Hampir setiap hari, di negeri yang amat beragam ini, bisa dipastikan ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Ketololan yang kita anggap seharusnya tidak perlu terjadi. Kebodohan yang kelewat batas. Kejijikan yang di luar batas. Tindakan yang tidak seharusnya. Yang semuanya sering membuat kita kecewa, kesal dan marah. Di saat yang bersamaan, ada banyak juga hal-hal yang kita anggap positif. Menjadi inspirasi bagi diri sendiri. Membanggakan nama Indonesia. Mengharumkan nama keluarga. Memperbaiki kualitas kehidupan sekitar. Yang semuanya membuat kita senang, bahagia dan bersyukur. Semua terjadi silih berganti, berulang terus setiap hari tanpa henti. Walau tak mungkin, bayangkan apa yang akan terjadi kalau semua sesuai seperti yang kita inginkan?
Di media sosial tidak ada postingan cewek yang baru operasi membesarkan payudara, tidak ada masalah keluarga ditayangkan di tv nasional, dan tidak ada akun gosip. Di surat kabar tidak ada laporan tindakan kriminal, tidak ada selebriti cari sensasi, tidak ada pejabat pemerintahan berkata tak pantas. Teman-teman kita pun memposting persis seperti yang kita idamkan. Tak ada selfie berlebih, tak ada joke berselera rendah, tak ada foto pencitraan, tak ada foto makanan, dan lainnya yang mengganggu. Dan para celebgram mengajak followersnya untuk membersihkan lingkungan dan berdonasi untuk Orang Hutan. Para Vlogger dan Youtuber selalu memberikan rangsangan untuk mencari ilmu setinggi langit. Semua persis pleketiplek seperti yang kita bayangkan dan inginkan. Seperti idealnya harapan kita. Tak ada postingan atau seruan kegelapan.
Apakah kemudian hidup kita jadi tenang, tenteram dan sentausa? Masa depan anak-anak kita lebih terjamin dan karir pekerjaan kita berkembang pesat? Serta tak ada lagi tindakan kriminal yang disinyalir gara-gara Facebook? Akan tumbuhnya minat baca karena semua postingan media sosial menyarankan itu. Akankah kesempatan bersekolah akan terbuka lebar bagi seluruh anak Indonesia? Feminis tak lagi dianggap sebagai aliran sesat perempuan ingin jadi laki-laki. Menurunnya angka perkosaan dan meningkatnya jumlah umat beribadah. Tak ada lagi orang patah hati karena cinta tak lagi sembarang tebar. Kegelapan tak lagi ada karena hilangnya cahaya, tapi semua terang benderang.
Bagi sebagian besar yang menganggap ini benar akan terjadi, besar kemungkinan belum pernah berkreasi. Karena dalam setiap kreasi, ada satu hal yang mutlak diperlukan adalah tekanan. Tekanan untuk terus mencari kebenaran. Tekanan untuk menerobos kegelapan. Tekanan untuk kelegaan. Tekanan untuk keluar dari kegelapan. Coba lihat sekitar kita, musik, film, sastra, gadget, dan terobosan-terobosan inovasi lainnya, hadir karena tekanan. Masalah hidup sehari-hari. Patah hati. Retaknya hubungan keluarga. Sulitnya mencari uang. Peradaban jahiliyyah yang keras kepala. Semuanya memberikan inspirasi dan dorongan untuk berkreasi dan berinovasi. Untuk menawarkan setitik cahaya bagi kehidupan manusia untuk melanjutkan perjalanan dalam kegelapan.
Ada bercandaan tentang kota Singapura. Kota yang dinilai sempurna. Semua rapi jali, tertib, bersih, teratur, rendahnya tingkat kriminal dan tak ada wilayah kumuh tempat orang miskin hidup. Seorang sutradara pernah bertanya pada dirinya sendiri “what kind of movie can I make if I live in this city?” Walau sekilas terdengar seperti asal, namun pernahkah kita ramai-ramai menonton film Singapura seperti kita sekarang menonton Train to Busan buatan Korea? Atau film PK dari India. Atau Bangkok Traffic Love Story dari Thailand. Sejauh ingatan sepertinya belum pernah. Coba kita lihat film-film Indonesia yang populer. Semuanya bisa dipastikan berawal dari masalah. Dari kegelapan. Soal kemiskinan, kebebasan beragama, perempuan teraniaya, ketamakan, sampai makhluk halus. Film kemudian terus menerus mencoba menawarkan sinar untuk menerobos dan melalui kegelapan itu.
