Catatan Harian Pedagang Nasi Ayam
Memasuki bulan Ramadan, terutamanya menjelang hari Lebaran, sepertinya hampir semua pedagang makanan sibuk melayani pembeli. Mulai dari untuk acara buka bersama, hantaran, bahkan banyak pedagang makanan yang menawarkan jasa pengiriman Sahur. Hidangan yang ditawarkan pun aneka rupa, mulai dari sajian buka puasa sampai makanan besar yang jenisnya tak terkira banyaknya. Bahkan banyak ragam yang hanya baru kita lihat berseliweran di media sosial, terutamanya Path. Path yang sering digunakan untuk mengucapkan terima kasih kepada pengirim.
Nasi I Am (yang tadinya bernama Nasi Ayam Jagoan) punya ceritanya sendiri menjelang bulan-bulan penuh berkah ini. Di sela-sela kesibukan terselip banyak cerita bahkan beberapa diantaranya membuka mata akan apa yang terjadi di belakang layar.
- DetikFood is Good
Di awal berjualan, ada seorang pemesan bernama Odilia. Semua berjalan seperti biasanya. Pesan, dimasak, antar. Hanya saja saat menuliskan alamat pengiriman, sempat terkejut karena ditujukan untuk Detik. Tak terlintas sedikit pun bahwa dari pembelian itu, berbuah sebuah tulisan di detikfood.com http://food.detik.com/read/2012/08/16/194232/1993672/933/kukuruyuuk-ini-paket-nasi-ayam-yang-komplet-sedapnya Tulisan yang hadir bertepatan dengan awal bulan Puasa.
Bahagia dan bangga rasanya, untuk pertama kali dagangan diliput oleh media. Saat tulisan ini ditayangkan waktu sudah menjelang malam. Saya pun meretweet tautan itu seraya berterima kasih kepada Odilia. Karena badan lelah, saya pun langsung tertidur.
Subuh saya bangun seperti biasa, mata saya membelalak melihat pesan SMS dan email yang jumlahnya ratusan! Belum pernah terjadi dalam hidup saya. Dan ketika saya buka handphone saya yang bersuhu panas itu, saya hanya bisa melongo melihat antusias dan minat orang untuk bertanya bahkan langsung berniat membeli dagangan nasi ayam yang umurnya baru hitungan bulan.
Saya terdiam sesaat. Panik sudah tak ada gunanya lagi. Satu persatu saya dahulukan menjawab pertanyaan. Dilanjutkan dengan menerima pesanan. Saya mencoba atur sedemikian rupa disesuaikan dengan kapasitas dapur yang masih kecil. Asal tau saja, saat itu rice cooker yang saya miliki berukuran 500 ml saja. Jadi setiap satu porsi nasi ayam, saya harus mencuci dulu rice cooker itu sebelum menggunakannya kembali.
Sejak pagi itu, hidup saya berubah. Tak ada lagi kehidupan lain selain di dapur. Selama sebulan penuh, saat orang berpuasa, saya sibuk memenuhi pesanan. Dan kalau diingat sekarang, saat itu sebenarnya lebih mirip kegilaan. Apalagi saya belum paham menangani krisis di dapur. Bukan hanya mau menangis rasanya, tapi saya benar menangis di dapur. Badan rasanya mau tumbang, tapi pesanan tak boleh ditolak. Dan saat Lebaran tiba, saya tidur lelap seminggu.
Selamanya 16 Agustus 2012 akan menjadi hari penting bagi saya. Mungkin inilah ospek akan kuliah memasak yang baru saya masuki. Ujian awal yang menentukan apakah saya harus maju terus atau mundur selamanya. Anehnya, saat masa ospek ini usai, ada semacam kerinduan untuk mengulang kegilaan ini.
2. Ditukar Kue
Hantaran Kue Lebaran sudah menjadi tradisi. Kita sering melihat ribuan jenis kue tersedia baik di toko maupun di media sosial. Beragam kreativitas terpampang dan selalu menampilkan kebaruan. Pernahkah kita berpikir penerimanya? Kalau terima satu atau dua, dengan senang hati kita memakannya. Tapi bagaimana kalau ratusan?
Suatu hari kami mengirimkan Nasi Ayam ke sebuah rumah di kawasan Mega Kuningan. Begitu pesanan tiba, Kurir diminta untuk menunggu sesaat oleh Security. Tak diduga, Kurir kami mendapatkan sebuah kue. Sambil melongo kebingungan, Kurir membawa kue pemberian itu kesaya. Begitu saya buka, bukan kue sembarang kue, tapi kue dari toko kue ternama yang harga kuenya bisa dipastikan di atas Rp 500.000,- ke atas. Giliran saya yang melongo. Apa maksudnya?
