja dan jadikan perbaikan semampunya.
Karena itu pula, saya tiba pada satu titik agar selalu berusaha mempersiapkan hati. Bukan supaya menjadi terlampau waspada dan penuh curiga, melainkan semacam sikap siap sedia mengantisipasi segala bentuk kejutan. Sehingga euforia maupun guncangan apa pun yang dihasilkan dari sebuah perubahan tidak sampai bikin suasana hati seperti balon sabun; indah, dramatis, emosional, tetapi tipis dan mudah ditiup angin ke mana saja, kemudian…
BLAR!!!
Pecah.
[]