Suatu hari Ibu membawakan bekal nasi rames untuk kita. Niatnya mudah, agar kita ndak perlu jajan dan belajar menghemat. Bekal nasi rames itu dibungkus dalam wadah plastik tanpa merek. Isinya nasi secukupnya, serundeng, tempe mendoan, paha ayam dan telor asin.
Ketika tiba waktunya makan siang, bekal itu dibuka. Ternyata banyak rekan kerja yang ndak keluar ruangan dan membeli makan siang. Mereka juga membawa bekal. Jadilah kita berkumpul dalam meja besar untuk makan bersama atas bekal masing-masing. Sebagian teman heran kenapa bawa bekal. Tumben.
Karena aroma nasi rames buatan ibu begitu menggoda, segera dilahap dengan seksama. Seorang teman berkomentar. Teman lain juga ada yang komentar. Juga seseorang lain berkomentar.
- Kok bungkus nasi ramesnya ndak ada label halal? Terus kenapa pake plastik wrap?
- Kok nasi ramesnya mirip yang dijual Cik Yeni?
- Kok telor asinnya ndak pake stempel?
- Ah, ini mah bukan bawa dari rumah. Ini pasti beli di warteg ya?
- Ini bawa dari rumahnya dua kotak ya? satu buat Pak Bos? Ciyeeeee..
Sebetulnya mau ndak jadi makan karena ndak nyangka teman-teman malah sibuk bertanya. Tapi apa daya, daripada terus-terusan diperbincangkan ya dijawab pelan-pelan.
Kenapa nasi ramesnya ndak pake label halal? Karena ini masakan rumahan langsung dimasak oleh Ibu kita sendiri. Apa iya perlu ijin MUI? Kenapa pake plastik wrap? Supaya kedap udara dan tetap steril dari polusi udara. Biar semakin aman bukan?
Pertanyaan situ mirip bertanya kok ada lambang palu aritnya? Padahal coba aja situ lihat uang pecahan 5000 lama, bukankah dengan lambang yang sama?
Ini namanya Recto verso. Saling mengisi. Gunanya sebagai pengaman agar dapat dipastikan keasliannya. Alat pengaman Recto verso telah digunakan Bank Indonesia sejak tahun 1993. Adapun gambar dengan desain yang konon katanya mirip palu arit telah digunakan 2001 pada uang pecahan 5000 dan masalah baru muncul dan dipertentangkan sejak sejak 3 bulan terakhir.
Soal kenapa nasi bungkusnya mirip yang dijual Cik Yeni? Itu hanya kebetulan belaka. Hampir semua penjual ingin menawarkan dagangannya dengan baik dan menarik. Penggunaan tata letak makanan, bahan dasar lauk, bisa jadi sama. Tapi soal rasa tentu saja beda.
Pertanyaan ini sama dengan komentar orang bahwa uang rupiah mirip Yuan.
Bahwa pada dasarnya mata uang negara lain seperti euro dan yuan menggunakan warna yang juga berbeda. Kecuali mata uang Amerika yang sewarna. Bisa jadi karena secara psikologis warga negara kita mirip sama negara lain yang lebih menyukai untuk menandai pembedaan nominal pecahan uang dengan warna.
Coba saja cermati mata uang baht? Apakah mirip? Ya karena memang hampir seluruh mata uang di dunia dibuat dengan warna yang sama. Dibedakan urutan warna dan nominal pecahannya saja.
Justru ane balik bertanya pada ente? Sudah pernah megang uang Yuan? Kenapa ndak dibilang mirip Baht atau Euro?
Selanjutnya untuk pertanyaan kenapa kok telor asinnya ndak pake stempel? Apa iya telor asin baru disebut telor asin jika warnanya biru dan ada stempelnya? Bagaimana jika telor itu dibuat oleh tetangga kita dan tidak dikomersilkan sehingga ndak perlu gunakan stempel merek. Ane malah paham betul cara pembuatan telor asin ini karena yang bikin tetangga sendiri. Bebeknya bebek asli, bukan bebek 4 tax. Proses pengasinan juga ane lihat sendiri dengan proses yang seksama dan ternyata sudah pernah ditinjau dinas kesehatan. Hasilnya? Bebeknya asli dan sehat.
Jawaban ini cocok dengan pertanyaan kenapa kok Pahlawan Cut Mutia ndak pakai Jilbab. Sesuai UU Mata Uang (No. 7 tahun 2011) Bank Indonesia telah berkonsultasi dengan seluruh tokoh dan sumber resmi dari instansi berwenang dan ahli waris.
Jelas bahwa pemilihan pahlawan nasional tidak berbasis agama. Lebih kepada kesetaraan jender dan keterwakilan daerah. Ketika Cut Mutia yang dipilih untuk mewakili daerah Aceh dan Perempuan, Bank Indonesia telah meminta secara resmi kepada Kementerian Sosial gambar resmi sosok pahlawan nasional tersebut. Termasuk juga meminta izin ahli waris. Dari yang disampaikan instansi resmi dan keterangan ahli waris diketahui bahwa Cut Mutia memang ndak menggunakan jilbab. Selesai urusan.