Sejarah Facebook, pasti semua sudah tahu. Berawal dari keinginan untuk menjadi sarana penyatu mahasiswa Harvard. Mark yang sebelumnya sudah menciptakan social networking Coursematch dan Facemash, adalah mahasiswa psikologi. Tanpa disadarinya, Mark paham akan keinginan dasar manusia untuk terhubung satu dengan yang lain. Sementara mahasiswa Ivy League yang selalu hidup dalam terpaan buku-buku membuat banyak dari mereka kehilangan kehidupan sosial. Malu-malu berinteraksi antar mahasiswa sehingga kesulitan menemukan dan membedakan cinta dan syahwat. Lebih jauh lagi, ketidak pedulian dan rasisme dengan mahasiswa dari negara lain. Dalam sebuah penelitian oleh American Academy of Pediatrics ditemukan 24% mahasiswa Ivy League rutin menenggak penenang dan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), dan 34% diantaranya merasa itu bukan masalah.
Album Beyonce terakhir Lemonade, banyak menuai pujian. Terutamanya, para fans yang merasa ini adalah album Beyonce yang sesungguhnya. Beyonce menjadi diri sendiri di album ini. Kemudian berkembang spekulasi bahwa hubungan rumah tangga Beyonce dengan Jay Z sedang retak. Lemonade kemudian dianggap sebagai refleksi, kemarahan, diskusi mengenai pernikahan. Tak berhenti di situ, Lemonade sepertinya didedikasikan untuk perempuan, terutamanya perempuan berkulit hitam. Dalam lagunya Don’t Hurt Yourself, Beyonce mengutip perkatan Malcolm X “The most disrespected person in America is the black woman. The most unprotected person in America is the black woman.” Tanpa adanya kegelapan dan masalah rumah tangga dan ras di Amerika, bisa dipastikan Lemonade tak akan berpengaruh malah mungkin tak pernah ada.
Lebih jauh lagi, agama dan kitab sucinya. Sepertinya tidak ada kitab suci yang hanya menampilkan kebersihan dunia semata. Terang benderangnya dunia tanpa kegelapan. Bahkan lebih seringnya kegelapan diceritakan sedemikian rupa sehingga saat Sinar itu datang, Dia hadir (se)bagai penyelamat. Mulai dari cerita tentang korupsi, perzinahan, kebohongan, pengkhianatan semua tertulis lengkap tanpa usaha untuk menutupinya. Bukan kemudian untuk meniadakan kegelapan itu, kitab suci kemudian memberitahukan umatnya bagaimana mengatasinya. Sudah dari sononya, selama kita hidup maka kita akan berteman dengan kegelapan. Karena kegelapan itu pula, 221-206 sebelum Masehi, Dinasti Qin menemukan lilin yang menggunakan lemak ikan paus, kemudian berkembang menjadi lampu minyak, bohlam, neon, lampu pijar, compact fluorescent light, sampai LED dan entah apalagi berikutnya. Dan apakah setelah semua terang kita nikmati, kini waktunya mengutuk kegelapan?
Bukan pula mengajak untuk memuja kegelapan. Tapi berusaha untuk berteman dengan kegelapan adalah usaha yang pantas untuk dicoba. Karena kegelapan, sebenarnya menjadikan terang semakin bersinar. Good Cop dan Bad Cop. Contoh yang baik dan contoh yang buruk. Dari mana pun persepsinya kita perlu keduanya. Kesia-siaan besar adalah berusaha untuk mensterilkan kehidupan. Kita perlu kekotoran supaya tubuh lebih tahan banting. Bukankah bunga Lotus terindah tumbuh dari lumpur terkotor? Itu pun kalau kita berhenti pada pemahaman hidup hanya pada terang dan gelap saja. Padahal ada temaram diantaranya. Ada subuh sebelum pagi dan senja sebelum malam.
