Dalamnya Hati, Siapa Yang Bisa Tahu?

Semalam saya tertegun membaca tulisan di foto ini. Foto ini diunggah oleh seorang teman di Path. Di antara sekian banyak gambar memes dan foto acara berbuka bersama, isi tulisannya cukup membuat saya terhenyak sesaat.

IMG_3488

Seperti meme lainnya, foto ini tidak sempurna. Ada beberapa typo yang sepertinya jadi ciri banyak gambar serupa. Tapi foto ini bisa membawa sejenak pikiran saya melayang ke beberapa tahun silam.

Saat itu saya terjebak dalam kemacetan lalu lintas Jakarta di malam hari. Nothing’s new there. Saya berada di dalam taksi. Kemacetan yang tak berujung, ditambah lagi keterbatasan fitur ponsel kala itu, mau tak mau membuat saya menanggapi ajakan obrolan supir taksi.

Dia berkata, kalau sebelum jadi supir taksi, dia bekerja sebagai supir bis dalam kota. Saya cuma menanggapi sekenanya, sampai dia berkata, “Kalau dipikir-pikir, Maghrib itu mewah ya, mas.”

Saya bingung, lalu bertanya, “Maksudnya gimana tuh, pak?”

Dia jawab, “Lha, iya. Maghrib itu waktunya cuma sejam. Pas matahari terbenam kan ya? Pas itu lagi macet-macetnya jalanan. Orang pada pulang ke rumah. Ya kalo di jalan, ndak bisa minggir sholat. Apalagi pas jaman nyupir bis dulu, mas. Waduh, ya mana bisa minggir buat sholat Maghrib.”

Saya tanggapi dengan singkat, “Didobel dong pak sholatnya?”

“Ya iya, mas. Dijamak (ed.: melakukan dua sholat dalam satu kali ibadah) terus, pas malemnya ama Isyak. Saya cuma bisa sholat Maghrib beneran pas Maghrib itu cuma seminggu sekali, mas, pas libur. Makanya, Maghrib itu mewah buat saya, mas.”

twilight-river-afternoon-sun-water-light-lantern

Saya tersenyum. Melihat ke luar jendela mobil, memandang ke macetnya jalanan, sambil penasaran, berapa orang yang berpikir sama dengan supir taksi saya saat itu.

Hanya kita yang tahu bagaimana cara kita berkomunikasi dengan Tuhan. Beribadah adalah urusan yang sangat personal, yang tidak bisa dipaksakan. Dan tidak perlu memaksakan diri. Percaya terhadap kepercayaan, atau memilih untuk tidak percaya pun, adalah pilihan dari relung hati ditambah kesadaran diri yang paling dalam.

Saya cuma yakin, bahwa supir ojek yang harus mengantar barang di tengah kemacetan jam berbuka puasa nilai ibadahnya tidak kalah dengan mereka yang kebetulan sudah berada di masjid dan mengaji. Sama-sama punya prioritas hidup yang mereka kerjakan.

Saya yakin, bahwa doa bisa terucap dalam keadaan apa saja, di mana saja. Seyakin itu pula bahwa Tuhan tidak pernah berhenti mendengar. Apapun, di mana pun, bagaimana pun.

(Courtesy of joydigitalmag.com)
(Courtesy of joydigitalmag.com)

After all, who are we to come between man and his faith?

 

 

 

 


iklan.

CmF1CZ2WEAAcAUI

14 respons untuk ‘Dalamnya Hati, Siapa Yang Bisa Tahu?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s