Sebelum tergoda memakannya, saya memastikan dengan mengirim pesan via WA ke pemberi kue menanyakan maksudnya. Siapa tau dia mengira Kurir ini bisa membawa kue ke alamat lain.
“Owh itu memang untuk Kurir saja, Mas…”
“Untuk Kurir?”
“Iya Mas, saya gak punya lagi tempat untuk menyimpan kue-kue kiriman. Kulkas sudah gak cukup. Liat aja nih…” katanya sambil mengirimkan foto via Whatsapp. Sebuah ruangan berAC yang dipenuhi dengan tumpukan kue. Melihat tumpukan itu bisa dipastikan jumlahnya ada sekitar 50 an boks kue yang belum dibuka.
Semakin ke sini saya semakin paham, untuk beberapa keluarga yang terbiasa menerima banyak kiriman makanan terutamanya kue, sering membentuk sebuah “tim” yang bertugas menerima dan mengatur arus lalu lintas kiriman makanan yang diterima selama Ramadan. Ada yang sampai ke meja makan mereka, tapi banyak juga yang numpang lewat saja. Salah satu kebijakan yang mereka terapkan adalah memberikan kiriman makanan itu ke Kurir sebagai tanda terima kasih. Ibarat mendapat rezeki nomplok Kurir kami membawa pulang sebuah Kue mahal untuk keluarganya hari itu. Di kemudian hari pernah terjadi Kurir membawa pulang tiga boks Kue!
3. Ayam Kampung Anoreksia
Setelah lebih dari dua tahun berdagang, akhirnya kami memutuskan untuk bekerja sama dengan dua supplier Ayam Kampung yang merupakan bahan pokok. Menjelang Lebaran, bisa dipastikan ukuran Ayam Kampung semakin mengurus. Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan sampai suatu ketika ukuran Ayam Kampung yang kami terima benar-benar kurus bagai anoreksia. Pastinya saya tidak bisa menerima itu karena benar di bawah standard. Anehnya lagi, bukan hanya dari supplier itu saja, tapi hampir di semua tempat yang menjual serempak menjual Ayam Kampung Anoreksia.
Akhirnya di sebuah kesempatan, saya pun menginterview mengapa hal ini bisa terjadi. Terutamanya menjelang Lebaran. Rupanya, para pemilik catering besar sudah jauh-jauh hari memesan Ayam Kampung yang berukuran normal ke para supplier. Tentunya karena mereka memesan dalam jumlah besar dan sudah membayar di muka, mereka mendapatkan kesempatan untuk menerimanya terlebih dahulu. Masuk akal mengingat Opor Ayam, memang lebih enak pakai Ayam Kampung. Dan tentunya itu merupakan menu wajib menyambut Lebaran.
Selain seperti dikejar target penjualan dan memenuhi permintaan Ayam Kampung yang meningkat di bulan Ramadan, banyak peternakan yang memotong peliharaan mereka lebih cepat dari biasanya. Masih muda udah dibunuh. Percaya atau tidak, saya pernah menerima paha Ayam Kampung berukuran tak lebih dari 5 cm!
Belajar dari situasi ini, dan mengingat bisnis saya masih skala rumahan, saya pun mencari akal agar tetap kebagian Ayam Kampung berukuran normal. Walau tak selalu berhasil, tapi hantaran Nasi Ayam dagangan untuk para pemilik peternakan dan sedikit tip untuk pengantar lumayan memuluskan bisnis saya. Kalau pun kebagian Ayam Kampung berukuran kecil, setidaknya bukan anoreksia tapi seukuran Peragawati.
Ini fenomena bener nih yang hantaran kue dan ayam Anorexia. Saya lebih suka diberi kue kering drpd cake begitu. Akhirnya kalau cake kita kudu buru2 ngasi ke orang lain biar kemakan. Malem sekalipun kudu ngetok pintu tetangga demi ‘berbagi’ hantaran biar ga kebuang. Begitupun ttg ayam, ga cuman di jakarta, di kota saya fenomena seperti itu juga jamak terjadi. Jadi jangan heran kalau lagi open house nemunya opor ayam pake ayam negeri. ‘ngrokotin’nya kurang greget.
SukaDisukai oleh 1 orang