Daripada mengutuk segala tindak kegelapan, mengapa tidak berkreasi untuk mengatasi kegelapan. Daripada menutup mata anak-anak pada tindak kegelapan, mengapa tidak membuka pikirannya untuk memahami. Mana tahu dari situ keluar inovasi-inovasi terang yang bisa ikut memajukan peradaban. Daripada membuang ludah menghina kegelapan yang tak akan pernah pergi, mengapa tidak berbincang mengenai solusi. Menjadikan kegelapan sebagai sumber inspirasi. Tenaga yang tak berkesudahan untuk berkarya dan berbuat. Ketakutan akan kegelapan adalah bentuk kegelapan tersendiri. Kebencian akan kegelapan adalah juga kebencian pada kehidupan dan manusia.
Seseorang yang taat berdoa, suatu siang merasa ngantuk tak tertahankan. Sebelum terlelap tidur, dia meminta kepada Tuhannya untuk dibangunkan saat waktu berdoa tiba. Pintanya dikabulkan. Seekor kucing menjilat-jilat telinganya sehingga dia terbangun. Segera dia terbangun dan berdoa. Saat berdoa dia berterima kasih pada Tuhan telah membangunkannya. Tapi alangkah terkejutnya dia saat mendapat wangsit bahwa bukan Tuhan yang telah membangunkannya. Tapi kucing tadi adalah jelmaan Iblis. Setengah terkejut dia pun bertanya kepada kucing itu “mengapa kamu membangunkan aku untuk berdoa? Bukankah kamu lebih senang kalau aku tidak berdoa?” Kucing kemudian menjelaskan “karena kalau kamu ketiduran dan tidak berdoa, saat terbangun kamu akan berdoa lebih banyak dan khusuk untuk memohon ampunanNya. Dan saat itulah aku akan semakin tersingkirkan”. Sejak saat itu, kucing menjadi sobat perjalanannya.
Wah…iya ya
SukaSuka
karena hitam bukan warna, karna hari ku racik sendiri 🙂
nice post, om glenn. ditengah banyaknya tulisan yg provokatif sliweran di timeline, baca tulisan jadi ibarat oase yang ngademin ati :))
SukaSuka
Makasih juga sudan mampir dan membaca tulisan kepanjangan ini
SukaSuka
jarang-jarang lho aku mbaca sampai habis postingan yang panjang. keren bro…
SukaSuka
Makasih mas bro… sambil dengerin lagunya juga?
SukaSuka
Bisa
SukaDisukai oleh 1 orang
Gleenn yang baik, selama ini saya hanya membaca. Tapi sekali ini saja ijinkan saya berkomentar. Tulisan ini adalah magnum opus dari semua tulisanmu, glenn.
Tinggal diedit dan beberapa pelurusan fakta saja. Terus menulis Glenn.
Saya juga semakin paham mengapa kamu sempat memutuskan untuk berhenti menulis. Kamu tidak akan pernah sendirian, Glenn. Ini janji saya.
Untuk saat ini, maaf saya anonim dulu. Tapi akan ada waktunya kita akan berkenalan. Ini hutang saya sesudah kamu sajikan dengan tulisan seluas ini. Jangan berhenti.
Linimasa besar jasanya memilih kamu sebagai penulisnya.
Hormat.
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih sudah mampir. Aku gak mengira ada yg membaca tulisan kepanjangan dan malas diedit ini hehehe. Semoga bisa segera ketemuan. Salam.
SukaSuka
tadi pagi aku baca postingan iones rakhmat yang panjang dan bikin ngantuk sepanjang hari. sebelum mata terpejam eh aku baca postingan yang tak kalah panjangnya. iya saat ini. tapi kamu harus tanggung jawab, mata aku jadi melek.
entah sampai kapan. mungkin saat gelap berganti terang aku baru ngantuk lagi.
SukaSuka
Sukur
SukaSuka