Ginevra, Sebuah Cinta Pertamanya

Konon katanya, salah satu buku Scott Fitzgerald yang termasyur, “The Great Gatsby”, terinspirasi oleh Ginevra King. Dan kalau memang benar adanya demikian, berarti Scott tidak hanya sedang berkoar-koar omong kosong saja dalam karyanya tersebut soal kehidupan. Namun ia telah mengalami hal yang ia wanti-wanti: tidak ada yang menjamin bahwa takdir tidak akan mengkhianati usaha.

Soal Ginevra sendiri, itu adalah cinta pertama Scott. Mereka berdua pacaran saat Scott masih berusia 19 tahun. Saat Scott masih menjadi mahasiswa yang miskin sementara Ginevra adalah gadis kaya raya. Saat Scott masih berada di St. Pauli dan belum putus asa lalu pergi ke Amerika. Kendati demikian, semua tampak sempurna bagi mereka berdua. Selayaknya gadis yang baru jatuh cinta, Ginevra memuja Scott. Ia menulis, mungkin ratusan, surat cinta yang dialamatkan untuk Scott dengan berbagai wujud gombalan yang hanya mereka berdua yang tahu.

Mereka berdua terus bersama. Menjalin asmara. Mungkin sesekali mencuri ciuman di bawah pohon saat semua orang abai. Mungkin, dalam bayangan saya, mereka berdua naik sepeda lalu lari ke danau untuk membayangkan masa depan mereka. Yang jelas, selayaknya cinta pertama, semua tampak sempurna.

Hingga pada akhirnya ayah Ginevra sendiri mengabarkan bahwa Ginevra akan pindah ke Amerika pada 1917. Kurang lebih usia hubungan mereka berdua sudah mencapai dua tahun.

Ayahnya berkata, “orang miskin tidak harusnya berpikir untuk menikahi gadis kaya raya.” Kalimat ini kemudian disisipkan Scott dalam The Great Gatsby. Ginevra menikah dengan seorang kaya raya dari Chicago. Ia tak pernah mendengar kabar pernikahan Ginevra langsung dari mulutnya. Ia mendengarnya dalam desas-desus orang lain.

Dalam perjalanan hidupnya, nasib membawa Scott menjadi salah satu penulis kondang yang dimiliki oleh manusia. Ia menemukan cinta baru dalam Zelda, dan menuliskan banyak cerita mengenai hubungan mereka berdua. Akan tetapi, bohong jika Scott abai dengan kisahnya dengan Ginevra. Scott melahirkan The Great Gatsby sebagai pelarian dirinya atas sesuatu yang tidak pernah terjadi.

Ia berandai-andai sebagai Jay Gatsby, dan Ginevra King sebagai Daisy Buchanan. Apa yang terjadi jika ia bertemu dan bagaimana jika Ginevra mengetahui dirinya telah menjadi mapan. Scott membayangkan dirinya akan membawa lari Ginevra ke dunianya. Dalam bayangannya, sempat ia pikirkan bahwa pada akhirnya ia berhasil mengalahkan ayahnya Ginevra dalam permainannya sendiri. Ia akan membawa lari Ginevra dari suaminya. Ia bayangkan dirinya dan Ginevra hidup bahagia – sesuatu yang harusnya telah terjadi setelah sekian lama. Ia hanya butuh satu hal: usaha.

Pada akhirnya, Scott membunuh imajinasinya sendiri. Ia jelas mencintai Ginevra. Namun, sebagaimana petuah dari wujud alter ego Scott yang ia tuangkan dalam karakter Nick Carraway, “masa lalu tidak pernah bisa diulang.” Mungkin banyak orang yang berkata bahwa takdir takkan mengkhianati usaha. Akan tetapi, Scott bukanlah seorang remaja miskin sebagaimana ia mencintai Ginevra dahulu. Ginevra mungkin tidak memiliki ayah yang akan menghalanginya.

Akan tetapi, dunia yang mereka tempati tentu saja telah jauh berbeda. Scott tidak memiliki pandangan remaja polos, dan begitupula Ginevra. Scott jelas mencintai Ginevra, namun Scott juga telah memiliki Zelda. Ia juga belum siap dengan kemungkinan persaingan dengan suami Ginevra dan menerima disebut sebagai perebut istri orang. Hal-hal ini membuat Scott pada akhirnya sadar bahwa tak semua yang kita ingini harus terjadi. Rupanya, takdir bisa suka-sukanya sendiri berlari ke manapun tanpa harus melakukan negosiasi.

Sudah menjadi keniscyaan bahwa “tak semua yang kita ingini harus terjadi”.

 


Penulis: @UtamaArif

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s