It was a very cold winter on a Monday. Saat itu bulan Januari 2009. Saya sedang berada di Berlin untuk mengikuti sebuah pendidikan singkat selama 6 minggu. Kegiatan ini diikuti oleh berbagai rekan-rekan satu profesi dari berbagai negara, kebanyakan dari Asia dan Afrika.
Paruh pertama kegiatan itu diisi dengan menghadiri kelas dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore, atau paling akhir jam 5:30 sore. Berhubung musim dingin, suasana jam 5:30 sore sudah seperti jam 8 malam.
Di suatu Senin, saya dan dua rekan lain bergegas pulang. Ada saya, satu teman dari Afrika Selatan, dan satu lagi dari El Salvador. Agenda kami hanya satu saat itu: menonton langsung inagurasi atau pelantikan resmi Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat.
Berhubung cuaca sangat dingin, kami membeli beberapa botol bir. Makan malam pun sekedarnya saja. Kami berkumpul di kamar hotel saya saat itu. Berhubung penghangat ruangan tidak terlalu bagus fungsinya, kami masih memakai jaket dan syal masing-masing di atas kasur.
Acara inagurasi dimulai. Barack Obama maju. Dia mengucapkan sumpah sebagai Presiden Amerika Serikat. Michelle Obama melihat dengan tatapan tegas, dan senyum penuh keyakinan di antara Presiden Obama dan pendeta.
Mata kami bertiga terpaku ke layar televisi. Tidak ada alih suara bahasa Jerman di acara tersebut, karena siaran langsung. Kami bisa mengikuti dan menonton semua prosesi dengan baik.
Kami semua menahan nafas melihat Obama mengucapkan sumpahnya. Kami terdiam. Padahal sebelumnya riuh rendah kami bertiga terdengar kencang sampai ke lorong lantai hotel.
Teman saya akhirnya memecah kesunyian.
Dia berkata, “Wow! I cannot believe I get to see this in my lifetime. The first black president in America! Man!”
Saya masih terdiam, dan cuma merespon pendek setengah bergumam, “Yeah. Can’t believe this. We’re lucky to see this. And look at him! So young.”
Lalu teman lain berusaha mencairkan suasana, “Cheers, guys! This calls for celebration!”

Kami pun bersulang. Di kamar hotel yang kecil di tengah cuaca yang sangat dingin, hujan salju dari jendela kamar, kami bertiga merayakan harapan.
Harapan yang entah kenapa tersirat dari kami, yang bukan warga negara Amerika Serikat, dan tidak ikut memilih presiden.
Namun kami sadar, suka atau tidak suka, magnet Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa dengan kekuatan ekonomi tertinggi di dunia masih terlalu besar. Apa yang terjadi di Amerika Serikat, terutama kejadian besar, akan berpengaruh terhadap pergerakan kehidupan di belahan dunia mana saja.
Delapan tahun kurang dua bulan kemudian, saya tergeletak sakit. Kaki kiri saya sakit sekali apabila digerakkan. Mau tidak mau, saya harus banyak berbaring. Atas bantuan Glenn dan Dragono semalam sebelumnya, saya bisa dengan nyaman berbaring di depan televisi, dengan obat-obatan dan barang-barang penting lainnya berada di samping saya.
Sepanjang hari saya mengikuti liputan langsung perhitungan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat kali ini. Tangan kanan saya memegang ponsel, melihat update di media sosial.
Then I felt crushed.
Orang yang sempat menyulut amarah saya saat membaca beberapa isi pidatonya selama berbulan-bulan terakhir, ternyata terpilih menjadi pemimpin negara adidaya ini. Saya sedih. Orang yang mudah membakar rasa kebencian, ternyata akan berada di pucuk pimpinan tertinggi bumi ini. Dan akan dengan mudahnya menginspirasi negara-negara lain, negara kita tak terkecuali, bahwa dengan modal kebodohan, orang bisa menjadi penguasa.
Sempat saya merasa, dengan segala ketakutan, harapan akan punah. Pengaruh Amerika Serikat masih terlalu kuat di dunia yang kita tinggali. Segala macam bentuk perlakuan tidak adil bisa saja terjadi.
It is not easy to live in fear, just because you are different.
Namun pagi ini, saat saya bangun dalam keadaan masih sakit, mendadak muncul sedikit pemikiran.
Mungkin, dalam beberapa tahun ke depan, kita akan melihat banyak pergolakan terjadi. Mungkin ada sedikit kekacauan.
But what I look forward to is creativity. Endless amount of creative works. Dalam keriuhan, akan banyak karya seni yang dihasilkan, baik untuk merepresentasikan apa yang sedang terjadi, ataupun untuk mengemukakan pikiran yang mungkin dikekang.
Dan dalam ketakutan, mereka yang sama-sama takut akan bersatu.
Sekarang tidak kasat mata, karena hari-hari ini, masing-masing masih berada dalam euforia kemenangan, dan kekalahan.
But never underestimate the power of the oppressed. They’ll be the ones moving the world forward.
Because there is always a little of hope they keep within.

Semoga kita bisa melihat keajaiban ini terjadi.
lekas sembuh, kak.
SukaSuka
Makasih, mas Dan.
SukaSuka
Pelantikan obama itu emang peristiwa yg bersejarah banget buat obama, amerika dan seluruh dunia termasuk gue. Karena gue nontonnya jam 1 malem abis pulang dr belajar dikampus buat ujian kompre hidrodinamika. Di tukang tambal ban gegara ban motor bocor.
Sumpah presiden obama harus diulang, begitu pula ujian hidro gue. Sungguh bersejarah hari itu.. Hahah
*Laah jd terjebak nostalgia..
Anyway semoga cepat sembuh kak nauval 🙂
SukaSuka
Hahahaha. Lucu amat ceritanya. Tapi akhirnya lulus kuliah gak tuh?
Thanks ya doanya.
SukaSuka
semoga kakinya lekas pulih Mas Nauval
SukaSuka
Terima kasih, Ira.
SukaSuka
semoga lekas sembuh Mas Nauval
SukaSuka
Makasih, Ambar.
SukaSuka
Semoga ..
SukaSuka
semoga kakinya lekas sembuh mas Nauval. 🙂
SukaSuka
Makasih, Yenni. 🙂
SukaSuka