Jika benar bahwa harga rokok dinaikkan oleh penyelenggara negara dengan tujuan mengurangi konsumsi, maka lebih baik saya akan tertawa. Haha! Bukan karena curiga itu semacam gombalan gaya baru oknum penyelenggara negara untuk cari perhatian para pengusaha rokok yang juga kebetulan orang-orang terkaya negeri ini agar lebih dekat atau lebih rajin sowan, melainkan memang pola pikir pemerintah kita ini norak.
Pertama, dengan menentukan harga sebuah barang yang diketahui diminati banyak orang, akan dengan sengaja dan sadar penyelenggara negara menciptakan inflasi non inti yang baru. Semacam penciptaan administered prices lain. Sepertinya mereka keranjingan bikin warganya panik. Setelah harga BBM ndak bisa bikin panik, sekarang proyek kepanikan diciptakan lewat jalur rokok.
Kedua, dengan menaikkan harga rokok yang konon katanya membahayakan kesehatan warga, jelas terlihat bahwa daya kreativitas negara dalam menaikkan penghasilan dari cukai sangat miskin ide. Mengapa perokok harus head-to-head dengan harga. Penyelenggara bagai Don King yang mempertemukan Mike Tyson dengan seekor anjing gila. Kedua-duanya bisa mati. Perokoknya tewas karena semakin kismin, dan pengusaha rokok juga terancam bangkrut jika ternyata daya beli warga menukik tajam.
Mengapa tidak dilakukan upaya alternatif yang manis dan elegan. Misalnya saja yang dinaikkan harganya adalah korek api, baik batangan maupun gas. Banyak hal positif jika yang dilakukan adalah usulan saya ini. Gadis penjual korek api akan kaya dan tak lagi kedinginan. Dia bisa beli hape dan mengirim uang bulanan kepada emaknya. Selama korek api bukan diproduksi oleh anak perusahaan rokok, cara ini juga menumbuhkan bibit wirausaha baru. Banyak nantinya penjual suryakanta untuk mengganti cara kerja sebatang korek. Hal negatifnya dan menjadi kekuatiran saya adalah meningkatnya angka kriminalitas dengan modus curankor. Selain itu, ndak ada.
Ndak aneh nantinya jika sebagian warga akan membawa tabung gas elpiji tiga kiloan karena dipikirnya jauh lebih murah daripada membeli sebatang cricket atau tokai. Zippo tak lagi istimewa. Korek gejres sakerhets-tandstickor bakalan dikoleksi oleh Hotman Paris.
Jangan hanya karena sebatang rokok maka keluarga gudang garem dan djarum atau sampoerna jadi kaya raya lalu penyelenggara negara cawe-cawe untuk minta jatah preman. Ndak perlu membanding-bandingkan harga rokok di luar negeri dengan harga disini. Toh kami ndak pernah banding-bandingkan bagaimana kualitas bus kota di Melbourne dengan Kopaja.
Bukannya konsumsi rokok berkurang, tapi malah menciptakan barang mewah lainnya, sebagai tambahan anak tangga strata sosial.
“Gila cuy, si Dewi lebih milih Irwan daripada gue.”
“Napa?”
“Irwan soalnya perokok cuy. DASAR CEWE’ MATRE!”
Sudahlah. Ada banyak hal tak perlu diurusi. Toh walau indomi dipercaya secara jangka panjang akan memperburuk kesehatan, tak ada yang secara nyata melarang peredarannya. Atau ngutak-atik harganya. Padahal sudah jelas, semangkuk indomi rebus dengan telor dan rawit diiris adalah dosa besar di kala rinai hujan. Mungkin saat saya menulis ini, Jokowi sedang berebut suapan terakhir dengan Kaesang.
Tunggu saja vlog-nya dirilis mereka.
Salam anget,
Roy
Bonus
SUKA!!!!
SukaSuka
terima kasih.
nyalain korek
SukaSuka
Jadii,
Maksd om loy ;
Kepentingan sebtng rokok berbanding lurus dengan seliter bbm?
SukaSuka
iyah sepanjang dilirik ndak dari sudut fungsi dan kegunaan bagi konsumen,
tapi bagi si penentu harga.
SukaSuka
Kalau begitu,
Maka menjadilah ;
harta, tahta, dan sebatang rokok
Semoga uangnya jadi jembatan di desa2,
Buku2 di perpustakaan kampung,
Bibit2 dilahan yang mulai ditinggalkan pemiliknya yg memilih menjadi supir ojek.
Aamiiin
SukaSuka
jadinya buat biaya sekolah anak pejabat
SukaSuka