Sewaktu libur Lebaran minggu lalu, saya membaca buku “Why Not Me?”, karangan Mindy Kaling. Mindy adalah seorang komedian, first-generation immigrant child keturunan India, salah satu tim penulis serial “The Office”, dan sekarang mempunyai serial televisi sendiri, “The Mindy Project”.
Saya membaca buku “Why Not Me?” ini sebenarnya hanya selingan saja, karena sedang membaca buku lain yang lebih serius. Namun ternyata saya menghabiskan buku “Why Not Me?” hanya dalam waktu dua hari saja.
Kenapa?
Karena buku ini ringan, namun berisi. Membaca buku “Why Not Me?” seolah-olah mendengarkan Mindy bertutur langsung di sebelah kita, bercerita tentang pengalaman hidupnya sambil minum wine dan makan kentang goreng McDonald’s. Banyak sekali bagian cerita yang membuat kita tertawa, tapi kemudian membuat kita merenung sambil berpikir.

Salah satunya tentang self-confidence. Dimulai dari saat seorang anak perempuan menanyakan ke Mindy, “how do you get your confidence?”, lalu mengalirlah cerita satu chapter tentang rasa percaya diri ini. Ada satu bagian yang menarik perhatian saya:
“One of the unexpected and wonderfully fair things I have learned in my career is that if Hollywood were filled just with perfect-looking people, then soap operas would be the most-watched things in the world. But they’re not. Looks are great, but they’re not compelling enough. I’ve noticed that successful actors with long careers are usually talented actors with charismatic screen presences, and all of them must exude one thing: confidence. Yes, a lot of them are good-looking, but from my eleven years in Hollywood, I have learned a secret: “good-looking” by Hollywood standards is achievable by every human on the planet. Every average-looking American is just a treadmill and six laser hair removal sessions away from looking like Ryan Reynolds and Blake Lively (who are a great couple, by the way).”
Kalau diterjemahkan secara singkat saja, kurang lebih ini yang dibilang Mindy versi lokal:
“Bok, kalo di Hollywood isinya lekong ganteng dan pere cantik semua, opera sabun laku dong. Tapi kan tinta, cuuun? Ganteng doang mana cukup? Nih ya, ikj kasih tau. Aktor aktris yang sukses dan laku terus tuh yang punya per-ca-ya di-ri. Makanya mereka bersinaaar di depan kamera. Cucok, eym? Kalo mau ganteng standar Hollywood mah gampiiil. Noh operasi plastik seember baskom juga bisa. Tapi con-fi-den-ce ya bok, ih itu mah penting bingiiit.”
Oke, mungkin saya harus belajar bahasa banci agar lebih luwes lagi. Tapi yang jelas, rasa percaya diri bisa menaklukkan keterbatasan fisik.
Berapa kali kita sering berkata ke teman, saudara atau kolega, “sebenarnya orangnya biasa aja sih, tapi kok enak dilihat, dan ngobrolnya asyik ya?” Atau berapa kali kita sering menjumpai orang yang drop dead gorgeous, tapi begitu didekati, kita malah berharap untuk tidak mendekati?
Rasa percaya diri memang tidak mudah didapatkan. Perlu kerja keras untuk mempunyainya. Dan kerja keras ini juga diamini oleh Mindy. Di bagian lain, dia menulis, “I don’t understand how you could have self-confidence if you don’t do the work.”
Sementara di paruh akhir buku, dia mengatakan:
“Here’s how I think you can get your confidence back, kid: Work hard, know your shit, show your shit, and then feel entitled. Listen to no one except the two smartest and kindest adults you know, and that doesn’t always mean your parents. If you do that, you will be fine.”
Saya teringat ucapan seorang teman, bahwa “it takes a lot of flawed efforts to be flawless”. Untuk lancar mengerjakan sesuatu, butuh banyak proses yang acap kali tidak lancar. Dan proses ini kadang berlangsung lama, sehingga kadang kita tidak sabar. Lalu hilang fokus.
Tapi ya yang namanya rasa percaya diri memang tidak bisa didapatkan secara instant. Kalau bisa didapatkan dengan mudah, maka Peter Dinklage mungkin tidak pernah mengalami depresi atas kelainan fisiknya, sebelum sukses menjadi Tyrion Lannister di “Game of Thrones”.
Sudah bukan rahasia lagi, kalau rasa percaya diri dalam kadar yang pas membuat hidup lebih baik. Jalannya kadang tidak mulus. Toh namanya juga hidup, naik turunnya membuat segala sesuatunya lebih dinamis.
If it takes time to be better, then we’d better take the time.
laf!
SukaSuka
hahaha…langsung kebayang suara-suara luwes yang ngomong di paragraf kedua. Btw, ijk bukan ikj.
SukaSuka
Hahahaha. Saya belum familiar, jadi maafkan buat salah2 kata dalam penulisan.
SukaSuka
To be able to take time, one should be able to identify it (correctly)
SukaDisukai oleh 1 orang
Pak dokter pinter. Bikin gemeter.
SukaSuka
Ngegigil, kejang, atau ngegelinjang?
SukaSuka
Lahacia.
SukaSuka