Semua dalam Sehari

Pagi itu saya bangun dengan mata agak sepet. Semalam agak susah tidur. Bukan, bukan karena sibuk nyari monster Pokemon Go! Kemungkinan karena kopi sore harinya yang kelewat kenceng. Secara otomatis turun dsri ranjang saya buka henpon mengecek jadwal sambil berjalan ke dapur. Hari ini ada dua meeting. Sambil membatin apa saja yang harus saya omongin pas meeting nanti.

Tangan saya bergerak secara otomatis meramu kopi dalam mokapot. Yang gak tau kenapa, membawa saya ke 9 tahun lalu ketika pertama kali bikin kopi sendiri. Mulai dari mesin kopi, french press dan berakhir di mokapot. Sejak saat itu rasanya gak ada kopi yang lebih enak selain kopi buatan sendiri.

tumblr_o65lr9n44V1rrrlk1o1_500

Aroma kopi menyebar ketika saya membaca sms dari nyokap yang bilang kalau hari ini dia berencana menemani paman yang sudah mulai rutin mencuci darah. Saya sering berpikir “kenapa nyokap gak mau pindah ke whatsapp? Old habits die hard?”

Sambil minum kopi, saya membuka timeline Path. Seorang teman dekat sedang dikerok punggungnya oleh istrinya. Masuk angin kayaknya. Dilanjutkan mengucapkan selamat ulang tahun berdasarkan notifikasi di Path. Membaca link yang disodorkan teman-teman. Membuka Facebook, Instagram, Twitter, sebelum memutuskan “hari ini akan jadi hari yang baik-baik saja”.

Meeting pertama dimulai dengan pengumuman, klien diganti. Iya, kalo brief ganti mah sudah biasa. Ini klien killer yang selama ini sering membuat orang bersedih bahkan menaruh dendam padanya, dipecat dari jabatannya. Gak perform. Ganti klien tentu berarti ganti brief. Dalam hati saya berkata “setdah, udah gahar gini aja masih dipecat jugaaa”. Sambil meeting saya sempat melirik notifikasi kabar gembira di henpon yang bilang meeting berikutnya diundur sampai Senin. Akhir pekan pun bisa segera dimulai.

giphydance

Setelah meeting, saya membuka pesan whatsapp. Salah satunya dari seorang teman kesayangan yang bilang ada bumbu pecel untuk saya. “Ketemuan hari ini bisa gak?” Tanya dia. Karena meeting kedua batal, saya langsung meluncur ke lokasi kami biasa bertemu. Gojek siang bolong panasnya memang gak kenal ampun seperti hukuman mati Freddy. Untung tempat pertemuan di mall yang sejuk. Di perjalanan saya sempat berpikir soal hukuman mati Freddy. “Apa ya yang dirasain nyokap bokapnya? Apa emang dia udah gak ada hubungan lagi sama keluarganya?”

Tak terlalu lama bumbu pecel pemberian pun sudah masuk ke dalam tas saya. Berlanjut teman saya bercerita soal kondisi teman kami yang terkenan kanker stadium akhir. Sambil bercerita kami pun mengenang perjalanan awal 3 tahun saat pertama kali tanda-tanda kanker paru-paru menyerang dirinya. Kebiasaan merokoknya saat itu tentu menjadi salah satu tertuduh utama penyebab kanker yang dideritanya. Sambil mendengarkan saya berpikir “duh, saya masih ngerokok nih… di toilet sih kebanyakannya, tapi tetep aja…”. Teman saya pun berencana untuk bezoek sore menjelang malamnya. Saya memutuskan untuk ikut mengantarkannya ke rumah sakit nanti.

Kemudian seorang teman lagi datang dan langsung membacakan berita dari media online berbahasa Inggris yang menuliskan perihal alasan Jokowi mengganti menteri-menterinya. Diskusi pun putar haluan membicarakan soal politik dalam bahasa rakyat. Masing-masing dengan teorinya sendiri-sendiri. Termasuk perihal Ahok yang ganti haluan dari independen ke parpol. Perbincangan berlangsung seru dan damai. Tentu ada beda pendapat yang membuat saya berpikir “untung juga punya temen-temen yang gak ngotot dan kentjeng… perbincangan jadi lebih ngalir dan politik sekedar jadi bumbu aja. Memang harusnya begitu aja sih.”

