Penumpang 9D mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang aku ndak paham. Terlalu rumit untuk dilibatkan dalam kehidupan, tapi banyak. Mereka ada di sekitar kita dan suatu hari pasti akan bersinggungan. Di titik ini, dibutuhkan toleransi yang jauh lebih tinggi ketimbang cuma membiarkan Rizieq Shihab bernafas di udara yang sama di tanah air tercinta, Indonesia.

SEBATANG LAGI
Beberapa perokok punya prioritas yang berbeda (untuk ndak mengatakan tingkat kecanduan). Ada yang alakadarnya. Ada juga yang menganggapnya sama derajat dengan shalat lima waktu. Kalau belum sebatang, masuk neraka.
Seperti seorang kawan yang mengabaikan panggilan boarding demi “sebatang lagi.” Ia berkilah kalau panggilan boarding biasanya makan waktu sampai pesawat betul-betul bisa diterbangkan. Waktu ini yang ia akan manfaatkan untuk “sebatang lagi.” Penerbangannya dari Surabaya ke Banyuwangi, sekitar 60 menit. Ia keberatan menunda 60 menit dalam hidupnya untuk ndak merokok. 60 menit ini menyangkut dunia-akhirat yang ia perjuangkan. Ndak bisa, “sebatang lagi” deh. Alhasil, pesawat lepas landas tanpa menunggu penumpang yang sedang menikmati “sebatang lagi.”
Aku ndak paham…
MENIKAH
Bukan menikah biasanya. Ya, itu juga aku ndak paham. Tapi ini lebih absurd.
Salah satu keluarga kami kecanduan narkoba kronis. Zat kimia berbahaya itu sudah menyerang otaknya. Merusak sebagain kewarasan. Menyisakan kegilaan kambuhan yang berbahaya.
Kalau kambuh. Ia akan menyerang siapa saja yang ia temui. Kadang ndak kenal lagi keluarga. Melempar barang-barang. Merusak. Bahkan hampir melukai tetangga sebelah. Butuh waktu sampai ia bisa tenang lagi. Entah dengan cara dikekang, diberi obat atau dibiarkan sendiri sampai reda.
Menjelang umur 42 tahun, keluarga kami (yang dituakan tentunya), memutuskan untuk menikahkannya dengan seorang wanita. Alasannya, supaya berkeluarga. Siapa tau kalau punya anak bisa lebih bertanggung jawab dengan hidupnya.
Kata kunci: siapa tau. Keluarga dan anak yang akan ia bentuk adalah keluarga “siapa tau.” Keluarga yang akhirnya pecah karena anak usia 3 bulan yang mereka lahirkan hampir mati di tangan ayahnya sewaktu kambuh.
Aku ndak paham…
dr. YUNI
Semua Orangtua murid sekolah anakku tergabung dalam grup WhatsApp. Termasuk guru wali kelas, kepala sekolah dan dr.Yuni, Ibu dari Evelyna kawan sekelas Sekar.
Grup ini berguna untuk saling bertukar informasi yang penting mengenai kegiatan anak di sekolah. Karena sifatnya dua arah, informasi mengenai anak di rumah pun kadang dibagikan di grup. Atau, beberapa risoles dan pisang goreng buatan mama-nya Albert yang enak banget dan siap dipesan.
Berbeda dengan anggota grup lainnya; dr. Yuni punya informasi yang unik. Aku kutipkan langsung aja:
“Miss Arin, nanti Evelyna dijemput supir saya ya. Saya ga bisa jemput nih, karena ada wartawan dari Wanita Indonesia mau wawancara. Nggak enak nolaknya, soalnya udah janjian lama waktu saya masih kerja di RS Tebet. Terus batal lagi waktu saya pindah ke Bethesda. Kasian juga. Nanti supir saya pakai mobil yang Fortuner keliatannya…”
“Wah keliatannya seru banget ya studi turnya ke Jogja. Sayang Evelyna ga bisa ikut soalnya nemenin saya bakti sosial pemeriksaan gigi gratis di Sukabumi dari Menkes.”
“Miss Arin, saya nanti jemput Evelyna ke sekolah ya. Langsung dari tempat praktek. Jadi ga sempet ganti mobil. Saya sedang pakai mobil yang BMW.”
“Halo, ada yang langganan majalah Wanita Indonesia? Cek deh halaman 23 biar anak-anak terinspirasi sama orangtuanya…”
Aku ndak paham… juga, NDAK PEDULI!
dr. Yuni harus banget ya…
SukaSuka
Jadi kabita nyoba pisang goreng mamanya Albert
SukaSuka
Hahaha… Ndak paham…
SukaSuka
Aku ndak paham… juga, NDAK PEDULI!
SukaSuka