Menjadi Korban

SENGSARA jadi tapa brataku dan dapat mempertebal semangatku untuk memperjuangkan keadilan dan hak.

Demikian jawab Yudhishthira, sulung Pandawa kepada Bhima. Ia menolak permohonan dan bujukan sang adik, yang memintanya agar segera mengakhiri tapa brata pengasingan diri selama 13 tahun, dan memulai perang pemulihan harga diri.

Foto: Wikimedia

Bhima sudah tidak tahan harus hidup layaknya buron dari satu hutan ke hutan lainnya, apalagi ibu mereka juga turut serta meskipun tidak salah apa-apa. Sementara Yudhishthira berkeras bahwa janji harus benar-benar ditepati, tanpa kompromi, terlebih korupsi. Yudhishthira meyakini bahwa satu-satunya cara membayar kesalahan adalah dengan menjalani hukuman sampai tuntas.

Sebagai raja, Yudhishthira menyadari kebodohannya bertaruh di meja judi dadu. Ia juga paham betul kelicikan musuh-musuhnya; Duryodhana dan Shakuni. Namun semua sudah terlambat. Keteledoran yang ia lakukan justru juga berdampak pada saudara-saudaranya, istri mereka, bahkan ibunya… dan dari pernyataannya di atas, ia terkesan menjadikan hukuman tersebut sebagai pembenaran untuk bertindak. Nanti. Setelah selesai.

Yudhishthira terkesan lamban bertindak dan sangat nrimo atas kesalahan yang dilakukannya, padahal ia masih punya peluang cukup besar untuk segera menanganinya.

Ini menimbulkan pertanyaan; seberapa memprihatinkan atau teraniayanya Yudhishthira kala itu? Pada kenyataannya ia masih bisa mengomandoi adik-adiknya dalam pengembaraan, dan mampu melakoni segala bentuk ritual pemujaan (untuk mengundang dewa turun ke bumi, membantunya, dan memberikan beraneka anugerah).

Pertanyaan kedua; apakah Yudhishthira melakukan kesalahan karena tidak segera melakukan apa-apa? Penderitaan ini juga dialami oleh ibunya. Makin lama ia bergeming, makin lama pula ibunya akan ikut merasakan ketidaknyamanan hidup yang tak sepantasnya.

Dari cuplikan epos Mahabharata di atas, Yudhishthira sepertinya mager. Ia juga membiarkan segala kesengsaraan terjadi padanya sebagai bentuk krida, laku prihatin agar mendapat restu para dewata. Membuang waktu, tenaga, dan tetap berujung pada perang Bharatayudha.

Ada perbedaan mendasar antara menjadi korban, dan merasa menjadi/dijadikan korban. Tetapi keduanya kerap dirancukan satu sama lain.

Dengan menjadi korban, seseorang mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan secara riil; menjadi objek penderita tanpa daya upaya. Sedangkan seseorang yang merasa menjadi/dijadikan korban, mengklaim dirinya mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan. Bisa saja untuk mengelabui, dan mencari pembenaran atas apa yang ia lakukan kemudian.

Perkara menjadi atau merasa menjadi korban ini memang sangat licin. Orang-orang yang jago memanipulasi, bisa saja mendapatkan jauh lebih banyak simpati dibanding korban sebenarnya. Lagipula, diperlukan kecerdikan negatif (baca: kelicikan) khusus untuk memanfaatkan situasi seperti ini. Mana ada orang biasa-biasa dan tanpa kepentingan yang bersedia ditempatkan di posisi korban.

Tanpa sadar, beberapa dari kita mungkin pernah atau kerap menempatkan diri sebagai korban untuk cari aman. Beberapa cirinya:

  • Melempar kesalahan kepada orang lain dan menunjukkan dendam atas itu,
  • Mencari-cari alasan,
  • Merasa tak berdaya sehingga tidak melakukan apa-apa,
  • Bersikap defensif,
  • Meminta simpati secara terang-terangan,
  • Selalu membandingkan diri dengan orang lain secara negatif,
  • Selalu mengeluh,
  • Selalu merasa kurang.

Bagaimana? Pernah atau sering melakukan hal-hal di atas? Saya sih iya, ada beberapa di antaranya.

Bila dilakukan secara sadar, bisa jadi itu adalah bentuk self-victimization. Akan tetapi bila dilakukan tanpa disadari, tak mustahil itu adalah kebiasaan kurang baik yang berasal dari defense mechanism kita sejak kecil.

Silakan nilai diri sendiri. Setidaknya, lewat mengenali apa yang dilakukan dengan atau tanpa sadar merupakan gerbang menuju perbaikan… yang penting ada usahanya. Bisa dimulai dengan menerima kalau salah ya salah aja.

[]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s