Sejak sate maranggi Bu Haji laku keras, dia ndak pernah kepikiran untuk beli bahan di tempat lain. Cuma potongan daging di kios Fahmi yang cocok. Pas sekali sama racikan dasar ketumbar dan sambel Bu Haji. Empuk. Lemaknya sedikit. Sekelas filet mignon. Kadang cuma ada sekilo, ya sekilo dibeli Bu Haji. Pernah sampai 3 kilo. Bu Haji ambil 2 kilo aja. Paling banyak jadi 120 tusukan lah. Strategi pasar katanya. Makin cepat habis, makin menggila pelanggannya.
Biasanya Fahmi dapat pasokan daging Sapi seperti lima pemilik kios daging lainnya di Pasar Kramat Jati. Tapi enam bulan lalu, Rini istri Fahmi, ganti supplier ke peternak langsung di Jatikarya, Bekasi. Pasokannya stabil, tepat waktu dan kualitas dagingnya bagus.
Fahmi terima jadi aja. Jam 7 pagi ia akan bawa dagangannya ke Pasar. Semua sudah disiapkan Rini di rumah. 68 kilo daging di baskom besar, 12 kilo jeroan, dan sebungkus daging paling empuk di plastik hitam. Kadang cuma sekilo. Tapi pernah sampai 3 kilo.
Pagi itu, Rini cuma menyiapkan daging di baskom dan jeroan. Fahmi mbatin, jangan-jangan suppliernya ganti lagi.
“Dari Jatikarya lagi jelek ya?”
“Bagus kok, paling bagus malah Mas. Kenapa?”
“Kok udah berapa hari ini nggak ada yang di plastik item?”
“Plastik item apa? Kan cuma yang di baskom sama jeroan. Aku pisahin jadi dua tempat, biar nggak nyampur!”
Pak Johnny menerima amplop forensik bersegel kepolisian. Lambat sekali, pikirnya. Gregetan ia robek ujung amplop itu. Hasil forensik ini ndak akan membawa istrinya kembali. Tapi bisa membawa pembunuh istrinya ke penjara. Kalau saja polisi bisa lebih sigap, cepat dan…
“Pinteran dikit dong ah. Masa berat badan istriku kurang 3 kilo!”
Baca siang-siang pun tetap merinding. Tapi penasaran…
SukaDisukai oleh 1 orang
hahahaaa keren om! tapi aku baca nya sambil lunch ini.. jadi eneg. salah timing :p
SukaDisukai oleh 1 orang