Juga soal suara kenapa Idham Chalid yang ada dalam gambar uang bukannya Hasyim Ansyari. Padahal jelas bahwa ini bukan soal keterwakilan ormas seperti NU, Muhamadiyah atau lainnya. Ini adalah keterwakilan daerah dan Pak Idham Chalid mewakili Kalimantan Selatan. Selesai juga urusan.
Soal pertanyaan jangan-jangan nasi rames ini bukan bawa dari rumah tapi beli di warteg, tentu saja perlu disangkal dengan tertib dan benar. Jelas-jelas bahwa saya tahu pasti Ibu sejak semalem sudah menanak nasi. Juga buat serundeng. Dia menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Paha ayam juga hasil sembelihan sore kemarin. Halal karena disembelih dengan benar.
Ini kok mirip ya dengan bagaimana mau buktikan bahwa pencetakan uang dilakukan oleh BI dan teknisnya dilakukan oleh Peruri sesuai dengan UU No. 7 th 2011 yaitu pasal 14 dan tidak benar mengenai tuduhan adanya penunjukkan perusahaan swasta domestik. Jika Bank Indonesia menunjuk pihak lain, maka yang melanggar undang-undanga adalah BI sendiri. Coba saja cek adakah kontrak pencetakan uangnya? Adakan proses pembelian kertasnya. Adakah kertas kerja dan rapat bertahun-tahun untuk mendesain gambar uang baru NKRI ini.
Pernyataan bisa menjadi tuduhan. Jika tuduhan tidak dicabut, sepertinya akan ada banyak tindakan tegas dari Ibu. Mungkin dia akan ngelabrak you-you semua. Atau malah mau proses secara hukum.
Oh iya. Terakhir soal adanya tudingan bahwa nasi rames ini dibuat dua, untuk saya dan Pak Bos. Ahahahahahahaha. Gue gibeng juga luh! Ngapain gua nyogok Pak Bos. Pakai nasi rames lagi. Ada juga gua minta traktir doi.
Ini mirip dengan tudingan skema penerbitan uang n+1. Selembar dicetak, selembar diberikan kepada Pak Bos. Dapat disampaikan bahwa pengedaran uang dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi kualitas dan ketersedian sesuai pecahannnya yang beredar. Seluruh Pemusnahan uang tercatat dan dilaporkan kepada Pemerintah dan masuk lembaran Negara. Cetak uang ndak sembarangan dan menggunakan metode kebutuhan ekonomi. Justru kalau terlalu banyak uang beredar akan memacu inflasi dan kontraproduktif dengan salah satu tujuan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi.
Ah, ati-ati ah kalau komentar. Sekarang ada cyberpatrol loh. Polda bikin, Mabes bikin, Kominfo bikin. Semuanya bikin. Kalau ndak menguntungkan, untuk apa sih komentar gak penting segala. Mending maksi bareng sama kita-kita dan tukeran lauk pauk.
Iya ndak temen-temen?
salam rames,
RoyKaisepo
Aku suka sekali ini, Roy!
terima kasih Lei
ini lucu siii,
aku mau ketawa (lagi) tp takut dikira penistaan
padahalkan akantetapi
asudala
Oh ada ya bebek 4 tax? ah mungkin saya yang salah
Salam nasi rames! order buat maksi
salam nasi rames! 😀
om nya fasih banget. kerja di BI yah? 😌😌😌
btw, naga udah punya pacar yah..
iyah naga konon katanya sudah punya pacar yang akan tetapi sulit diakuinya
Yang ribut, kalo ndak setuju uangnya buat aku aja.
ahahahahaha. tos
Penjelasan yang menarik dan membuka perspektif, terutama tentang betapa mudahnya orang terpancing karena satu isu dan mengkait-kaitkannya dengan isu lain yang belum tentu benar. Kita memang masih belum dewasa dalam menelaah dan menganalisa.
terima kasih. sebagai perpektif lain soal isu yang berkembang
Om, bagi duit dong om… :p
ga minta dari pacar kamu aja, Naga? 😜
Siapa…?
ya dia.
Sampai sekarang ane di Palu Sulteng, belum pernah megang pecahan uang yang baru om 😞 .
sabar aja. ntar juga kesebar sendiri. ane jujur ndak terlalu demen megang duit tunai sih. enakan e-money. cashless society. 🙂
Dahulu kalau dapur dipenuhi asap, tinggal buka jendela dan seketika asap akan hilang dan penglihatan menjadi jelas. Sekarang dapur berasap akan semakin berasap dengan polusi dari udara luar. Jadi pilihannya hanya rabun atau rabun sekali…
Semoga banyak yang masih tinggal di lingkungan dengan udara segar seperti Bapak RoyKaisepo
Terima kasih telah senantiasa membaca dan memberikan pendapat. Semoga sehat selalu dan akal budi kita segar bugar tegar megar kekar.