Nasi dan Bakmi

URUSAN Nasi Goreng, orang Indonesia memang jawaranya di seantero dunia. Kendati dibawa dan diperkenalkan dari daratan Tiongkok selatan dan tenggara oleh para imigran entah beberapa abad lalu, menu yang sejatinya sederhana ini justru berkembang hingga menjadi puluhan varian di tangan bangsa kita. Beberapa di antaranya seperti Nasi Goreng Ikan Asin, Nasi Goreng Pete, Nasi Goreng Ijo, Nasi Goreng Putihan, maupun Nasi Besanga, dan masih banyak lagi. Hanya ada di Indonesia.

Ya. Menu ini sungguh sederhana. Bukan sajian fancy terkait bahan-bahan yang digunakan maupun proses pembuatannya, melainkan sebagai wujud nyata dari praktik “勤儉起家” atau kurang lebih mirip filosofi “éman-éman”-nya orang Jawa.

Menghindari kemubaziran, ketika nasi sisa semalam bisa diolah kembali sedemikian rupa menjadi hidangan yang menggugah selera, tanpa perlu keluar banyak biaya. Dengan tambahan bumbu-bumbu secukupnya: garam, vetsin, bawang merah dan bawang putih, cabai, telur, dan saus tomat untuk beberapa jenis, nasi yang nyaris harus dibuang pun bisa layak disantap habis.

Perlu teori pendukung? Untuk nasi putih biasa, mulut dan lidah kita cenderung lebih suka dengan butiran-butiran yang pulen. Tidak terlalu kering, namun tidak terlampau benyek. Percis seperti yang digambarkan Sang Juru Baca dalam tulisan hari Minggu lalu. Lain halnya saat dimasak jadi Nasi Goreng, akan jauh lebih nikmat apabila butiran nasinya pera, tidak pulen, relatif lebih mudah disendok, dan dimakan sebagai nasi berbumbu yang memiliki rasa gurih dengan wangi khusus.

Nasi Goreng adalah pengejawantahan dari semangat pantang menyerah, hidup prihatin, berpadu dengan kreativitas.

Lebay? Biar!

Menambah lima sajian Nasi Goreng khas Indonesia yang sudah disebut di atas, ada satu menu lain yang tak kalah uniknya. Yaitu campuran Nasi Goreng dan Bakmi Goreng. Barangkali diciptakan oleh seseorang yang doyan keduanya, dan ingin menyantapnya sekaligus.

Tidak hanya satu, masakan ini memiliki karakteristik dan nama yang berbeda:

  • Nasi Mawut atau Nasi Goreng Mawut
  • Magelangan
  • Nasi Minas (kependekan dari “Mi Nasi” HAHAHAHA!)
  • Mi Othok Khowok atau Mi Othokowok

Dari empat nama ini, saya hanya tahu Nasi Mawut dan Magelangan. Terkait Nasi Minas dan Mi Othok Khowok, baru tahu lewat Twitter.

Di Samarinda, Nasi Mawut lumayan populer sebagai menu yang tersedia sampai menjelang subuh. Nasi Mawut juga cukup terkenal di Surabaya, dan Jawa Timur secara global. Sedangkan untuk Magelangan, baru pertama kali makan Sabtu kemarin (26/11), di salah satu warung makan tak jauh dari Pondok Indah Mall (PIM). Enak juga. Cocok di lidah, walaupun pakai kikil.

Informasinya, Magelangan populer di Yogyakarta dan beberapa daerah di sekitarnya. Termasuk, ketahuan dari namanya, Magelang.

 

Nasi Mawut dan Magelangan serupa tapi agak tidak sama. Pada Nasi Mawut yang saya makan selama ini, Nasi Goreng dan Bakmi Goreng telah dimasak dan siap disajikan terpisah; baru dimasak kembali jadi satu apabila ada pesanan. Karena itu, nasinya terasa lebih kering dan pera. Mirip seperti Nasi Goreng Tek-tek yang banyak dijual di Jakarta.

Lain halnya dengan Magelangan tempo hari. Nasi dan bakmi tampaknya dimasak bersamaan, pakai anglo dan bara pula. Bumbunya meresap, dan menjadikan tekstur Magelangan cenderung lebih basah.

Selain itu, perbedaannya ada pada condiments atau bumbu pelengkap. Bagi yang suka pedas, Nasi Mawut akan dicampur sambal merah. Di Samarinda, lazimnya juga dicampur sedikit kecap manis. Cuma sedikit, dan bisa juga dituang di atas telur ceplok (secara default, Nasi Goreng di Samarinda disajikan dengan dua butir telur. Sebutir yang dicampurkan pada nasi, dan sebutir lainnya dijadikan Telur Mata Sapi). Sementara Magelangan disajikan dengan selepek irisan rawit. Sama-sama pedasnya, tapi beda sensasinya.

cymqq03vqae1w97
Magelangan Sabtu malam kemarin.

Nah, giliran Nasi Minas dan Mi Othok Khowok yang menanti untuk dicicipi. Dari penjelasan teman, Mas Arie Parikesit dan Inne, Nasi Minas adanya di daerah Minang, sedangkan Mi Othok Khowok merupakan kuliner khas Cirebon. Kalau dilihat dari gambarnya, kayaknya sih enak-enak semua.

Mudah-mudahan ada kesempatan.

Tampilan Mi Othok Khowok. Foto: online-instagram.com

Oya, perkara serupa tapi tak sama seperti ini juga terjadi pada Kerupuk Mihun yang merupakan kudapan legendaris di Samarinda (dan Banjarmasin, barangkali), dengan Karupuak Mi di Padang. Sama-sama menggunakan kerupuk lebar sebagai alas mi, namun berbeda bahan dan sajian.

Kerupuk Mihun, menggunakan kerupuk yang rasanya gurih. Lalu, ada Mihun Goreng ala Banjar yang kering dan sedikit berminyak ditaruh di atasnya. Mihun kemudian dicampur dengan kecap asin khas Cap Bawang dan sambal bawang sesuai selera. Dalam versi berbeda, penikmat juga bisa memilih untuk membanjur Mihun Goreng dengan bumbu pasangan kerupuk: bumbu petis pedas. Cara menyantapnya, potek kerupuk dan sendokkan pada mihun.

Awalnya, Kerupuk Mihun merupakan jajanan SD yang populer di era 90-an. Hingga satu dekade kemudian, Kerupuk Mihun mulai susah dicari. “Kebangkitan” Kerupuk Mihun mulai terasa sejak pertengahan 2014, ketika makin banyak penjual menu ini di tempat-tempat umum.

Berbeda cerita dengan Karupuak Mi. Saya juga belum pernah mencicipi makanan ringan yang satu ini. Katanya, bukan pakai mihun, melainkan mi kuning yang standar, dan disiram dengan kuah sate. Nyaman jua pinanya

Mudah-mudahan juga ada kesempatan.

[]

5 respons untuk ‘Nasi dan Bakmi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s