tumblr_nne8kc3GTx1utinl3o1_500

Dari perbincangan politik, lanjut ke perbincangan perselingkuhan yang terjadi di sekitar kami. Ada yang alus diem-diem ada yang sudah terang-terangan. Lalu bergulir ke soal cinta dan pernikahan masa depan. Di zaman Instagram ini, dan semakin banyak yang bercita-cita menjadi Yotuber, Vlogger, CelebIG, masih ada gak sih cinta untuk yang wajah dan fisik yang tidak Instagrammable. Berlanjut ke teman dekat yang berhasil menemukan tambatan hatinya via Tinder. Tentu beda dengan 5-10 tahun lalu. Di mana harus keluar rumah bertatap wajah dan bersosialisasi langsung untuk mencari jodoh atau sekedar cinta satu malam. “Seneng juga sih bisa mengalami kedua zaman ini” pikir saya…

tumblr_mdit1oRj8n1rl8i6zo1_500

Hujan deras sore ke malam itu, tak mengurungkan niat teman saya untuk bezoek ke rumah sakit. Saya menemani tapi tidak masuk ke dalam kamar. “Saya tak terlalu dekat dengan yang sedang sakit, saya tak ingin mengganggunya. Belum tentu dia siap dan mau menerima saya” pikir saya. Saya doakan saja dari luar. Sebelum akhirnya kami berpisah. Kebetulan di dekat situ ada mall yang jarang saya kunjungi. Lumayan lah sesekali mengunjungi wilayah jajahan orang lain.

Dalam perjalanan ke mall itu, saya sempat berpikir entah sudah berapa banyak teman, kerabat, saudara yang pernah masuk ke rumah sakit itu. Ada yang berhasil keluar, ada yang mengakhiri hidupnya di situ. Konon perawatannya kurang baik, tapi harganya lumayan merakyat. Bagaimana kalau suatu saat saya yang masuk rumah sakit? Amit-amit ah mikirin gituan, kata sebagian orang. “Tapi ini bukan tak mungkin, kalau bukan rumah sakit ini mungkin rumah sakit lain” pikir saya. Yang langsung membawa ingatan saya pada asuransi yang sudah saya siapkan selama ini. “Masih cukup kah dana segitu pas nanti saatnya tiba?”

Sesampainya di mall, ternyata banyak toko yang mulai tutup. Maklum lah ini bukan mall tujuan utama warga Jakarta. Ingin langsung pulang, lemes ngeliat macet di jalan yang parah. Ngider-ngider lagi, saya menemukan sebuah toko kue yang selama ini sering saya liat di media sosial. Kebetulan nih, lagi sepi. Akhirnya saya memesan makanan dan minuman sekedarnya. Anggaplah ongkos sewa duduk sambil ngecharge handphone. Sekalian mana tau ada monster Pokemon yang belum saya punya. Sambil duduk saya melihat sekitar yang cuma ada dua meja, tiga termasuk meja saya. Langsung kepikiran “kalau saya pemilik cafe ini, serem juga kalau malam Sabtu sepi begini…”

giphy

Sambil menembak satu persatu Pokemon, tiba-tiba sebuah pesan di whatsapp masuk. Teman yang tadi pagi dikerok punggungnya, mendadak ambruk tak sadarkan diri. Sekarang sedang berada di ICU sebuah rumah sakit. Saya pun melongo tak mengira sama sekali. Setau saya, teman saya itu orangnya aktif berolah raga. Walau memang, lagi-lagi ngerokoknya juga aktif pake banget. Selain terkejut, saya pun sedih mengenang anak dan istrinya. Teman saya pernah bercerita bagaimana spesialnya anak semata wayangnya yang diperoleh dengan susah payah. Saya tau, banyak yang telah dilakukannya untuk menyenangkan, membesarkan dan mendidik anaknya. Tak terasa mata saya mulai panas. Ajakan berdoa bersama dari group whatsapp langsung saya lakukan. “Beneran ya, gak ada yang tau… gak ada yang tau… semua bisa terjadi kapan dan di mana saja…” kata saya dalam hati.

Sesampainya di rumah, tanpa perjuangan berarti karena malam sudah cukup larut, seorang teman dekat mengabarkan, anaknya lolos masuk tahap final lomba piano. Berita menggembirakan ini lumayan membuat hati saya tersenyum. Semoga masa depannya dipenuhi merdunya lagu. Usianya yang masih 14 tahun, membuat saya berpikir soal anak-anak lain seusianya yang sedang mengidolakan Celeb Medsos. Atau sedang mengecat warna rambutnya jadi ombre. Sedang sibuk melangsingkan atau manjadikan tubuhnya berotot. Sedang berlatih di group paduan suara yang memenangkan penghargaan internasional. Sedang belajar aplikasi stop motion. Sedang mencoba menulis untuk jadi fashion blogger. Mematut diri depan cermin bercita-cita menjadi model Instagram. Dan anak-anak teman saya yang berkebutuhan khusus. Pikiran saya kemudian melayang ke sebuah iklan di masa lalu dan hati saya pun melantun.

 

6 respons untuk ‘Semua dalam Sehari

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s